The Furthest Away

280 50 3
                                    

Samar-samar lagu ‘Shape of My Heart’ milik Backstreet Boys terdengar dari dalam rumah. Ten masih berdiri di sana, seperti orang bodoh. Dan dia sedikit setuju dengan ucapan sang Ayah, yang entah beberapa tahun lalu mengatakan bahwa dia adalah lelaki yang paling bodoh—dan naif yang pernah ditemui sang Ayah.

Salahkan cinta.

Cinta membuatnya menjadi lelaki yang bodoh. Ia yang dulu mungkin tidak akan semenyedihkan ini. Ia yang dulu, mungkin berpikir bahwa dalam hitungan lima tahun, ia akan menghabiskan akhir pekannya mencicipi sushi bar di Nobu yang berada tepat di Metropolitan Hotel, yang ada di wilayah Mayfair.

Atau jika dia tidak berhasil mendapatkan reservasi makan malam di Nobu, dia bisa membayangkan sesuatu yang lebih ringan. Seperti menghabiskan akhir pekannya, menemani sang Ayah memancing di Suffolk.

“Kau bisa pergi ke Ittoqqortoormiit, tempat paling terpencil di muka bumi.”

Ten kembali teringat kata-kata Ayahnya, ketika dia bertanya ke mana tempat yang paling jauh di muka bumi. Sekilas kata-kata kota Ittoqqortoormiit, mirip seperti bualan sang Ayah. Tapi rupanya wilayah itu benar-benar ada, letaknya berada di timur Greenland, dan mendapatkan julukan sebagai desa di ujung dunia.

Mungkin dia akan pergi ke sana. Hanya untuk memastikan bahwa dia berhasil menginjakan kaki ke tempat yang paling jauh di dunia. Tapi itu tidak penting sekarang, karena ketika dia mendengar suara Jung Jaehyun bernyanyi dan berteriak dengan sepenuh hatinya, menyanyikan lagu-lagu lawas dari Backstreet Boys, dia tahu bahwa bukan Ittoqqortoormiit tempat terjauh di dunia.

Tapi— di sini. Di rumah berkonsep Eco-Friendly,  yang dulu dibelinya bersama Jaehyun. Pria yang dinikahinya tiga tahun yang lalu, di salah satu wedding chapel yang berada di Las Vegas.

Rumah itu memang tidak terletak di salah satu wilayah terpencil atau di ujung dunia. Lokasi rumah ini bahkan berada di wilayah Gangnam, dekat dengan restoran Korean BBQ milik salah satu aktor yang namanya tengah melejit. Tak jauh dari perkarangan rumahnya, ia bisa melihat dua gedung perkantoran megah, yang memiliki Starbucks di bawahnya, dan jika ia cukup beruntung ia bisa membeli roti khas Prancis dari Guillaume yang tak jauh dari sana

Jadi bagaimana bisa Ten menganggap bahwa rumah ini adalah tempat terjauh yang pernah dia kunjungi di dunia?

Ia pernah menghabiskan waktunya, bermukim di Fairbanks, Alaska, hanya untuk melihat dan memandangi Nothern Lights.  Atau ia mengingat kunjungannya ke salah satu wilayah di Somalia, hanya untuk membeli kue yang mirip dengan samosa. Jadi mengapa kini langkahnya begitu berat untuk mengetuk pintu rumah itu, dan menghentikan Jaehyun dari bernyanyi?

Mungkin karena dia tahu, bahwa ketika ia melangkahkan kakinya ke dalam sana—semua yang dia miliki dengan Jaehyun akan berakhir. Hubungannya dengan pria itu memang sudah hancur, jauh sebelum kepergiannya ke Inggris. Jaehyun—pria yang memiliki segalanya itu, selalu berpikir bahwa dunia hanya berputar untuknya.

Mereka bertengkar dengan sangat hebat, ketika Jaehyun pulang dalam keadaan mabuk berat dan berkata kepada Ten bahwa lelaki seperti dirinya, adalah jenis lelaki yang hanya menjadi tropi ego para pria saja.

“Apa yang harus aku katakan? Bagiku, kau tak lebih dari pemanis yang duduk di sudut ruangan untuk menghibur egoku sebagai seorang pria,”

Kata-kata itu terlontar jelas dari seorang pria yang dulu benar-benar ia anggap sebagai satu-satunya orang di dunia ini yang akan menyelamatkannya.

Dia memiliki pikiran yang panjang sebelum memutuskan untuk berada di sini. Dia telah berbicara dengan Ayahnya, mendiskusikan bahwa dia akan kembali ke London—atau berdiam diri di Suffolk.

“Kemana setelah ini kita akan pergi?”

Ten menghentikan pandangannya yang kosong.  Lee Taeyong berdiri di sana, tepat di sampingnya. Membawa kunci mobilnya, menanti apa yang akan Ten lakukan setelah ini.

“Kau pernah ke Fairbanks?” Ten bertanya dengan suara ringannya. Dia tidak tahu apa yang harus dia lakukan,dia bahkan tidak tahu bagaimana caranya merangkai kata dan berkata kepada Jaehyun bahwa semua ini sudah berakhir.

“Alaska? Belum. Tapi kita bisa mencobanya, mungkin di sana lebih baik.” Taeyong menjawab dengan singkat. Berbeda dengan Jaehyun yang ia temui saat mereka berada di Nobu, Taeyong adalah pria yang ditemuinya saat dia berada di Suffolk.

Pertemuan mereka terasa singkat, Taeyong tengah menghabiskan waktu liburannya di sana—bersama istri, dan kedua anaknya. Sementara Ten, dia tengah mengalami minggu yang buruk, bertengkar hebat dengan Jaehyun—dan memutuskan untuk pergi ke London, dan menemani sang Ayah untuk mengunjungi Suffolk.

Setelah itu pertemuan tak terduga mereka di tepi Needham Lake berakhir di bar yang berada di The Wherry Inn. Mereka tidak melakukan apapun, bahkan hingga saat ini. Namun, di akhir pertemuan mereka malam itu, Taeyong bertanya kemana dia akan pergi setelah ini—dan Ten berkata bahwa dia akan kembali ke Seoul.

Sama seperti Ten, Taeyong memiliki hubungan yang buruk. Kepergiannya ke Suffolk bersama sang istri dan kedua anaknya, jelas bukan liburan biasa. Tidak ada keluarga yang mengambil jadwal liburan sebelum musim panas.

“Where is the furthest place you’ve ever been, Lee?”

Pertanyaan itu terdengar sederhana, tidak menuntut, dan tidak membutuhkan waktu banyak untuk menjawabnya. Sekilas—pertanyaan itu bisa jadi menyenangkan, dia bisa menceritakan pengalamannya saat bekerja di Dubai, dan ia harus mengambil penerbangan pulang ke London setiap minggunya.

Dia menatap Ten yang masih menatap kosong ke arah pintu rumahnya. Begitu banyak hal yang ingin ia utarakan, begitu banyak pertanyaan yang ada di kepalanya. Kemana mereka akan pergi setelah ini? Kemana mereka akan membawa hubungan ini? Dan apakah Ten akan kembali setelah ia membuka pintu itu dan bertemu dengan pria yang dicintainya di dalam sana?

“You.”

Ten mengalihkan pandangannya ke arah Taeyong yang masih menatap langit biru di sana. Keningnya sedikit berkerut, memikirkan jawaban Taeyong yang samar. Tapi semua itu berubah ketika Taeyong menatap lekat dua matanya, dan berkata dengan suaranya yang tenang.

“You’re the farthest place I’ve ever been in my life. And I’m not going anywhere, not without you.”

Tidak ada kebohongan di sana.

Dia mungkin tidak bisa meramal akan seperti apa hubungan mereka dan takdir yang bergerak di masa depan. Tapi untuk pertama kalinya di dalam hidupnya, ia tahu apa yang dia inginkan.

Lee Taeyong akhirnya memutuskan untuk melakukan hal yang tidak pernah dia bayangkan sebelumnya. Melompat keluar dari zona nyamannya, dan menyebrangi tempat terjauh yang pernah dikunjunginya, Ten Lee.

Because first few steps of a journey can be the hardest one to take.

Limerence - TaetenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang