“I’m in a great fucking mood and if you try to ruin it, I will cut you.” Itu adalah pesan terakhir yang dia berikan kepada asisten pribadinya Kim Doyoung, sebelum Doyoung keluar dari ruang kerjanya dan memanggil asisten salah satu klien penting yang telah menunggunya dari pagi.
“Aku bersumpah dia adalah klien penting yang harus kau tangani. Dia adalah orang yang berpengaruh, bukankah kau seharusnya merasa bangga karena dia memilihmu sebagai designer jas mahalnya?” Doyoung masih meyakinkan Ten Lee, bos sintingnya—yang berkerja sebagai fashion designer di sebuah brand ternama pembuat suits terbaik, Savile Row.
“Bukan masalah. Tapi jika kau membawakanku seorang lansia yang mau suit-nya dibuat dari benang emas, kau tahu harus melakukan apa. Aku setuju berada di bawah Savile Row, karena aku pikir semua yang datang adalah pria tampan pemilik perusahaan besar—jika begini, cita-citaku untuk menikahi pengusaha tampan pupus sudah.”
Ten selalu berpikir bahwa berkerja di bawah brand berkelas akan mendekatkan impiannya untuk menikah dengan pengusaha tampan. Tapi lebih dari tiga bulan dia berkerja disini, semua klien yang ditanganinya adalah pria yang berusia diatas 60 tahun.
Entah pria muda memang tidak memiliki uang untuk membuat pakaian mereka di Savile Row —atau memang dia hanya bernasib buruk.
“Dia akan datang sebentar lagi. Be nice, because he’s one of our loyal client.” Ten memutarkan matanya dengan tidak perduli mendengar ucapan asistennya, sebelum pintu itu terbuka dan seorang pria dengan senyuman sempurnanya menatapnya dengan tenang.
“Oh no—he’s hot.” Ten dengan secepat kilat bangkit dari kursinya, mengutuk dirinya sendiri mengapa dia tidak berpenampilan lebih baik hari ini. Ini sungguh bukan dirinya yang sebenarnya, dia bisa berpenampilan jauh lebih baik dari ini.
“Lee Taeyong.”
Oh, bahkan dari cara pria itu mengucapkan namanya saja sudah membuat Ten melupakan tujuan hidupnya sebagai pria yang akan menyetir sang dominan.
“You’re Mr. Ten Lee right? I’ve my reservation to you, people say you’re the best in Savile Row.” Pria sempurna calon suaminya itu—ralat, Taeyong. Dia tidak boleh terlalu menunjukan obsesinya untuk menerkam pria tampan itu, bukan?
“I’d wreck a hotel room with you .” Bisik Ten dengan mata yang masih menatap Taeyong dengan dalam. Dia membayangkan bagaimana pria itu akan membawa hubungan mereka ke tingkat yang lebih serius, dan dia bisa meninggalkan kehidupan sampah ini berserta Doyoung—asisten kesayangannya.
“Maaf, apa yang kau bilang?” Taeyong mengerutkan keningnya bingung, dia seperti mendengar kata hotel yang keluar dari bibir pria itu—tapi dengan cepat Ten tertawa, dan berkata itu adalah salah satu material untuk pembuatan suit di Savile Row.
“Jadi design apa yang kau inginkan untuk suit mu ini?” perlu sekiranya sepuluh menit untuk mengembalikan sisi profesionalnya, dia membiarkan Taeyong duduk di sebuah sofa yang berada disana.
“I thought marble cake would be harder to chew. But I guess he’s harder to chew.” Bisik Ten ketika Taeyong mulai membuka jas hitamnya, meninggalkan kemeja putih yang terpasang sempurna di tubuh atletisnya.
“Aku percaya padamu, jadi apapun pilihanmu—aku akan menyukainya.” Taeyong kembali memoleskan senyumannya dengan garis rahang sempurnanya. Jika dia sudah kehilangan akal sehatnya, mungkin kini dia telah berada diatas tubuh Taeyong—melakukan apapun yang dia inginkan.
“Jadi bagaimana jika kita mengukur lingkar tubuhmu dulu?” benar-benar pekerjaan yang menyenangkan, jika dia tahu hari ini akan tiba—dia tidak akan mungkin pernah menggerutu berkerja disini.
Taeyong dengan senang hati berdiri, menunggu Ten membawa alat pengukur. Dia memperhatikan pria itu dengan seksama, rambut hitam nya terlihat sempurna, kaus putih polosnya membingkai tubuh indahnya, dan bahkan jeans ripped nya terlihat sangat menarik.
