Sebuah Malam

295 42 8
                                        

Sebuah malam.

"Banyak sekali bintangnya." Ten menunjuk ke atas. "Ingin rasanya kutelan satu-satu."

"Agar?"

"Agar langit malam tidak rusuh dan berantakan."

Taeyong berkata, agak berteriak. "Mau sampai kapan kau di situ? Ayo lanjutkan perjalanan."

Ten melompat dari kap mobil. Tangannya menggenggam gelas kopi yang telah kosong dan melemparnya ke tempat sampah. Ia membuka pintu mobil sebelah kanan. "Giliranku yang mengemudi."

Taeyong tidak banyak bicara. Ia berpindah dan ketika kunci diputar, telunjuknya dengan cepat menyalakan radio, jarinya memutar volume, ketukan lagunya diwakilkan oleh pucuk-pucuk spektrum. Musik yang dilantunkan adalah Sensual Seduction oleh penyanyi hiphop Amerika. Taeyong sedikit membola.

"Nakal."

"Hmm? Apa?" tanya Ten. Ia selesai mengalung sabuk pengaman.

"Lagunya nakal."

"Sepertimu?"

"Tahu saja."

Ten tertawa dan mulai menekan pedal gas. Kepalanya melenggak mengikuti alunan lagu yang disuguhkan, terkadang diikuti senandung.

"Mungkin karena sudah malam, mereka berani memutar lagu sensual." Taeyong membuka kancing-kancing kemeja. Angin malam masuk dari jendela yang terbuka dan mengibarnya. "Ah, segar."

Tidak sengaja Ten melirik. "H-hei! Aku sedang mengemudi!"

Ia menabrak tumpukan batu, membuat bokong keduanya terangkat bersamaan.

Taeyong terkekeh. "Yang benar mengemudinya, Tennie."

"Ini semua salahmu."

Bibir Taeyong menyeringai. Tangannya bertumpu di sisi jendela; menatap ke luar. Rambutnya berkibar disapu angin. "Kau ini, seperti tidak pernah melihat dadaku saja."

"Bukan begitu maksudku. Ini sudah malam, aku khawatir kau masuk angin."

"Oh, manisnya." Taeyong mengeluarkan setengah tubuhnya dari jendela mobil dan berteriak. '' Ten Lee adalah kekasih paling terbaik!"

"Astaga."

Wajah Ten bercampur antara geli dan malu bersamaan, ditambah rona merah, sudah menyerupai tomat saja.

Tidak berlangsung lama setelah teriakan, kaki menekan gas mendadak dan meter kecepatan bertambah secara drastis.

"Hati-hati, sayangku," ujar Taeyong dengan nada meledek sambil mengancing kembali kemeja.

"Kau sudah gila, ya?!"

"Sepertinya."

Kecepatan berangsur menurun. Taeyong melirik. Wajah pria di sebelahnya merah membara. Lantas ia terkikik.

"Bajingan kau, Taeyong."

Tapi Taeyong bergerak mendekat, menghirup aroma dari ceruk leher Ten, mengecupnya singkat.

Menjilat.

Mengigit.

Mobil berhenti tiba-tiba. Kepala Ten terantuk setir, ia mengaduh sakit.

"Hei, Taeyong. Kau mau kucarikan hotel?"

Sambil terus mengusap belakang kepala, Taeyong berkata. "Aku sedang tidak ingin merebah di kasur saat ini."

"Baiklah."

Mesin mobil kembali menyala. Melaju dengan kecepatan ringan. Rodanya membawa ke celah sempit antara dua bangunan menjulang tinggi. Kunci diputar berlawanan, cahaya lampu kekuningan sirna.

Taeyong terkekeh. "Nah, begitu maksudku."

Ten beranjak, duduk di pangkuannya, menghadap.

Dan sebuah malam berakhir dengan elegan.

Limerence - TaetenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang