Hidup tanpa tantangan itu membosankan; tidak seru, begitu kata Taeyong. Saat berada dalam mobil menuju hotel tadi, Ten sempat mengutarakan kecemasannya, soal kelangsungan hubungan mereka.
Karir Taeyong sebagai penyanyi sedang naik daun, kepopulerannya merebak di mana-mana. Sementara mereka diam-diam menjalin hubungan terlarang. Sebagai manajer, Ten tidak layak meneruti ego dan memanfaatkan kesempatan dalam kesempitan seperti ini.
Sekarang, lihat ... siapa yang tengah terjebak dalam suite room hotel bintang lima ini dengan kegelisahan sama seperti Rapunzel yang berusaha mencari jalan keluar dari puncak menara?
Bisa-bisanya dia memikirkan analogi menyedihkan itu, bahkan saat sang pangeran berada dekat di sini?
Ten berdiri menempelkan telapak tangan pada partisi kaca. Gemerlap lampu dari gedung-gedung itu bagai percikan cahaya yang mewarnai kanvas langit malam. Bunyi petasan mulai terdengar bersahutan. Beberapa menit menuju pergantian tahun. Lampu-lampu itu akan padam sebentar lagi, digantikan oleh pancarona kembang api.
Ten menghela napas, gelisah. Detik-detik terakhir tahun ini akan segera berlalu. Dan dia malah memikirkan hal yang tidak perlu.
Tiba-tiba, kaca besar dengan bingkai panorama malam itu memantulkan bayangan Taeyong, Ten tersadar. Mengapa hanya memikirkan diri sendiri? Bukankah dia punya Taeyong?
Taeyong melangkah dengan tenang. Ia mengenakan jubah mandi terbaik. Air menetes dari pelipisnya yang basah. Dengan handuk tersampir di bahu, sesekali digunakan untuk mengeringkan rambut, dia mendekat pada Ten.
Taeyong tidak perlu penjelasan untuk tahu kegelisahan Ten. "Kenapa?" tanya Taeyong. "Kau sudah tahu yang seperti ini akan terjadi. Ketakutanmu berlebihan, Ten."
Betul bahwa Taeyong menyukai tantangan. Tepat satu tahun lalu pertemuan mereka. Tanpa basa-basi, Taeyong mengungkapkan ketertarikannya pada lelaki itu. Mereka sepakat menjalin hubungan. Padahal segala jenis ikatan di luar pertemanan itu dilarang━syarat dari agensi. Akan tetapi, Taeyong tidak dapat menahan diri untuk tidak melanggar. Masalah kapan skandal ini akan bocor ke publik, yang mana berarti ancaman bagi karirnya, itu mudah diatasi.
Kalau nanti ya nanti. Jalani saja dulu yang sekarang, katanya dulu saat menenangkan kekhawatiran lelaki itu.
"Kenapa, katamu?"
Suara Ten bergetar. Mungkin sama sepertinya, perasaan mereka berdua terlanjur susah dilepas.
"Seharusnya aku yang bertanya begitu ..."
Ten memutar tubuh, menghadap Taeyong, mencermati ekspersi lelaki itu dari samping.
Dia masih belum mengerti mengapa satu tahun lalu, persetujuan itu meluncur begitu saja, tanpa memikirkan konsekuensi seperti yang kemudian dialaminya sendiri. Menjalin hubungan diam-diam, bersikap se-profesional mungkin saat berada di lingkungan kantor dan ranah publik. Sekarang, dia sudah tahu, hubungan diam-diam ini menyusahkan, dan kecemasannya muncul kembali, setelah sekian lama berhasil ditekan.
"Kenapa dulu kau memilihku?"
Sebab Taeyong bisa saja memilih, di antara ratusan fans wanitanya, atau para staf dan rekan sesama artis, banyak yang lebih rupawan dan menonjol dari Ten. Kenapa Taeyong justru memilih dirinya?
Sementara lampu-lampu telah padam, terdengar bunyi denting lonceng yang tenggelam dalam kemeriahan kembang api. Pukul dua belas tepat ....
Taeyong agak terperangah mendengar pertanyaan itu. Tak sanggup menguasai diri. Tahu-tahu, dalam sepersekian detik, dia menarik tangan Ten. Dalam sekali hentakan, Taeyong sudah terhempas di atas kursi berlengan. Ten terdorong, jatuh terduduk di pangkuannya.
"Kenapa aku memilihmu?"
Taeyong mengulang pertanyaan itu. Pipi dan dagu Ten ditangkup dalam satu belaian lembut. Dia mengunci pandangan mereka berdua. Menghirup aroma musk yang menyeruak. Memabukkan. Juga hangat hembusan napasnya. Lalu matanya yang berwarna coklat. Sepasang mata itu seperti monokrom foto tua yang menyimpan banyak cerita.
"Itu karena kamu adalah dirimu, Ten."
Ten masih terlalu terkejut atas perlakuan Taeyong barusan. Meskipun mereka sering melakukan keintiman yang lebih dari ini, tetapi dia masih belum terbiasa. Seolah perekat itu sangat kuat, di atas pangkuan Taeyong yang hangat dan lembut.
"Aa ..."
Ten terbata. Kalimatnya tersendat di ujung lidah. Tak sanggup berkata-kata.
Di luar, pesta kembang api masih berlangsung memamerkan kemegahannya. Percikan warna merah, kuning, ungu hingga biru, bergantian mewarnai angkasa, seperti bunga mekar yang layu━lenyap dalam sedetik. Keindahan yang singkat, tetapi membekas dalam ingatan.
Ten telah mendapatkan apa yang diinginkan. Tahu-tahu, dia sudah memasrahkan diri jatuh dalam dekapan lelaki itu. Yang dirasakannya, saat kening mereka bersentuhan, saat tangannya terkalung di leher Taeyong, saat ledakan kembang api memantul dalam mata coklat itu━pekat seperti kedalaman lautan yang selalu menariknya tenggelam━Ten dihujani oleh kehangatan, dan perasaan mereka jauh lebih menggelora dari euphoria manapun.
Ten luruh saat bibir mereka bertautan. Dia hanya perlu percaya bahwa Taeyong sanggup menjaganya━menjamin masa depan mereka. Layaknya pesta kembang api di luar sana, cinta mereka menyatu dalam percikan paling indah sepanjang malam.