Jemari kokoh itu membuka Tirai jendela perlahan-lahan. Kelopak matanya menyipit kala sinar mentari menyapa retina. Mengintip bentangan kanvas biru berbalut kapas putih tipis bersama kicau burung di atas sana. Bibirnya mengulas senyum, amat lembut—tertuju pada satu objek terindah tanpa tandingan.
"Selamat pagi Tennie. Hari ini kau tetap indah.''
🌀🌀🌀🌀🌀
"Bagaimana dengan perkerjaanmu hari ini, Taeyong hyung?"
Belah bibir menyesap kopi hitam dalam cangkir sembari melirik ke arah lawan bicaranya di seberang meja.
Rasa kopi hari ini lebih pahit dari biasanya.
"Begitulah. Hanya saja, lusa aku harus dinas ke luar kota" Pria yang lebih dewasa menjawab setelah meletakkan cangkirnya di atas meja, kemudian melipat kedua tangannya untuk bertopang dagu—menatap lurus ke arah pemilik lensa emas jernih.
"Hee... begitu."
"Kau ada waktu malam ini?"
Ketika matanya menangkap lawan bicara menggaruk pipi dengan jari telunjuk, canggung. Dia tahu jawaban yang akan keluar dari bibir merah yang telah dia hapal mati tekstur lembutnya.
"Maafkan aku. Malam ini ada proposal salah satu mata kuliah yang harus kuselesaikan." Sorot mata itu tak bersibobrok dengan violet miliknya.
"Mungkin setelah kau pulang dinas nanti. Aku janji!"
Bohong.
🌀🌀🌀🌀🌀
Berkas-berkas yang menumpuk di atas mejanya kini kosong. Menghela napas karena dia berhasil menyeselsaikan semuanya dan tak perlu mengambil jam lembur lagi. Walau dia tahu, ketika esok hari datang maka tumpukan berkas akan kembali memenuhi pengelihatannya. Paling tidak, hari ini bisa pulang lebih awal. Dia lapar, dan bersamaan dengan itu, rasa rindu menyelimuti dada. Lee Taeyong memacu mobilnya menuju apartemen sang pujaan hati hanya untuk sekedar makan masakkan yang entah kapan terakhir dia rasakan.
Sayangnya, apa yang dia bayangkan tidak memenuhi ekspektasinya. Bukan senyum secerah matahari, bukan pelukan, bukan pula indahnya sorot mata emas ketika wajah mereka terlampau dekat kala bibir akan bersentuhan.
Di sana—di depan matanya. Semuanya diberikan pada orang lain.
🌀🌀🌀🌀🌀
"Baiklah, kalau begitu aku antar kau pulang." Dia menyeka bibirnya dengan tisu, hendak mengakhiri perbincangan dan beranjak dari posisi.
"Tapi... Aku bisa pulang sendiri Taeyong hyung, tidak perlu repot-repot."
"Ini jauh lebih hemat dibanding kau pulang naik bus, Ten." Dia tersenyum lebar hingga matanya menyipit.
"Baiklah."
Tetapi dia, tidak akan pernah sudi jika miliknya diambil tanpa izin.
🌀🌀🌀🌀🌀
'Drrrrttt'
Suara ponsel bergetar menginterupsi gerak Taeyong yang hendak membelai lembut surai miliknya. Kedua violet melirik sinis pada layar ponsel hitam di atas meja.
Dia lupa menghancurkannya.
"Jaehyun...."
'KRAK'
Bunyi nyaring redam terdengar ketika dia menginjak ponsel hitam hingga hancur.
"Kasihan sekali. Temanmu itu tidak tahu kalau kau hanya milikku. Milikku."
Lagi, dia tersenyum lembut menatap objek di depannya. Kemudian mengecup lembut—lama, penuh perasaan.
"Karena sekarang kau hanya bisa menatapku seorang. Selamanya."
(—Pada tabung kaca berisi cairan dengan dua bola mata emas mengapung dalam pelukannya.)
A/N : kkkk kebanyakan baca creepypasta jadilah cerita kaya gini