Kenangan

359 59 16
                                    

"Apakah kau akan terus begini, Ten?"

Tidak tahu dari mana datangnya pertanyaan itu, mendadak saja terdengar menembus malam-malam hening lagi dingin yang senantiasa ia nikmati seorang diri; tanpa Taeyong. Ten sama sekali tidak merasa ia harus bercermin sebab pria itulah yang sepatutnya berkaca pada diri sendiri, mempertanyakan pertanyaan yang seharusnya ditanyakan bukan padanya. Maka, ia diam saja, enggan menanggapi.

Walau Taeyong tidak senang dengan kebisuannya.

Dan lagi.

Satu dorongan kuat.

Ia tersungkur. Melipat lutut. Menutup kedua telinga.

Tidak. Tidak. Jangan berteriak padaku. Kau tidak seperti ini sebelumnya. Tidak. Jangan.

Tapi Taeyong tetap berteriak, bersumpah-serapah. Berkata pria itu bahwa dia lelah dengan hubungan mengesalkan semacam ini, bahwa tahun-tahun yang mereka sudah lalui tak ada artinya—tak pernah ada artinya; juga persanggamaan manis, kenangan yang bertumpuk di dada serta janji yang tampaknya berakhir pada kehampaan. Janji adalah janji; kata-kata kosong tanpa kepastian sebab waktu tak pernah mampu diprediksi (dan hati, betapa sial, mudah berbalik). Ten tetap bisu. Tak peduli pada buku-buku yang berhamburan di depan muka, rak yang bernasib sama. Lantas suara itu tiba-tiba saja lenyap seakan tak pernah ada.

Taeyong hilang.

Namun buku-buku berhamburan (dan rak terguling tak berdaya, separuh hancur karena patah). Dan ia tersungkur. Dan teriakan itu sungguh nyata. Dan darah di sudut bibirnya—

Lenyap.

Ten memandang jendela. Tirai tersibak sebagian. Ada langit malam. Gelap sekali. Ia ingin terbang ke sana. Menjadi kelam yang bisu. Maka ia melompat terbang. Meski jatuh dan hancur.

Dan patah.

Dan berdarah.

Dan mati.

Tapi Taeyong tetap hilang. Walau suara-suara menyakitkan itu terus terdengar, berulang-ulang. Lantas ia kembali mengulang kematiannya, berkali-kali.

"Jangan tolol! Kenapa kau malah menangis?!

Kau terus mengabaikanku! Sebenarnya apa maumu?

Jangan diam saja! Katakan sesuatu, Ten!

Sialan. Bicara.

Ten!"

🌀🌀🌀🌀🌀

"Apa kau mau melompat lagi?"

Kenapa aku harus melompat?

"Aku tidak akan melarangmu. Melompat saja. Mati saja. Lagi pula kau sudah mati."

Siapa?

🌀🌀🌀🌀🌀

Taeyong berselingkuh.

Sesuatu yang terdengar begitu sederhana; perselingkuhan atas dasar rasa bosan pada pasangan, bahwa dalam suatu hubungan, sesekali, boleh saja menyimpang asal tidak lupa jalan pulang. Begitulah. Taeyong enggan menjelaskan. Pria itu percaya apa yang dilakukannya bukan suatu kesalahan, yang terpenting baginya ialah tetap kembali pada Ten; seseorang yang begitu berharga dalam hidupnya, yang tetap menerimanya meski dia sebegini brengsek dan tolol (dan tak pernah mampu menahan amarah, tidak meski di depan Ten).

Taeyong yakin Ten mengerti. Selalu, selalu ada titik jenuh di setiap hubungan. Meski pria itu enggan membayangkan apa jadinya kalau Ten yang berselingkuh.

Limerence - TaetenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang