Tootsies

353 73 1
                                    

Taeyong tidak pernah mau menerima alasan dari kekasihnya.

Saat dia kembali ke apartemen mereka, dan menemukan Ten tengah berada di atas sofa coklat kesayanganya—dia tidak bisa menahan dirinya untuk tidak mencium bibir kekasihnya itu.

Masalahnya, Ten bukanlah lelaki yang menyukai affection yang di tunjukan oleh Taeyong. Dia lebih memilih menyebut dirinya sebagai lelaki yang independen dan menyukai sisi dewasa seorang pria.

Jadi hal-hal yang dilakukan Taeyong, seperti mencium keningnya setiap pagi—mengecup bibirnya ketika mereka tengah berbicara saat menikmati makan malam, dan pelukan hangat yang di berikan pria itu akan membuat Ten jengkel setengah mati.

Tidak terkecuali detik ini, Taeyong merendahkan wajahnya ke arah Ten—lalu dia bisa menyaksikan bagaimana tatapan Ten yang berubah menjadi sedikit jengkel, tapi dia memilih untuk mengacuhkanya dan mencium bibir Ten dengan lembut.

Kekasihnya tidak bereaksi, dia hanya mematung disana—dan membiarkan Taeyong mengerjakan semuanya. Melalui raut wajahnya, Taeyong bisa menebak dia akan mendapatkan pembicaraan tanpa akhir tentang bagaimana seharusnya dia bersikap sedikit lebih dewasa.

“Aku tidak akan berhenti menciummu hanya karena kau tidak menyukainya. Kau tahu, aku adalah pria yang menyukai hal-hal manis seperti ini.”

Ten menatap kekasihnya dengan gusar. Satu atau dua kali, dia sempat berpikir mengapa dia bisa berakhir dengan pria kekanak-kanakan seperti Taeyong. Jauh dari kriterianya.

“Oh, God! Look at that face. You look like my next mistake. Definitely.” Taeyong mengecup singkat bibir Ten, ketika dia menyadari bahwa kekasihnya itu akan memberikanya kritik tajam.

“Oh baiklah, aku selalu salah. Kau memang tidak pernah menyukaiku, apa ini karena wajahku yang tidak memenuhi ekspetasimu?”

Saat mereka berargumen, Taeyong akan memulai argumentasinya dengan menggunakan wajahnya—dan Ten akan menjadi pihak yang tersudut. Taeyong melepaskan pelukanya dari Ten dan memunggungi lelaki itu.

“Kau sungguh benar-benar ingin memulai argumen ini?”

Taeyong tidak menjawab, dia hanya menaikan satu alisnya bersiap mendengarkan satu alasan lagi dari Ten. Si pembuat alasan, keluar dari masalah dengan seribu alasanya. Dia pikir kekasihnya memiliki keahlian bersilat lidah yang menakjubkan.

“Ini bukan masalah wajahmu,”

Taeyong menarik nafasnya dengan tidak tertarik, sebentar lagi pasti Ten akan mengeluarkan kata-kata yang paling masuk akal untuk membuatnya berhenti merajuk.

“I went to dentist this morning, and I can’t feel my bottom lip—and I was upset to the fact you keep insisting to kiss me, because I can’t feel your kiss and your magnificent lips. And you’re such a great kisser, I really really love your lips, it’s not like I’m sort of—”

Kata-kata Ten terputus di udara saat dia merasakan Taeyong memeluk tubuhnya, dan pria itu mengecupnya dengan lembut walaupun dia tidak bisa merasakan pergerakan di bawah bibirnya.

Taeyong tersenyum manis, jenis senyuman yang selalu berhasil membuat wajahnya merona merah tanpa pria itu sadari—Taeyong mengecup bibirnya sekali lagi sebelum dia berbisik dengan lembut di telinga Ten.

“Claiming you don’t want it because it’s out of your reach, is a lie that even you yourself won’t believe. Because you are freaking in love with my lips.”

Setelah itu dia merasakan wajahnya sedikit memanas, dan suara tawa kemenangan dari Taeyong yang berhasil membuatnya merona merah karena perkataanya.

Karena Taeyong tidak akan pernah mau menerima alasan dari Ten, terutama di bagian bahwa lelaki itu sangat mengingikan dirinya.

Limerence - TaetenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang