Innocence

267 47 5
                                        

Gangsta universe

Taeyong tahu getirnya dunia bawah.

Langit malam seakan manyalak kencang dan mengundang cengkraman dari malaikat kematian. Manusia-manusia tak ada daya bergegas mengunci pintu rumah pukul delapan. Mereka menggiring anak-anak seumpama kerbau untuk sembunyi di dalam kandang kayu berbau pesing. Tak sedikit dari mereka yang lelap di bawah bayang-bayang segunduk mayat di esok pagi—yang barangkali tercecer di depan pintu.

Satu nyawa seharga lampu lima watt. Redup dan cepat tewas. Barang siapa yang dengan gagah berani berdiri di tengah jalan dengan pistol di tangan, maka akan mudah bagi orang-orang untuk menghitung mundur. Satu bulan, satu minggu, ataukah hari itu juga si gagah berani kehilangan kepala.

Taeyong bukan si gagah berani. Ia penggerak malam—yang menarik pelatuk, mengayun pedang, melempar nyawa orang dengan mata nyalang. Semua tunduk. Tak ada polisi yang berani bermain-main dengannya, jutsru mereka pemberi komando atas tindakan Taeyong membersihkan tikus-tikus sampah. Polisi di zaman brengsek ini adalah sekumpulan orang-orang bernyali botol yang gemar sembunyi di balik punggung para penggerak malam.

Seo Johnny merupakan contoh nyata. Pria itu menyalakan rokok dengan gerakan santai. Di bawah kakinya terdapat satu potong kepala entah milik siapa. Johnny menyaksikan Taeyong dalam diam, sepasang matanya bergerak-gerak liar.

Satu ayunan pedang memutuskan tangan seseorang. Taeyong melompat dan kembali mengayunkan pedangnya, kali ini tepat ke leher si tangan buntung hingga kepalanya ikut buntung dan menggelinding. Dari sudut lain pria berdasi kupu-kupu siaga dengan senapan di tangan. Taeyong menarik pelatuk dan bau mesiu melesat mengenai dahi si pria berdasi kupu-kupu.

Johnny menyesap rokoknya dalam-dalam. Partikel mengandung racun menguar di udara, keluar dari lubang hidung. Johnny mengulas senyum.

"Sapu bersih tikus-tikus got itu, Taeyong."

Taeyong membersihkannya. Sekian nyawa melayang di tangannya. Tumpukan mayat tanpa kepala, tanpa tangan, tanpa kaki, atau isi perut yang terburai, menjadi pijakan untuk Taeyong berdiri dengan kejam di atasnya. Taeyong melakukan pekerjaan dengan cara yang animalistik. Tak ada belas kasih, tak ada tunda-menunda. Sekali tebas hilanglah satu nyawa. Ia bukan pria penggerak malam yang senang menyiksa targetnya. Ia sesungguhnya adalah pria pemalas yang ingin cepat-cepat menyelesaikan pekerjaan agar bisa kembali duduk santai di balkon kamar atau di depan televisi bersama secangkir teh hitam di tangan.

Taeyong adalah pribadi sederhana, wajahnya tidak diciptakan untuk tersenyum. Ia bukan tipe orang yang banyak berpikir—bahkan, barangkali, ia tak pernah benar-benar memikirkan apapun. Hidupnya berfokus pada dunia bawah. Taeyong tidak bertanya mengapa, karena ia tahu ia hanya akan mendapat pertanyaan yang sama setelah satu perkara terjawab. Mungkin sudah merupakan suratan takdir bahwa hidupnya adalah untuk menjadi pesuruh para petinggi untuk menyingkirkan sekian ekor manusia yang tak disenangi.

Johnny bertepuk tangan. Senyum lebar tergambar di wajahnya. Taeyong melompat, lalu melangkah pelan menghampiri si polisi penakut. Sepasang mata hitam Taeyong menyala di antara kegelapan malam, haus akan darah dan pertempuran.

"Lima puluh ribu dollar," ucapnya dengan nada dalam, membuat siapapun takluk oleh hawa takut.

Johnny membuka pintu mobil, mencari-cari amplop besar berwarna krem. Pria itu melemparkan amplop tersebut ke arah Taeyong. Ia menangkapnya dengan mudah. Johnny melipat tangan di depan dada.

"Kurang dari ini, akan kujadikan kepalamu sebagai hiasan di ruang tamu."

Johnny mendengus. "Ayolah, kita sudah sering bekerjasama. Kau boleh menghitung jumlahnya di depanku sekarang juga."

Limerence - TaetenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang