His kiss tasted like winter, and I knew the seasons had changed and things would never be the same again. Spring wouldn’t come this time.
Ten Lee memiliki mata cokelat terindah yang pernah aku lihat.
Jenis mata indah yang akan membuat orang-orang terkesima dan tenggelam di dalamnya untuk waktu yang sangat lama. Jenis mata yang bersinar keemasan di bawah sinar matahari, tapi terlihat gelap pada hari yang mendung.
Dan ketika dia menatap seseorang, dia akan menyeringai dan membuat mata cokelatnya terlihat lebih hidup. Jenis pandangan yang setiap orang tahu bahwa itu akan menyeret mereka ke dalam sebuah masalah yang serius dikedepannya.
Tapi bagaimanapun juga tidak ada yang keberatan tentang hal itu, karena setiap detiknya Ten menawarkan sebuah petualangan yang menyenangkan, betapapun seberapa buruk konsekuensinya.
Jadi saat dia bertanya kepadaku, tentang apakah aku bersedia untuk menemaninya menikmati hangatnya waffle dan baggle di suatu hari, di penghujung akhir pekan—aku harus memintanya mengulang kata-katanya lebih dari tiga kali.
Dia berkata itu sebagai ajakan sebuah kencan, dia mengucapkannya dengan sangat kasual.
“Aku menyukaimu, bagaimana jika setelah ini kita mulai berkencan?”
Dia selalu seperti itu.
Membuat semua pria tidak berdaya hanya dengan kata-kata sederhananya.
Aku begitu terkejut, aku tidak bisa mempercayai bahwa ini takdirku. Aku berterimakasih kepada kekuatan apapun yang berada di dunia ini, untuk mengizinkan diriku memiliki seorang lelaki seperti dirinya.Rambutnya tebal, halus, dan berwarna hitam, sekelam malam. Rambutnya selalu terlihat menakjubkan, walaupun dia selalu berkata sebaliknya.
“Terlalu kasar, dan terlalu sulit untuk diatur.” Tapi itu semua tidak pernah merubah fakta bahwa rambut hitam kelam nya selalu sempurna dalam situasi apapun.
Suara lembutnya ketika memanggil namaku, selalu berhasil membuatku terhentak dan menghentikan apapun yang tengah kulakukan untuk memandang wajahnya.
“Taeyong hyung, I’m not a good human. I don’t mean to say I’m a bad person, rather that I’m not wired right. I’m not good at being human.”
Kulitnya bersinar putih pucat, dan jari-jari lentik itu begitu menarik untuk di genggam.
Dia sudah terlihat sempurna tanpa harus banyak berusaha—dia bisa saja mengenakan kaus lusuh dengan celana sobek, namun semua orang akan tetap memalingkan pandangan mereka untuk menatapnya.
Terlebih ia memiliki bibir plump terindah yang pernah aku rasakan.
Lelucuan dan gurauannya terdengar mengerikan dan tidak lucu, tapi itu semua tidak pernah gagal untuk membuatku tertawa terbahak-bahak seperti orang gila yang baru saja mendengar kata-kata tidak masuk akal.
Dia selalu menyisir helai poni nya ke belakang, dan saat poni nya terasa mulai membuatnya jengkel, dia akan selalu menarik poni nya dan membuat sebuah ikatan—memberikanku akses yang lebih mudah untuk mencium dahinya serta mengagumi betapa menggemaskannya ia.
Dia memiliki kebiasaan buruk menggigit ujung pulpennya, dan dia tidak pernah bisa menghentikan dirinya untuk membeli koleksi terbaru dari Chanel.
Sarkasmenya yang tak berujung, dengan ucapan cerdas yang bisa membuat lawan bicaranya menyesal karena telah memulai sebuah perdebatan dengan dirinya. Singkatnya, percakapan dengannya tidak pernah berakhir membosankan.
Pelukannya erat dan terasa hangat, jenis pelukan yang membuat semua orang tidak ingin meninggalkannya.
Dia sedikit arogan, selalu menunjukan apa yang dia miliki ke semua orang, dia bangga akan bakatnya dan sedikit lebih kompetitif serta dominan dibandingkan dengan orang-orang yang berada di sekitarnya.
Dia memiliki senyuman yang cantik, yang akan melingkupi diriku seola-olah dia sedang memberitahukanku sebuah rahasia. Dan ketika dia tertawa lepas, tawa itu terasa seperti sinar matahari, bunga, kupu-kupu dan semua hal indah yang bisa aku bayangkan di dunia ini.
Lalu ketika aku mencium bibir nya dengan lembut untuk pertama kalinya, rasanya tidak seperti yang pernah kurasakan sebelumnya.
His kiss tasted like winter, and I knew the seasons had changed and things would never be the same again. Spring wouldn’t come this time.
Dan kemudian dia tersenyum, matanya yang cerah berkerut di tepinya dan menatapku dengan hangat, serta tawanya yang canggung terasa seperti hembusan angin pada hari yang cerah.
Aku mencintainya.
I love Ten Lee so much.