Step Back

237 46 15
                                    

"Aku akan datang jam delapan."

Ten memutus sambungan telepon. Sambil tersenyum, ia kembali menyibukkan diri dengan berbagai bahan masakan—sebagian besar didominasi oleh tomat dan sayur-sayuran. Ten tidak pandai memasak, masakan Taeyong jauh lebih nikmat daripada masakannya.

Tapi ia sudah berusaha selama seminggu penuh untuk dapat menghasilkan makanan yang sedap di lidah. Berkat les memasak yang digagas dadakan oleh Doyoung, setidaknya masakan Ten sedikit lebih baik.

Dengan cekatan, ia mengiris-ngiris wortel tipis-tipis. Sesekali sudut matanya melirik jam dinding. Masih satu jam sebelum Taeyong datang. Ten tidak pernah merasa bersemangat seperti ini. Dia tiba-tiba saja ingin mempersembahkan sesuatu yang membuat hari jadi ketiga tahun ini menjadi menyenangkan, lebih menyenangkan dari tahun kemarin.

Ten ingin membuat Taeyong betah berlama-lama di apartemennya. Sebab, kata Doyoung, yang membuat seseorang bertahan lama dalam hubungan adalah perut yang penuh. Mengenyangkan perut kekasih dengan makanan lezat adalah hal wajib. Ten merasa menyesal karena selama ini ia hanya bermanja-manja pada Taeyong.

Tema menu makanan malam ini adalah tomat. Ten meraih tomat ceri lalu menusuknya dengan tusukan sate. Selain tomat, ia juga memasukkan sosis dan paprika secara selang-seling. Setelah dilumuri minyak zaitun beserta bawang putih, Ten memangganggnya di atas bara api. Sambil memasak, tak lupa, ia memutar musik ballad agar proses memasak tidak terasa lama.

Sambil menunggu tomat panggang berubah warna, Ten mengambil piring besar untuk diletakkan selada, kentang dan tomat yang sudah diiris-iris di atasnya. Ia menaburi salad itu dengan keju agar lebih nikmat—ini saran dari Doyoung. Empat tusuk tomat panggang sudah matang, ia meletakkannya di piring, lalu dilumuri saus tomat.

Semua bahan masakan sudah terpakai, hanya tersisa enam buah tomat. Ten menggunakan tomat-tomat itu untuk dibuat jus segar. Ia memblendernya bersama es batu yang sudah dihancurkan.

Ten meletakkan piring-piring berisi makanan di atas meja makan. Ia meraih lilin dalam gelas dan menyalakannya setelah menaruhnya di tengah-tengah meja makan. Ten tersenyum puas melihat hasil kerja kerasnya. Ia melirik ke arah jam dinding. Masih tersisa waktu lima belas menit lagi. Ten memanfaatkan sisa waktu itu untuk mematut diri di depan cermin. Ia merapikan rambutnya dan menyemprot parfum agar tak tercium bau minyak atau keringat.

Ten kembali ke meja makan. Ia duduk dengan tenang, menunggu Taeyong. Ia menyempatkan diri mengirim pesan singkat bahwa semuanya sudah siap. Ten menunggu dengan tak sabaran. Ia memainkan permainan dalam ponsel pintarnya.

Waktu bergerak lambat. Ten menguap. Matanya mulai terasa berat. Ia lelap di atas meja, kepala bersandar pada dua tangan yang terlipat.

Taeyong…?

Dia melihat kedatangan Taeyong. Pria tampan itu membawa seikat bunga. Keduanya makan malam bersama. Hingga lilin padam, makanan habis tak bersisa.

🌀🌀🌀🌀🌀

Taeyong tidak datang. Ten terbangun dan tidak menemukan siapapun. Ia melihat makanan masih utuh di atas meja. Semuanya sudah dingin.

Ten memijit pelipis kepala. Dilihatnya jam dinding. Sudah pukul dua dini hari. Ia mengecek ponsel, tak ada pesan masuk ataupun panggilan tak terjawab. Ten mendesah. Kesal, ia mencoba menghubungi Taeyong namun tak ada jawaban. Ia melangkah gontai ke arah wastafel, membasuh wajah.

Dengan naif, ia berpikir, hari jadi ketiga tahun kali ini akan lebih menyenangkan dari tahun kemarin. Ini bahkan lebih buruk dari hari biasa. Ten menutup wajah dengan kedua telapak tangan.

Rasanya ingin menangis.

Ten tersentak saat ponselnya berbunyi. Ia bergegas kembali ke meja makan. Panggilan masuk dari Taeyong. Jantungnya berdegup kencang.

"Taeyong hyung…?"

"Ten, maafkan aku."

Ten tahu Taeyong tidak bisa datang. Ia mencengkram ponselnya sendiri. Ingin sekali Ten memaki bahwa ia sudah melakukan ini-itu untuk mempersiapkan hari ini. Tapi Ten tak mengatakan apapun, ia selalu tak menyuarakan apa yang ia ingin suarakan. Ten hanya bisa diam … dan menunggu.

"Istriku—" suara Taeyong tercekat. "Dia melahirkan."

Ten menutup sambungan secara sepihak. Matanya mulai berair. Ia memutuskan untuk membuang seluruh makanan ke tempat sampah.

Seharusnya Ten mengakhiri hubungannya dengan Taeyong setelah pria itu memutuskan untuk menikah tahun lalu.

Ten tak pernah seperti ini tapi ia sudah tak mampu menahan-nahannya lebih lama lagi. Ia terisak tanpa suara. Dan memutuskan untuk mengakhiri segalanya.


Taeyong hyung


…kita akhiri saja semuanya.


Limerence - TaetenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang