“Apakah kau sudah menerima bunganya?”
Ten menatap bouquet bunga peonny yang
tengah ia pegang. Sangat cantik. Dengan senyum yang masih enggan meninggalkan bibirnya, Ten menjawab,“sudah. Sangat cantik. Terimakasih, Taeyong hyung.”
“Tidak lebih cantik darimu, Sayang.” Meskipun hanya lewat telepon, kalimat itu tetap saja mampu membuat kedua pipi Ten bersemu merah. Lelaki itu kembali menatap bunganya. Bunga secantik ini tidak lebih cantik darinya? Ah, laki-laki itu memang perayu ulung.
“Berhentilah mengatakan hal yang tidak-tidak.” Ten berpura-pura kesal, meskipun ia tetap tersenyum ketika mengatakannya. Toh, Taeyong tak akan melihatnya, bukan?
Di seberang sana Taeyong terkekeh pelan. Bahkan dengar mendengar kekehan Taeyong pun Ten dapat membayangkan betapa tampannya laki-laki yang dua tahun belakangan menjadi kekasihnya.
Dua tahun menjadi kekasih dari Lee Taeyong adalah dua tahun yang membahagiakan baginya. Laki-laki itu, yang nampak sangat dingin di hadapan orang lain, dapat menjadi sosok yang berbeda ketika bersamanya. Taeyong adalah tipikal laki-laki idaman setiap wanita ataupun pria. Semua perlakuannya dapat membuatmu merasa menjadi orang paling beruntung di dunia. Seperti hari ini misalnya, meskipun jauh darinya—Taeyong kini tengah berada di luar kota selama sebulan karena urusan pekerjaan— laki-laki itu tetap mengiriminya bunga. Oh ya, apakah aku sudah memberitahumu? Taeyong setiap hari selalu mengirim bunga terhitung sejak dua minggu lalu ketika ia meninggalkan Seoul.
“Tennie, katakan mana yang lebih kau sukai, putih atau merah?”
Ten diam sejenak dan berpikir, kemudian menjawab, “merah.”
“Baiklah jika kau memilih merah.”
“Ada apa dengan warna merah?”
“Tidak ada.”
Masih dengan ponsel yang ia jepit di antara bahu dan telinganya, Ten berjalan menghampiri meja. Ia meraih vas bunga yang cukup besar, kemudian menata rangkaian bunga itu ke dalam vas. Berkat Taeyong, kini ia jadi memiliki pekerjaan baru: mengganti bunga hias di ruang tengah setiap hari. Padahal biasanya bunga itu hanya perlu diganti tiga hingga empat kali sehari. Ten jadi mulai berpikir bahwa hal tersebut cukup boros. Terlepas dari Taeyong yang mungkin tidak akan jatuh miskin karena memberinya bunga setiap hari, laki-laki itu seharusnya mulai menabung sekarang untuk biaya pernikahan mereka.
“hyung, you should stop wasting your money for sending me these random flowers. ”
“Apa kau tak menyukainya?”
“Bukan masalah itu, aku menyukainya—
“Nah, kau menyukainya bukan? Ah, aku harus pergi sekarang. I’ll call you later. Bye, Darl.”
Belum sempat Ten menjawab, Taeyong sudah terlebih dahulu mematikan teleponnya. Menyisakan Ten yang hanya bisa bergumam tidak jelas merutuki kekasihnya yang semena-mena.
🌀🌀🌀🌀🌀
Lee Taeyong memang laki-laki yang keras kepala. Laki-laki itu selalu saja melakukan apapun yang dia anggap benar meskipun orang lain sudah melarangnya. Sama seperti pagi ini saat Ten mendapati a box of red roses yang dikirim dengan jasa kurir. Dan lagi-lagi, Ten hanya bisa tersenyum dengan rona merah di kedua pipinya saat membaca sebuah kalimat yang tertulis dalam kartu ucapan,
It is not random if it makes you smile. I love you.
-LTY-Ah, Taeyong memang benar-benar… lovable? Seketika itu juga, Ten rasa ia berharap Taeyong ada di hadapannya sehingga ia bisa memeluk laki-laki itu dan menghujaminya dengan kecupan karena gemas. Rasanya, Ten bisa jatuh cinta berkali-kali pada lelaki itu dengan setiap perlakuan manisnya. Oh ayolah, jatuh cinta dengan laki-laki seperti Taeyong tidaklah sulit.
Dengan senyuman yang tak hentinya mengembang, Ten bergegas masuk ke kamarnya dan mencari ponselnya. Begitu ia menemukan ponselnya, lelaki itu segera mengetik sebuah pesan untuk Taeyong.
Guess what I wear today! It’s a smile you gave me. Thankyou for the smile. I love you too.
Tak lama setelah pesan itu terkirim, ponsel Ten berdering.
Taeyong hyung is calling. Dan Ten tak bisa menyembunyikan kebahagiaannya yang membuncah melalui sebuah senyuman lebar.
