Ten mengintip diam-diam dari balik selimut pada minggu pagi. Dekat kaca berukuran besar di kamar mereka, ada Taeyong yang menatap pantulan tubuhnya sambil bernyanyi. Kaus putih, dan celana pendek warna hitam yang dikenakan masih sama seperti kemarin malam. Ten bisa menebak Taeyong bangun tidak jauh lebih pagi darinya.
"A sweet and tasty candy bar!" Taeyong menoleh tiba-tiba. Bergaya dengan kedua tangan seolah-olah menembak ke arah kasur, tepat di mana Ten berbaring.
Kegiatannya sudah tepergok sepasang netra legam yang indah.Ten tidak bisa lagi mengelak, berusaha untuk pura-pura tidur hanya akan membuatnya terlihat bodoh. Dari balik selimut, dia tertawa pelan. Kakinya turun menapak lantai, wajah menoleh ke arah Taeyong yang kini melangkah mendekat dengan senyum di bibir.
"Apa aku membangunkanmu?" Taeyong menaikkan sebelah alis. Kedua telapak tangan digunakan untuk menumpu beban tubuhnya yang dicondongkan sengaja pada tepi kasur.
"Tidak," bohong Ten. Dia memang terbangun karena Taeyong, tapi tidak merasa terganggu sama sekali.
Taeyong menyeringai tipis. Tubuhnya dibanting ke atas kasur, lalu kedua tangan mencengkram ujung kemeja yang dikenakan Ten. "Pembohong," katanya.
Ten tertawa. Ikut merebah pada kasur, detik selanjutnya memposisikan tubuh ke samping menghadap Taeyong. "Mau kubuatkan roti isi untuk sarapan?"
"Sama seperti kemarin? Tidak terima kasih. Rasanya sangat menjijikkan." Taeyong membalik tubuhnya dengan sengaja memunggungi. Namun tidak melepas cengkram tangan pada ujung kemeja Ten.
"Lalu, kau mau apa? Katakan saja dan akan kubuatkan untukmu."
Taeyong diam tidak menjawab, bahkan saat Ten mengecup lembut pundaknya dari belakang.
"Hyung ?" tegas Ten.
"Aku mau ..., permen," sahut Taeyong pelan. Bahkan terdengar seperti bisik di akhir kalimat.
"Huh? Kau bisa katakan sekali lagi? Aku tidak begitu mendengarnya dengan jelas." Ten mengernyit. Membalikkan tubuh ke posisi awal, kali ini matanya mantap menatap lurus ke arah Ten. "Permen," ulang Taeyong.
"Itu bukan sarapan yang baik untukmu hyung, tapi aku juga tahu kepalamu yang lebih keras daripada batu tidak bisa kulawan. Baiklah. Ganti pakaianmu, dan tunggu aku di meja makan. Nanti kubelikan beberapa permen dari minimarket." Ten baru saja hendak memijakkan lagi kakinya ke lantai. Namun tarikan kencang yang berasal dari ujung kemeja membuat gerak tubuhnya berhenti.
"Bukan permen yang itu, Ten"
Saat Ten menoleh, menatap Taeyong sekali lagi untuk memastikan, dia tahu seringai tipis pada bibir pria itu memiliki maksud tertentu.