Semua bermula dari lelehan es krim stroberi.
Tatkala latihan tambahan para trio usai, mendadak saja, Taeyong menawarkan diri untuk membeli es krim. Jilatan demi jilatan dilancarkan, kesegaran di penghujung hari setelah latihan yang melelahkan. Mereka menikmati es krim bersama di bukit belakang sekolah (sambil melihat bintang, lalu berbaring kalau sudah tandas). Taeyong duduk paling belakang bersama Ten. Lalu es krim meleleh, membasahi jari-jemari. Taeyong tanpa sengaja menjilati jari-jemari Ten.
"Hyung—"
Taeyong berbisik. "Tidak ada yang akan melihat."
Tanpa kesengajaan yang membawa serta hal-hal krusial lain.
"Bukan itu masalahnya."
"Lalu apa?"
"Aku jijik."
Johnny berdiri, menggeliat. Taeyong menjauhkan wajah dari jari-jemari Ten yang basah. Johnny berseru hendak mandi dan segera tidur. Yuta melompat, mengikuti Johnny. Keduanya bicara mengenai persoalan gosok menggosok punggung. Jaehyun tertarik dan ikut serta. Doyoung pasrah mengekori. Taeyong berkata akan menyusul nanti setelah menghabiskan es krimnya (padahal sudah habis sejak tadi, hanya Ten yang belum).
Keganjilan malam itu, betapa aneh, tidak terasa ganjil bagi keduanya. Barangkali karena mereka sering melempar tatapan penuh afeksi—atau sentuhan-sentuhan tak disengaja ketika latihan tambahan, atau … atau karena Taeyong terlalu banyak melempar senyum pada Ten (senyuman yang tak mampu diabaikan dengan mudah). Ten membiarkan ketika Taeyong kembali menjilati jari-jemarinya, bahkan sampai tahap menghisap. Sepasang mata kelabu tajam memandang, seolah berkata 'lihat aku, lihat aku' sehingga Ten tidak memiliki pilihan selain melihat Taeyong yang tengah menjilatinya.
Lalu Taeyong mengecup bibir Ten.
"Kenapa?"
"Karena raut wajahmu seperti meminta kecupan dariku."
"Aku tidak—"
"Ya. Kau menunjukannya dengan jelas, Tennie."
"Taeyong hyung…"
"Sekarang kau menunjukannya lagi."
Kecupan kembali mendarat. Lebih lama, lebih dalam. Ten tidak pernah dikecup ataupun mengecup seseorang. Ini adalah pengalaman pertama baginya. Ia tidak mengerti tapi nalurinya mengikuti permainan. Saling memagut, membelit lidah, menyatukan air liur. Ten selalu berpikir betapa berciuman merupakan sesuatu yang jorok dan menjijikan. Namun, setelah merasakannya sendiri, ia justru mengabaikan pemikiran soal kehigienisan beserta bakteri-bakteri dan tetek-bengek lainnya. Ten terlalu menikmati—atau Taeyong terlalu ahli.
Mereka selalu melakukannya. Berciuman. Taeyong senang karena Ten tidak menolak. Ten sendiri heran kenapa ia tidak mempermasalahkan hal itu. Tidak apa-apa. Hanya ciuman. Lagi pula ia tidak kehilangan sesuatu—tak ada ruginya. Selama kamp musim panas, entah sudah berapa kali keduanya menyatukan bibir. Ten menjadi sedikit ahli. Ia mampu membalas permainan lidah Taeyong. Setelah bergulat lidah, keduanya selalu berakhir saling memandang lalu tertawa seakan yang demikian itu hal biasa.
"Aku jadi penasaran bagaimana rasanya mencium Jaehyun."
"Kau ingin mencobanya, Ten?"
"Menurutmu?"
"Tidak. Kau tidak akan mencobanya—kau tidak boleh mencobanya."
"Kenapa begitu."
Taeyong bisu.
Ten menunggu.
"Karena masih ada aku." Jawaban yang tidak meyakinkan. Ten meninju pelan perut Taeyong. Taeyong pura-pura mengaduh kesakitan. Ten melangkah, hendak meninggalkan ruangan gimnasium yang sudah sepi. Tapi lengan Taeyong melingkari lehernya, menahan. Lalu keduanya kembali berciuman.