Talk Me Down

842 120 7
                                    

So come over now and talk me down

Ada satu waktu dimana Lee Taeyong begitu tertarik mendengar perbincangan dengan Ten Lee. Teman satu apartemennya. Dia membeli apartemen itu sekitar dua tahun yang lalu, dari seorang makelar properti yang berjanji bahwa prospek wilayah di apartemen itu akan menjadi nilai tinggi untuk investasi di masa depan.

Apartemen itu berada di wilayah strategis. Dekat dengan gedung-gedung perkantoran, ada Starbucks yang buka selama 24 jam tidak jauh dari gedung apartemennya. Juga, toko bakery yang menjual aneka pastry dan jus buah dari Capri Sun.

“Kau tidak bisa berharap bahwa semua orang memperlakukanmu dengan baik.” Ten Lee, menghisap satu batang rokok dari Yves Saint Laurent . Dia merendahkan sedikit tubuhnya ketika mendengar denting nyaring dari microwave, dan mengambil lasagna yang dibawa Taeyong.
Tidak jelas bagaimana awalnya. Dia mengalami kesulitan dalam membayar sinking fund apartemennya.

Apartemennya termasuk dalam jajaran gedung mewah, dan memiliki biaya perawatan yang cukup mahal untuk setiap bulannya. Lalu berbekal dengan pengalaman minim yang dia lihat dalam satu film Hollywood
—dia memutuskan untuk menyewakan kamar tamunya melalui iklan di Internet.
Hasilnya luar biasa menyenangkan. Dalam bayangannya dia berpikir bahwa dia akan mendapatkan roommate seorang kriminal atau
drug dealer, tapi ketika dia melihat Ten berdiri di depan pintu apartemennya. Dia percaya bahwa Tuhan telah mengirimkan kasihnya untuknya ke dunia ini.

“Aku memperlakukanmu dengan sangat baik. Tapi kenapa kau bersikap brengsek dengan menggunakan kamarku untuk menyimpan kekasih-kekasihmu selama aku tidak ada?”

Benar.

Ketika membuka pintu kamarnya dari perjalanan bisnis yang melelahkan, dia memikirkan hal yang sangat sederhana. Dirinya, air hangat, dan tempat tidur. Tapi dia menemukan seorang pria (yang dia tebak sebagai satu dari ribuan kekasih milik Ten) tengah asik bersandar di atas tempat tidurnya.

“Well, kindness doesn’t cost a thing, but you can bankrupt yourself giving it to people who don’t value it.” Ten mengecup pipi Taeyong. Kecupan selamat datang. Mereka tidak memiliki hubungan spesial, hanya saja Ten memang jenis pria yang seperti itu.

“Just enough stubble I can light a match off my cheek.” Dia berguman saat bibir Ten menyentuh wajahnya. Normalnya, semua orang akan berpikir bahwa mereka adalah sepasang kekasih yang tengah dimabuk cinta. Atau tengah melalui masa picisan, walau sebenarnya, itu hanyalah cara Ten menunjukan afeksinya terhadap orang lain—melalui sentuhan.

Oh.

“No, it’s just funny how the same words take on a whole different meaning depending on the person saying them.” Taeyong menerima suapan lasagna yang diberikan Ten. Setidaknya perjalanan bisnis yang diambilnya memakan waktu sekitar tujuh belas hari lebih. Dia merindukan temannya yang satu ini.
Taeyong kemudian membalas kecupan Ten, dengan menyapukan ciuman singkat di kening lelaki itu.

Oh, he smells like flowers powder—and home.

“I appreciate the bad in you, but it’s the men you’ve slept with—that I can’t stand.” Taeyong menjawab sedikit menggerutu. Sekarang, dia harus memikirkan cara bagaimana mengunci kamarnya ketika dia tidak berada disini.

“I’m sorry I interrupted your intervention to complain about my problems. But Honey, are you jealous?” Ten tersenyum menggoda, dia melahap potongan lasagna pertamanya dengan hikmat. Mendengar suara Ten yang memanggilnya dengan begitu kasual membuatnya semakin jengkel.

“I have this roommate. If he was a dog, he’d be some kind of Spaniel and that’s all I’m going to say about it.” Taeyong menjawab dengan asal, ibu jarinya mengusap ujung bibir Ten yang terdapat sebercak saus dari lasagna.

Melihat pemuda itu menatapnya dengan senang, selalu berhasil membuatnya melupakan kekesalannya begitu saja. Lupakan tentang Ten yang memiliki hubungan polyamorous, dan ribuan kekasihnya diluar sana. Bagi Taeyong, Ten Lee tetap seperti bubuk bunga Chamomile yang menyenangkan.

“What kind of Spaniel though?” dia bertanya dengan senyuman sugestifnya. Di dalam kepala Taeyong, dia tahu kemana ini akan berjalan.

Ten menatap Taeyong dengan intens, dia menggigit bibir bawahnya ketika Taeyong berjalan mendekat ke arahnya.
Dalam satu gerakan, Taeyong menarik tubuh ramping Ten ke dalam pelukannya, dan berbisik dengan suara yang sangat rendah—namun cukup membuat Ten tersenyum.

“The prettier ones.”

Dan setelah itu Taeyong merasakan Ten mencium bibirnya dengan lembut, membuat sebuah gerakan yang sangat lambat hingga dia mendorong tubuh Ten ke atas tempat tidurnya.

Taeyong melepaskan bibirnya dari lelaki itu, menatapnya dalam-dalam—ditutup oleh sebuah umpatan yang cukup keras untuk didengar oleh keduanya.

“Shit, I’m a trash for you.”
Lalu dengan satu gerakan, kini Ten berada di atas tubuhnya—menyapukan sebuah kecupan lembut di bibirnya. Taeyong tidak mengerti mengapa dia bisa berakhir dalam situasi yang sangat dibencinya— friends with benefits. Tapi dia tahu dia tidak bisa meminta lebih dari lelaki yang tidak ingin terikat seperti Ten.

“I’ve missed you as well. Welcome home, honey.”

Ada satu waktu dimana Taeyong sangat membenci Ten, adalah ketika lelaki itu menganggunya, membuatnya jengkel, dan menariknya keluar dari zona nyamannya.
Namun, ada satu hal yang membuat dirinya mempertahankannya sebagai roommate, dan tidak menendang lelaki itu keluar dari apartemennya—karena Ten Lee selalu berhasil membuatnya tersenyum tanpa sebuah alasan.

Because he'ss worth every bit of the trouble. He continuously finds himself within him.
That’s all he needs.

[FOOTNOTE]
[1] SPANIEL: A TYPE OF GUN DOG.
[2] POLYAMOROUS: THE STATE OF HAVING MULTIPLE SEXUALLY OR ROMANTICALLY COMMITTED RELATIONSHIPS AT THE SAME TIME, WITH THE CONSENT OF ALL PARTNERS INVOLVED.
[3] SINKING FUND: SOMETIMES CALLED A RESERVE FUND, THIS IS FOR EMERGENCIES AND FUTURE MAJOR CAPITAL WORKS ON COMMON PROPERTY.

Limerence - TaetenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang