Aku adalah setitik nila pada belangga susumu menyebar—merusak, menghancurkan!
titik ini tak memiliki arti, namun ia akan membayangimu sampai mati
dan kau akan mengerti, Taeyong, bahwa hadirku pada malam-malammu lebih dari sekadar mimpiKau mungkin nyaris sempurna; akulah nyaris itu
Aku tidak mengajarimu derita, kau sudah memilikinya sejak semula
Aku mengajarimu benci. Kau baru tahu ini, bukan?
Maka tunjukkanlah berengut di antara kedua lengkung alis itu, bunuh aku dengan tatapanmu, dengan sentuhanmu, dengan kecupanmu, dengan—Aku serupa noda di atas tirai ebony-mu
Ketika itu, ketika kau memilih untuk menyerah pada instingmu saja
Dua semestinya menjadi satu, tapi kita adalah ribuan rintik hujan yang menjelma badai besar
Kita adalah perpaduan terbaik dari hal-hal terburuk; tetap saja, aku hanyalah noda pada tirai ebony-muAda saat-saat di mana kau ingin bermain peran
Kau akan menjadi diriku, aku akan menjadi mata kananmu
Simbol kuasa beserta kejatuhanmu, simbol keagungan sekaligus sengsaramu
Kau menyembunyikanku dengan helaian kertas dan mantra; dalam bisik, berharap: "aku tidak ingin kehilanganmu"Tapi aku adalah kesalahan untuk setiap pilihan dalam hidupmu
Lebih salah dari caramu memasang topeng aktor di hadapan mereka semua
(karena kau tak pernah bisa melakukannya di depanku, tidak akan jika jejak-jejak kebencianmu masih selalu tergurat dengan begitu mudahnya. Aku juga membencimu, kau tahu?
Aku juga menginginkanmu, kau tahu?)Aku adalah setitik nila pada belangga susumu;
adalah cacat untuk purnamu
adalah noda untuk kesempurnaanmu.
Aku adalah hasrat-mu.(Maka dari itu, Taeyong, singkirkan dunia barumu; bunuh aku dalam rengkuhanmu.)