Melankolis

413 85 12
                                    

In life we all have an unspeakable secret, an irreversible regret, an unreachable dream,
…and unforgettable love.
[—Diego Marchi]

"Ten."

Ten sedang mengancingkan kancing kemeja keempat ketika Taeyong memanggilnya dengan suara berat. Ia menoleh ke arah pria itu, sebelah alisnya terangkat, bertanya non-verbal.

"Menurutmu … aku ini bagaimana?"

Ten mengernyit sebelum tertawa. Ini pertama kalinya seorang Taeyong yang acuh tak acuh, menyebalkan dan kasar (senang bersikap semaunya seenaknya) bertanya mengenai bagaimana dia itu. Ten tidak bisa percaya pada pendengarannya (atau pada bibir Taeyong, kedua-duanya sama saja). Tapi untuk menghargai kekasihnya, maka ia pun bicara.

"Apakah kau peduli pada pandangan orang lain terhadapmu?"

"Tidak—maksudku, hanya kau saja."

Ten tersenyum. "Menurutku kau istimewa."

"Tapi aku kasar, Ten, Kadang aku melukaimu."

"Nah, apakah kau mencintaiku?"

Taeyong terdiam, barangkali tidak paham bagaimana bisa percakapan ini sampai mengenai cinta. Taeyong memandang Ten. "Ya, tentu saja."

Ten tersenyum lagi. "Aku tidak masalah dengan segala sifat negatifmu, hyung, asal kau tetap mencintaiku dan berada di sampingku."

Melihat senyum cerah Ten membuat Taeyong merasa entah. Tiba-tiba saja Taeyong ingin memeluk Ten. Ini pertama kalinya ia merasa begitu mencintai seseorang sampai tak ingin melepasnya pergi. Mendadak Taeyong merasa takut, takut sekali. Ia tak pernah membayangkan dirinya akan sebegini ketakutan. Dan dengan alasan tidak jelas pula.

"Ten, maafkan aku."

Ten tertawa. Ia berceletuk betapa Taeyong tidak menjadi dirinya sendiri hari ini. Ten mendekat lalu memeluk Taeyong.

"Hari ini kau benar-benar aneh, hyung. Tapi tidak apa-apa. Aku mencintaimu, cinta sekali."

Untuk kali pertama, Taeyong tidak membalas pernyataan cinta Ten.

🌀🌀🌀🌀🌀

Penata rias sibuk memoles wajah Ten. Ten sedikit merasa tidak nyaman ketika harus dipaksa mengenakan pelembab bibir. Kadang tanpa sadar ia mengelapnya atau menjilatinya hingga harus dimarahi penata rias dan kembali dipaksa dipolesi pelembab bibir. Ten agak murung, ia sendiri tidak begitu mengerti alasannya.

"Tinggal satu adegan lagi. Bersabarlah, Ten."

"Ya, ya," jawab Ten malas pada si penata rias.

Hari ini ada iklan yang akan dibintanginya. Ia sudah mempersiapkan segalanya jauh-jauh hari, sebab, ini adalah pengalaman pertamanya membintangi sebuah iklan. Biasanya wajah Ten hanya akrab dengan majalah modeling, tapi kali ini wajahnya akan muncul di layar televisi. Ten agak gugup. Tapi bukan itu alasan kenapa ia murung.

"Mungkin karena Taeyong hyung…" Ten tidak melanjutkan kalimatnya.

Salah seorang kru memanggil. Ten berdiri dan bergegas menghampiri. Ini adegan terakhir. Sebentar lagi ia bisa pulang dan beristirahat.

Limerence - TaetenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang