Fight Me

432 79 9
                                        

M-Preg

Fight me for the rest of our lives.

Suka atau tidak, Ten Lee adalah kekasihnya. Jadi ketika dia membuka pintu apartemenya, dan menemukan wallpaper di dindingnya sudah berubah menjadi kuning terang dengan motif karakter dari kartun Justice League, dia tidak bisa marah. Lagipula bertengkar dengan pria itu bukanlah pilihan yang baik.

Jadi yang dia lakukan adalah menaruh mantelnya di atas sofa yang berwarna merah muda, dan menunggu kekasihnya keluar dari dalam kamarnya. Setelah kabar bahwa Ten resmi mengandung anaknya sekitar satu bulan yang lalu, Taeyong tidak bisa berbuat banyak atas pergantian yang terjadi di apartemenya.
Dia seperti kehilangan kekuasaan atas apartemennya, pertama kekasihnya itu merubah kamarnya menjadi berwarna pelangi, lalu keesokan harinya dia melihat gorden putihnya sudah berubah menjadi warna ungu dengan hiasan Barney & Friends.

Benar-benar menjengkelkan.

“Taeyong hyung, besok aku akan merubah ruang kerjamu menjadi kamar Superman kita.” Seru Ten dengan senyuman semangatnya, sambil mengecup bibir Taeyong dengan singkat sebelum dia kembali membuang barang-barang Taeyong dari ruang kerjanya. Lihat, bagaimana pria itu sudah menguasai semuanya dan bahkan dia sudah meramalkan bahwa buah hati mereka adalah laki-laki.

“Menikahlah denganku, lalu kau bisa merubah apartemenku menjadi taman kanak-kanak.” Ten menghentikan langkahnya, lalu menatap kekasihnya dengan pandangan bosannya.

“Aku mengandung anakmu, bukan berarti aku harus menikah denganmu sayang.” Itu adalah jawaban yang sudah Taeyong duga—mereka telah menjalin hubungan selama lebih dari dua tahun, dan sudah dua tahun juga mereka hidup bersama.

Dia sudah melamar pria itu sebanyak 79 kali dan kekasihnya menolaknya dengan jawaban yang sama, “Aku tidak ingin berakhir dengan pria picisan seperti dirimu.”

Benar-benar menyebalkan.

“Kau selalu berbicara omong kosong seperti itu.” Mungkin ini adalah efek dari hari yang melelahkan, tapi dia bisa melihat Ten menatapnya dengan bingung. Perubahan suasana hati yang cukup signifikan.

''Jika kau ingin membicarakan hal ini baiklah, aku tidak ingin menikah denganmu—aku tidak bisa membayangkan hidup dengan orang yang sama sepanjang hidupku. Komitmen itu terlalu rumit, jadi mengapa kita tidak menjalani apa yang kita miliki sekarang?”
Ten berbicara secara gamblang. Dia adalah pria bebas yang liberal, memikirkan sebuah komitmen rumit bernama pernikahan jelas bukanlah hal yang disukainya.

“Kau tahu? Aku benar-benar membencimu, aku bahkan tidak menginginkan kau menjadi Ibu dari anaku. Kau bisa menggugurkannya.” Bentak Taeyong yang membuat kekasihnya itu menghentikan kegiatanya dan menatapnya dengan tidak percaya, setelah lebih dari lima tahun mereka bersama ini adalah pertama kalinya dia membentaknya. Taeyong membanting pintu kamarnya dengan keras, lalu menghempaskan tubuhnya ke atas tempat tidur yang kini sudah berwarna kuning terang.

Sebenarnya dia tidak bersungguh-sungguh dengan semua ucapanya tadi. Memiliki anak dari kekasihnya yang keras kepala itu, adalah salah satu mimpinya selama ini. Tapi terkadang, Ten butuh sedikit gertakan hanya untuk menyadarkan bahwa dia adalah pria yang membuat semua pria ingin menelanya hidup-hidup.

Dia mendengar seseorang membuka pintunya dengan perlahan. Tanpa melihatpun dia tahu siapa yang membukanya. Ten berdiri disana, dengan sebuah koper besar yang berisi barang-barangnya. Taeyong memejamkan matanya, berpura-pura tidur jauh lebih baik dalam kondisi seperti ini. Sebenarnya pertengkaran mereka malam ini bukanlah pertengkaran terhebat yang pernah mereka alami, hanya saja pertengkaran mereka malam ini terasa lebih dalam. Taeyong menginginkan sebuah keluarga, dan Ten menginginkan kebebasan.

Ten menghempaskan tubuhnya di samping Taeyong. “Aku akan pergi sebentar lagi, dan kau bisa memiliki apartemenmu kembali.” Bisik Ten memecah keheningan disana, dia menatap wajah Taeyong yang masih terpejam—menatap bagaimana wajah itu telah membius otaknya selama lima tahun ini hingga dia memutuskan untuk memiliki anaknya.

Ini gila pikirnya, dia adalah pria bebas yang membenci pernikahan dan kehamilan.

“Aku akan tetap mempertahankan Superman kita, walaupun kita sudah tidak bersama. Kau bisa mengunjunginya setiap minggu—atau apapun.”

Taeyong masih memejamkan matanya, ini adalah pertama kalinya Taeyong tidak berusaha mencegahnya untuk pergi atau melakukan satu hal yang romantis untuknya, dan itu cukup membuat Ten kesal.

“Atau tidak.” Ten bangkit dari atas tempat tidur, dia menarik kopernya yang berada di ujung pintu, tanpa memperdulikan Taeyong yang masih mengacuhkannya.

“Aku akan pergi ke klinik tederkat, aku akan membuat janji kepada dokter, dan aku akan menggugurkan kandungan ini—karena—“

Kata-kata Ten terputus ketika dia melihat Taeyong membuka matanya dan berjalan ke arahnya dengan penuh amarah.

“I’ll fight you.” Taeyong bisa merasakan rahangnya mengeras, memikirkan bahwa Ten dengan begitu gampangnya melakukan hal itu membuat emosinya tidak terkontrol. Mereka bisa bertengkar, dan Ten bisa melakukan apa yang dia inginkan—kecuali hal ini, menggugurkan kandungannya.

“Do you want that?” tanyanya yang hanya dibalas oleh tatapan tidak perduli khas dari Ten.

“Ten, I swear to God—I’ll fucking fight you.” Ancamnya sekali lagi setelah melihat bahwa Ten tidak merubah keputusannya. Baru ketika Taeyong akan mencengkram tangan Ten, dia melihat pria itu berlutut di hadapannya dan mengeluarkan sebuah kotak kecil berisi dua buah cincin.

“Then fight me for the rest of our lives.”
Lupakan tentang rencana yang telah dia susun rapih selama beberapa bulan ke belakang, tentang bagaimana dia akan melamar Taeyong setelah putra mereka lahir.

Dan persetan dengan harga diri berserta embel-embel jiwa bebas di dalam dirinya. Dia mencintai Taeyong, dan dia tidak akan membiarkan satu keputusan bodoh menghancurkan apa yang benar-benar dicintainya selama ini.

Taeyong menatap Ten dengan tidak percaya, sebelum membantu Ten untuk berdiri dan membiarkan pria itu merendahkan ego-nya untuk pertama kalinya. Taeyong tahu bahwa kata-kata ‘maukah kau menikahiku’ tidak akan keluar dari bibirnya.

“Fight me for the rest of our lives.” Ulangnya sekali lagi, yang kali ini berhasil membuat Taeyong tertawa puas—sebelum pria itu mendaratkan sebuah kecupan singkat di bibirnya.

“Yes, as long as I get to see you everyday.” Bisiknya sebelum dia kembali mencium bibir Ten dengan lembut. Dan akhirnya Ten menyadari sesuatu, bahwa jika kau benar-benar mencintai seseorang—kau akan melakukan hal yang tidak pernah terbayangkan sebelumnya.

Dan untuk Ten, hal itu adalah Lee Taeyong.

Limerence - TaetenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang