Lost

94 11 2
                                    

"Lagi?!"

Taeyong menahan agar suaranya tidak terdengar sefrustasi itu. Rambut hitamnya teracak kasar, alih-alih, melempar beberapa kalimat bernada gemas lainnya pada sosok yang saat ini menjadi lawan bicaranya via telepon.

"Sudah berapa kali kau mampir ke sini, Ten? Mengingat jalan memang sesulit itu bagi otakmu?"

"Aku tidak mengerti!" balas suara di seberangnya. "Aku rasa aku sudah mengikuti jalan seperti biasa. Tapi entah kenapa aku tidak menemukan rumahmu. Aku seperti berputar-putar dan... jauuuh sekali,"

"Itu karena otakmu hanya kau gunakan untuk mengingat tentang game saja. Sekali-kali gunakan untuk hal lain. Kau ingin seumur hidup tidak mengingat jalan menuju rumahmu sendiri?" komentar Taeyong sarkastis.

Lawan bicaranya seketika memprotes kasar. "Aku jelas ingat jalan ke rumahku sendiri! Aku tidak sebodoh itu!"

"Tapi kau tidak mengingat jalan menuju rumahku. Kau pikir setelah kita menikah nanti, kau akan tetap tinggal di rumahmu yang sekarang? Mulai lah belajar untuk mengingat arah jalan menuju rumahmu di masa depan, Yang mulia."

"Ti-tidak usah sok menyuruhku belajar. Kau bukan ayah ku!"

"Tapi aku memang daddy mu." Taeyong mentertawakan betapa bodohnya balasan yang didengarnya barusan. Bisa ia pastikan semerah apa wajah 'rajanya' saat ini. "Baiklah, baiklah. Kau ada di mana sekarang? Beritahu lokasimu."

Dengusan lebih dulu terdengar, yang kemudian diikuti dengan suara ragu-ragu. "Aku tidak tahu. Di sini hanya ada banyak gedung bertingkat. Aku berada di gang yang cukup besar, sepertinya."

"Bisa kau jelaskan lebih spesifik, Ten? Di Seoul banyak yang seperti itu."

"Sudah kubilang aku juga tidak tahu, kan !" Rajanya menyembur emosi. "Ah, tapi ada kedai es krim di sini. Hanya itu yang kutahu."

Taeyong menahan tawanya agar tidak terlontar keluar. Bisa bahaya jika rajanya sungguhan mengamuk dan membuat sia-sia acara mereka hari ini. Tetapi Taeyong, tetaplah akan menjadi Taeyong. Lidahnya tidak bisa diajak untuk berdamai.

"Ten, itu cukup jauh dari rumahku. Apa yang sedang kau pikirkan ketika berjalan ke sini?"

"Diam, brengsek. Dan cepat jemput aku ke sini!"

Suara rajanya yang marah memang selalu membuat hari Taeyong menjadi lebih baik. Dengan senang hati ia tertawa menggoda, hanya untuk membuat lawan bicaranya semakin kesal dan memakinya sedikit lebih lama. Sepertinya memang pantang untuknya tidak membuat sang raja merasa baik-baik saja.

"Ten, kau pemarah sekali pagi ini. Tunggu aku di sana dan jangan ke mana-mana. Ksatriamu ini akan datang menjemputmu, Yang mulia."

Tetapi, sedikit gombalan di pagi hari setidaknya bisa membungkam mulut kasar sang raja, kan?

"Heh sialan!"

Dan raungan malu itu sukses membuat Taeyong menampilkan senyum puas.














Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Apr 06, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Limerence - TaetenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang