Sepucuk Surat Dan Senjata Api

303 67 4
                                    

Taeyong mengusap moncong pistolnya menggunakan kain perca.

"Aku tahu kau seorang polisi, tapi apakah kau harus membersihkannya di saat seperti ini?"

Tak ada maksud tersembunyi dari balik pertanyaan Johnny, sama sekali. Taeyong bisu sejenak, tidak tahu kenapa ia merasa tak perlu menjawab pertanyaan itu. Johnny lantas memutar kursi ke arah meja bar, memesan sebotol bir bulan, kemudian dituangkan ke dalam gelas miliknya dan milik Taeyong. Taeyong menghitung, sudah berapa sloki ia meminum minuman memabukkan itu? Tapi aku belum mabuk, pikirnya. Jadi tidak masalah.

Moncong pistol terlihat mengkilat. Taeyong lalu meletakannya di samping gelas. Mendadak ia merasa perlu menjawab—atau, atau ia memiliki jawaban paling bagus untuk pertanyaan Johnny barusan. "Aku harus membersihkannya. Dia bakal menemaniku minum-minum."

Johnny nyaris tersendak. "Pistolmu?"

"Ya, pistolku."

Pistol tersebut tampak biasa saja. Standar. Tidak ada sesuatu yang istimewa selain fungsinya yang dapat menyelamatkan nyawa atau melenyapkan nyawa—atau di antara keduanya; yang terpenting dari itu semua ialah si pistol mampu menghentikan kejahatan, setidaknya untuk sementara waktu ketika moncongnya meledak memuntahkan pelor ke udara (kemudian, sambil terkencing-kencing, para perusuh berlari kelimpungan sebelum akhirnya ditangkap—khusus untuk penjahat kelas kakap, peluru bakal meluncur melintasi betis, atau paha, atau perut, atau kalau sedang sial, dada, sehabis itu mampus tanpa perlu dipenjara).

Seperti pedang bermata dua. Taeyong tersenyum gamang.

Johnny nyaris mabuk. Tapi kesadaran masih ada. Satu pertanyaan lain di luar kendali akal sehatnya terucap tanpa terasa. Taeyong seakan dikutuk mendengar pertanyaan itu.

🌀🌀🌀🌀🌀

Ten berselingkuh.

Atau, demikianlah yang tertangkap mata Taeyong sore itu. Ia melihatnya tengah tersenyum manis (senyum yang tak pernah ia lihat sebelumnya, Taeyong enggan mengakui, tapi senyum itu merupakan senyuman bahagia, terlebih ditambah rona kemerahan dikedua pipi dengan mata yang agak menyipit). Ten tidak pernah tersenyum seperti itu kepadanya. Tapi lelaki itu justru tersenyum begitu indahnya kepada lelaki lain. Hatinya semakin terbakar tatkala melihat tangan mereka saling bertautan.

Dan berciuman di stasiun kereta.

Siapa lelaki sialan yang berani menciummu itu?

Taeyonh tidak berani meminta penjelasan saat itu juga. Ia takut akan mendengar sesuatu yang tidak ingin didengarnya, demi Tuhan. Ia sama sekali tidak ingin berpisah dengan Ten—bagaimanapun caranya, Ten yang harus berpisah dengan lelaki sialan itu. Taeyong hilang akal. Ia menenggelamkan diri bersama botol-botol minuman. Rokok-rokok, batang demi batang, bungkus demi bungkus. Ia tak henti ditegur atasan di kepolisian karena lalai dalam menjalankan tugas, membuat satu-dua penjahat berhasil kabur. Dalam keremangan hatinya yang perlahan semakin pekat itu, Taeyong nyaris kehilangan pekerjaan. Dan kewarasan.

Ten biasa saja. Lelaki itu bahkan tidak terlihat seakan tengah menyembunyikan dosa. Tak ada yang berubah. Ciuman tetap terasa manis, persanggamaan tetap menggairahkan. Tapi dalam sudut pandang Taeyong, Ten terlihat begitu berbeda. Ia selalu dihantui bayang-bayang persetubuhan yang mungkin saja dilakukan Ten dan lelaki sialan itu tanpa sepengetahuannya, bayang-bayang Ten yang mendesah-desah karena digagahi lelaki lain … Taeyong tak mampu lagi. Pada akhirnya, ia selalu gagal melanjutkan percintaan. Ia selalu berhenti di tengah jalan—semakin hari, bayangan mengerikan itu semakin jelas.

Taeyong merasa tersiksa. Dan ia semakin tersiksa melihat Ten yang seakan tanpa dosa.

Lagi, untuk ketiga kali, Taeyong memergoki Ten tengah berjalan-jalan bersama si lelaki sialan. Ada sesuatu yang bergejolak di dalam dadanya; api kemarahan. Ia tergiur untuk meledakkan kepala si lelaki brengsek itu, berkali-kali kalau perlu. Sampai mampus. Sampai isi kepalanya berhamburan. Taeyong mengusap pistol yang tersemat di sabuk kanannya. Hendak ia keluarkan, hendak ia letuskan. Tapi tidak dilakukannya.

Limerence - TaetenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang