["If anyone else were to kiss me, all they would taste is your name."]
―Clementine von Radics
Beginilah cara dia membencimu:vending machine yang dilayangkan seolah tanpa beban, rambu jalan yang dicabut seperti memanen ubi jalar, kerutan di dahinya dan pipinya dan bibirnya, saat namamu diucap dalam lolongan tajam yang panjang, yang pada tiap silabel sengaja diberi penekanan.
Kau menjentikkan pisau lipat di antara jemari sebagai isyarat tanpa kata untuk mengundangnya datang padamu, mengejarmu hingga sudut-sudut tergelap. Kadang kau memasang perangkap, kadang kau hanya akan lenyap di antara bangunan tinggi seperti asap. Toh ia akan tetap memberikan usaha terbaiknya supaya bisa mematahkan tulangmu atau meremukkan abdomenmu atau minimal mengoyak daging berbalut kulit pucatmu. Karena begitulah cara dia memanifestasikan kebenciannya padamu—
seperti pijar api yang membenci air, seperti kelam malam yang membenci mentari, seperti, seperti kau yang membencinya dengan segenap hati.
🌀🌀🌀🌀🌀
Beginilah cara dia membencimu pertama kali:
dalam balutan jas hijau yang lusuh, kelam artifisial yang digoyangkan angin, serta sepasang lengan yang hendak menghancurkan wajah seseorang di hadapannya; menghancurkan wajahmu.
Kau menyingkir dengan gesit. Bersyukurlah untuk kelincahan yang dimiliki tubuhmu, tanpanya kau akan mati saat masih berusia dini. Lain kali mungkin kau perlu juga memberi Johnny pembalasan setimpal atas inisiatifnya memperkenalkan kalian. Sungguh.
Sebab untuk yang kedua kalinya dan ketiga kalinya, dan kesekian kalinya, dan seterusnya (kau kehilangan hitunganmu di minggu ketiga) perkelahian sudah tidak cukup untuk mendefinisikan aktivitas macam apa yang kerap kalian lakukan ketika sengaja atau tidak, bertatap muka. Ini adalah perburuan dan kaulah mangsanya.
Kau sudah mengerti bahwa ia berbahaya, berbahaya, melebihi perwujudan dari segala hal yang pernah dan belum sempat terbayangkan di dalam mimpi-mimpi terburukmu. Ia berbahaya. Seperti penawar untuk racunmu, apoptosis untuk sel-sel matimu, dan ia tak akan berhenti sampai kau lenyap sama sekali. Kau membencinya yang membencimu. Kau ingin menghancurkannya yang bersikeras menghancurkanmu.
Kau terlambat menyadari bahwa ia adalah monster. Bukan saja karena ia sanggup menghempaskan sedan ke arahmu, tetapi sama seperti dia yang tak bisa menghilangkanmu dari dalam dunianya, kau juga tak mampu menyangkal eksistensinya dari semestamu.
Ia adalah monster egomu, antitesamu, musuh terbesar dari iblis yang bersemayam di dalam dirimu.
Barangkali, itulah alasan ia diciptakan. Barangkali, dialah alasan kau diciptakan.
🌀🌀🌀🌀🌀
Beginilah cara dia membencimu kala itu:
cengkeraman di kerah gakuran, pisau yang kau hunuskan di sebelah tangan, sedang dinding di sisi wajahmu hancur berantakan. Atau dari sisi lain: lengan dia yang penuh goresan pisau, darahnya yang menetes seperti permulaan hujan, sedang cahaya senja menimpakan diri pada helaian kelamnya yang di matamu nampak menyilaukan; sempurna dan menyilaukan.
Tangannya berpindah pada lehermu, dan kau kira, kau kira, kau sangat ketakutan, sebab peganganmu pada pisau bergetar. Kakimu (dan bibirmu, dan napasmu) ikut bergetar ketika tangan dia yang satunya berputar lewat tengkukmu, naik sampai ke telinga.
Pisaumu terjatuh, dan kau tak mengerti kenapa kau masih sanggup berdiri ketika napasmu ia curi.
Persetan dengan mereka yang mengatakan ciuman pertama semanis gula yang bersalut madu; kau sama sekali tak mencecap rasa itu. Yang kau rasakan sama sekali lain, sama sekali berbeda; seperti luka yang tak berdarah, seperti lebam yang tak membiru.
