''What’s your favorite animal?” satu suara familiar, menghentikan Lee Taeyong dari layar ponselnya. Dia menatap seorang lelaki, dengan senyuman terukir di wajah sempurnanya.
“I like bears because they eat people like you.” Jika normalnya orang lain mungkin akan merasa tersinggung dengan jawaban sarkastiknya, tapi lelaki itu justru tertawa dengan tenang lalu memutuskan untuk duduk disampingnya.
“Good one, but I think people are more like horses. You race as hard as you can and then half go to the stud farm, and half go to the glue factory.” Mendengar perkataan lelaki itu, membuatnya tertawa dan tersadar bahwa ini adalah pertemuan mereka yang pertama setelah berbelas-belas tahun lalu.
“Happy to see you back, Lee.” Bisiknya sambil mengambil satu gelas wine dari pelayan yang melintas dihadapan mereka.
“Glad to know you’re still an ass, Ten.” Mendengar pria itu menyebutkan namanya, membuat lelaki itu menatapnya dengan tertarik. Dia memutarkan pandangannya memandangi pesta upacara pernikahan ini, sebelum menaruh gelas winenya di tangan Taeyong dan memutarkan bola matanya dengan bosan.
“Bisa kau bayangkan, bagaimana kita kembali bertemu setelah berbelas-belas tahun lamanya di upacara pernikahan Jaehyun dan Doyoung?”
Taeyong tersenyum singkat, mendengar kata-kata itu membuatnya kembali bernostalgia ke masa lalu dimana mereka berdua diam-diam memperjuangkan kedua orang yang kini berakhir diatas altar.
“Ketika pertama kali menerima undangannya, aku berpikir bahwa Doyoung akan menikahimu—aku sangat terkejut kau tidak berakhir dengannya. Ini selalu menjadi mimpimu—menikah bersama Doyoung.” Masih segar di ingatan Ten, bagaimana setiap harinya dia akan berhadapan dengan pria dingin itu untuk berdebat bahwa Doyoung dan Jaehyun tidak boleh bersatu.
“Aku selalu berpikir kau akan berakhir dengan Jaehyun—dengan sifat gila dan brengsekmu ketika masa kuliah, sulit untuk membayangkan bahwa kau akan melepaskan apa yang kau inginkan ke orang lain.”
Mereka berdua tidak pernah bersahabat, bahkan walau semua orang menebak bahwa mereka berdua menjalin hubungan yang lebih—Taeyong dan Ten jauh dari kata itu. Mereka berdua hanyalah dua orang yang berusaha untuk memperjuangkan apa yang mereka inginkan.
“Ya, hingga sekarang aku masih ingin membakar pesta pernikahan ini. Namun, setelah melihatmu duduk sendiri disini, menangisi takdir yang kejam. Aku rasa, aku akan baik-baik saja.”
Walau wajahnya terlihat bercanda, tapi Taeyong tahu bahwa Ten mengumpulkan semua kekuatan yang dia punya untuk menghadiri upacara pernikahan seseorang yang benar-benar dia inginkan dalam hidupnya.
Dia sempat mendengar kabar bahwa Ten berhasil mendapatkan Jaehyun, memiliki apa yang dia inginkan. Dia ingin bertanya lebih mengapa Ten berada disini, dengan semua kemungkinan dan kesempatan yang bisa dia dapatkan untuk bersanding di sisi Jaehyun hari ini.
Namun dia tahu bahwa semuanya tidak berjalan dengan baik, ketika dia menatap bola mata indah itu menatapnya dengan kosong.
“You always love him, you both love each other.” Ucap Taeyong ketika dia melihat Jaehyun berjalan menuju altar dengan pandangannya yang lurus menatap Ten. Untuk beberapa saat tatapan Ten terpaku kepada Jaehyun, sebelum akhirnya dia mengalihkan pandangannya kearah lain dan tersenyum singkat kepada Taeyong.
“No. We almost loved once,” ucapnya sambil mengingit bibir bawahnya, membuka kembali tumpukan kenangan yang berusaha dia lupakan selama ini.
“It was our eyes meeting across a crowded room, and him helping me with a tricky math problem, and grinning when I got it right. And feeling electrified every time our bodies brused against each other.”
Taeyong membiarkan dirinya tenggelam dalam suara Ten yang menenangkan, suara yang selalu diam-diam dia harapkan untuk selalu menemaninya ketika dia melalui masa-masa sulit dalam hidupnya.
