Windy tersadar dengan rasa perih di sudut bibirnya serta pusing dan terkejut melihat Ica yang terikat di salah satu pilar yang tak jauh darinya. Beberapa memar terlihat di wajah Ica. Masternya itu masih belum sadarkan diri.
"Master!"
"Sudah sadar rupanya? Tenang saja mastermu itu belum mati."
Windy menoleh dengan tatapan sinis melihat Rezka berjalan bersama seorang pria bertubuh gemuk berpenampilan seperti seorang pebisnis dengan setelan kemeja merah dibalut jas hitam dan celana berbahan dasar warna hitam serta sepatu pantofel berwarna sama.
"Jadi mana yang kamu bilang mau lenyap lebih dulu?" Tanya pria itu.
"Ini om," Rezka menunjuk Ica, "dia yang paling berbahaya dan paling cocok dengan serum itu."
Pria itu mengangguk dan mengeluarkan sebuah jarum suntik.
"Kamu yakin dia punya alergi khusus?"
"Yakin om."
"Jangan!" Pekik Windy saat pria itu menusukan jarum suntiknya ke lengan Ica. Namun pekikan Windy tidak digubris.
Baru saja pria itu selesai menyuntik Ica, terdengar suara mobil mendekati gedung.
BRAK!
Sebuah van hitam menabrak pintu gedung yang cukup besar dan terbuat dari kayu.
Beberapa laki-laki turun dari van dengan pakaian serba hitam serta membawa senjata masing-masing. Wajah mereka ditutup dengan masker hitam.
Mereka adalah Ken bersama timnya dan juga para laki-laki dari tim Alpha.
"Aku yakin mereka punya banyak anak buah, aku mau kalian ke markas untuk datang ke lokasi bersama tim Alpha sekaligus, aku sudah menghubungi mereka. Aku percayakan tugas ini pada kalian."
"Menyerahlah, kalian sudah kami kepung!" Ken menodongkan senjatanya.
"Tidak akan!" Rezka memerintahkan preman-preman suruhannya untuk keluar. Seperti dugaan Ica, jumlah mereka cukup banyak.
Ken melihat Windy yang juga menatapnya dengan kondisi tidak baik, serta Ica yang masih belum sadarkan diri.
"Sepertinya kita harus langsung saja menghabisi mereka." Ucap Edward.
"Lumpuhkan saja mereka." Sahut Daffa. Semua mengangguk dan melepaskan peluru masing-masing.
Para preman tersungkur di tempatnya.
Windy mengambil pisau yang ia sembunyikan di balik roknya, beruntung benda itu masih di sana dan tangannya diikat diatas pahanya.
Dasar penjahat bodoh.
Windy memutuskan tali di tangan dan kakinya dengan pisau tanpa sepengetahuan Rezka dan pria di sampingnya. Windy mempercepat memotong tali tersebut ketika melihat Rezka menodongkan pistol pada Ica.
Di tempatnya, Ica baru mulai sadar, kepalanya terasa sangat pusing. Masih tercium bau amis.
"Master!" Windy segera berlari dan memeluk Ica bersamaan dengan Rezka melepaskan tembakan.
Mata Ica membulat saat mendengar suara tembakan dan menyadari apa yang baru saja terjadi.
Windy--
"WINDYYYY!!" Ica berteriak histeris.
Seluruh anggota tim Delta dan Alpha yang hadir ikut terkejut terutama Daffa saat melihat dari tempatnya, seragam Windy di bagian punggung kanan memunculkan warna merah darah.
Ica sudah terisak di tempatnya melihat Windy yang sudah tak sadarkan diri.
"WIN! BANGUN!!"
Daffa segera berlari bersama Ken menghampiri Windy dan Ica, sedangkan yang lain segera menangani Rezka dan pria di sampingnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Dearest Enemy
Romance"Aku sudah sangat tidak menyukainya sejak kami masih memakai diapers!" -Angelica Wijaya- "Melihat wajah manisnya yang kesal karena ulahku, menjadi kesenangan sendiri untukku." -Kenneth Adhitama- -------------------------- Action - Romance