Bahagianya mempunyai suami seorang paranormal.
[1.]
"Aku melihat di masa depan nanti; kita berdua akan membangun rumah-tangga. Jadi mau tidak mau, kita berdua pasti akan menikah."
Jauh dari ekspresi bahagia, momen sakral pada kala itu malah diisi dengan hening canggung yang panjang.
.
.
.
[2.]
Makan malam adalah saat-saat paling krusial. Ditemani meja bundar bertaplak ornamen bunga. Kursi-kursi kayu jati tinggi yang berdiri saling berhadapan. Lampu remang bergantung rendah di atas kepala. Dan sebuah vas kurus yang menampung bunga anggrek putih di tengah-tengah meja; hadiah pernikahan dari Johnny, keponakan sang suami tercinta, untuk ikrar sehidup-semati Paman dan teman satu kampusnya dalam ikatan perkawinan.
Momen-momen kehangatan di meja makan yang mungil dan diwarnai kasih sayang itu akan sangat terasa; terutama jika dilaksanakan sehabis pulang kerja yang suntuk dan membosankan, atau selepas menjalani kewajiban menjadi budak rumahan seharian. Khusus yang terakhir, Ten yang selalu kena batunya.
Ten Lee, masih dua puluh tahun, sudah berstatus istri dari dosen mapan tiga puluhan pemegang jurusan Sejarah. Tanpa diduga, Ten adalah istri yang—mendadak—bahagia ketika pada hari itu sang kepala rumah tangga akhirnya bersikeras untuk memasak makan malam.
Waktu itu pukul delapan malam dan Ten baru mulai masak. Untuk ukuran seorang istri ideal, mungkin Ten bukan yang terbaik, tapi sebagai suami yang baru menjalani pernikahan April lalu, Taeyong tak pernah merasa kekurangan.
Bau ikannya sudah tercium hingga ke ruang tamu. Taeyong masuk ke dapur yang didominasi interior kayu mahogani tanpa menegur, melepaskan ikatan dasi hitam yang melilit di leher dengan sekali tarikan lalu menghampiri Ten yang berdiri membelakanginya dengan apron terikat.
Ten sejenak lupa berkata-kata ketika melihat Taeyong mengambil spatula dari tangannya dan mulai mengoseng tanpa bersuara. Di mata Ten, Taeyong adalah sosok menggairahkan ketika melakukan hal apapun. Di mata Ten, Taeyong adalah sosok sempurna.
Selama tiga bulan menjalani bahtera rumah tangga dengan Taeyong, Ten tahu banyak hal. Selain urusan ranjang, Taeyong ternyata juga ahli dalam bidang masak-memasak. Dan sebagai pakar kebersihan sekaligus satu-satunya ahli botani di rumah—serta pembantu tetap—kebetulan Taeyong juga seorang paranormal hebat.
Bukan perkiraan Ten jika akan ditakdirkan memiliki suami yang menggoda iman dan multi-fungsi seperti ini.
Dua puluh menit kemudian, piring besar dengan ikan gurame goreng serta acar-acar menumpuk di mangkuk kecil telah tersaji di atas meja.
.
"Jangan menatapku ketika sedang makan."
"Eh?" Ten mendongak. Sendok terhenti di udara.
Tapi Taeyong masih makan dengan khusyuk.
"Maaf?" Ten memastikan suaminya tidak gila.
"Aku tidak sedang berbicara padamu. Tapi itu yang di sebelahmu."
"… Oh."
Ten paham. Di sebelahnya memang ada kursi kosong dan Taeyong sudah terbiasa bergosip dengan makhluk astral.
"Sudah berapa lama kau tinggal di sini tanpa memakai celana dalam?"
Ten masih makan dengan khusyuk.
"Ten, kali ini aku berbicara padamu."
.
.
.