“Almost love is the worst. It’s full of what-ifs and I-wishes. When you know it could’ve worked under different circumstances, it tears you apart.” Ten menegak wine nya hingga habis sebelum kembali menatap Jaehyun yang sudah berdiri di altar dengan senyuman hangat yang selalu disukainya, menanti seorang lelaki yang dicintainya—dan lelaki itu bukan dirinya.
“Almost love hurts. But if anyone could be my almost-lover, I’m glad it was him.” Ten menutup ucapannya dengan sebuah senyuman ringan di wajahnya, dia telah memasang kembali pertahanannya, tanpa membiarkan Taeyong menyadarinya.
“Don’t worry, you’ll get used to it.”
Ten menatap Taeyong untuk beberapa saat setelah mendengar kata-kata itu, dia tertawa kecil seakan tidak percaya apa yang Taeyong ucapkan.
“No, no you don’t get it. Loving someone that doesn’t love back is one thing. But loving someone who you think loves you back, then finding out they never did is a completely different thing. It crushes you. You think everything is great, and you’re so happy, then everything is ripped right out from underneath you. It hurts like hell, and you’ll never get it until you experience it.”
Ten mengakhiri kata-katanya dengan meninggalkan tempat itu, dia tidak ingin berdebat dengan seorang pria yang bahkan tidak pernah berjuang untuk mendapatkan apa yang dia inginkan.
Baru ketika dia akan berjalan keluar dari sana, dia merasakan Taeyong mengenggam tangannya dengan erat—dan detik berikutnya dia bisa mendengar suara pria itu berbisik dengan rendah.
“I know how it feels, because I always love you, Ten.”
Dimana setelah itu dia bisa merasakan tangan itu terlepas dari genggamannya, meninggalkannya dengan sebuah kebenaran yang terkuak.
Prolog
Taeyong menyulut satu batang rokok dengan pemantik yang dia bawa di saku jasnya. Upacara pernikahan telah selesai, Jaehyun dan Doyoung tidak bisa menyembunyikan kebahagiaan mereka. Taeyong memberikan senyuman terakhirnya, kepada Jaehyun sebelum melangkah keluar meninggalkan tempat itu.
Pikirannya masih melayang kepada Ten, lelaki yang selama ini dia inginkan. Bukan Doyoung—bukan juga lelaki lain. Doyoung hanyalah alasannya, agar dia bisa berbicara dengan lelaki sempurna itu lebih dari dua kata. Dia tahu bahwa Doyoung selalu menyukai Jaehyun, dan bagaimana Ten selalu menginginkan pria itu.
Dia masih bisa mengingat bagaimana wajah Ten tersenyum bahagia ketika dia mengatakan bahwa dia akan mengejar Doyoung dan membiarkan Ten mendapatkan Jaehyun.
Mungkin itu adalah hal terbodoh yang pernah dia lakukan dalam hidupnya, dan penyesalan terbesarnya mungkin karena dia tidak pernah mengatakan kebenaran itu lebih cepat.
Taeyong menarik lintingan rokoknya dengan dalam, dan mengeluarkan asap yang mengepul dari rongga dadanya ke udara.
Untuk beberapa saat dia berpikir bahwa dia bisa memulai segalanya dari awal dengan Ten, tapi dia tahu bahwa kisahnya telah tenggelam di belakang sana. Bahwa dirinya dan Ten, tidak akan pernah bersama.
“Hey, what’s your favorite animal?”
Sebuah suara kembali menarik perhatiannya, ketika dia melihat Ten berdiri tidak jauh darinya dengan senyuman ringannya.
“I like horse.” Jawab Taeyong tanpa mengubah posisi mereka berdua. Lelaki itu menatap Taeyong untuk beberapa saat, sebelum tersenyum indah—jenis senyuman yang selalu disukainya.
“Do you want to pet a horse with me?” Ten membiarkan Taeyong mendekat ke arahnya, sebelum merangkul tubuhnya, dan berbisik dengan suara rendahnya.
“Yes, as long as I get to hear your shit everyday.” Bisiknya dengan kecupan singkat di kening Ten, yang membuat lelaki itu tertawa dengan lepas sebelum kembali membicarakan tentang jenis kuda yang akan mereka beli.
Bagi Lee Taeyong mungkin ini semua hanyalah mimpi, tapi untuk beberapa saat dia merasa bahwa dia telah mendapatkan semua yang dia inginkan di dunia ini.
Dan untuknya, dia telah mendapatkan Ten.
