Ten memilih Jaehyun
Lelaki itu tidak memilihnya lagi.
Taeyong mendecih ketika pada akhirnya semua terasa jelas, terlihat jelas, ada beberapa hal yang kemudian ia tangkap dalam pandang-pandang buram. Segala hal yang telah terjadi, terasa tak berarti apa-apa lagi. Permintaan maaf Ten, omong kosong manisnya. Cih. Taeyong ingin membuang ingatan tentang senyum-senyum Ten yang seterang matahari, membakarnya bahkan di kala malam-malam telah tiba. Ia ingin menutup telinga akan gelak tawa yang selalu terdengar terlampau bahagia; segala hal tentang Ten, tentang mimpi-mimpi eksentriknya, ujaran-ujaran tak masuk akalnya, kegilaan-kegilaannya.
"Maafkan aku, Taeyong hyung." Tapi kemudian Ten berkata dalam raut wajah yang sangat bukan Ten. Di belakang sana, Jaehyun berdiri, mengatensi dengan tatap-tatap penuh seolah Taeyong akan mencuri Ten jika lengah. Melupakan kenyataan, bahwa sesungguhnya lelaki itulah yang mencuri Ten.
"Jangan minta maaf lagi." Taeyong ingin pergi dari sini secepatnya. Mungkin membawa diri kepada angin-angin petang, berbisik padanya bahwa ia ingin ikut diterbangkan, lenyapkan saja sekalian. Ia membenci hidup yang terus-terusan penuh pengkhianatan. Ia benci orang-orang di kehidupan ini. Mungkin tak ada konspirasi semesta untuknya. Lupakan saja, ia memang bukan siapa-siapa. Bahkan bagi dunianya sendiri.
"Kupikir, ada yang harus kukatakan lagi," lanjut Ten.
Taeyong tahu apa artinya ini.
"Aku tidak bisa bersamamu, Hyung."
Suatu hari di bulan Juni, Ten akhirnya berkata padanya. Di kala Taeyong merasa hidupnya mungkin akan meringan meski penuh badai-badai musim gugur, Ten datang dan memecahkan semuanya. Tanpa peringatan, tanpa uar-uar perencanaan.
Taeyong memutuskan, tak akan memercayai siapa pun lagi. Pun seorang lelaki yang ia cintai.
🌀🌀🌀🌀🌀
Pertemuan Ten dan Jaehyun memang sederhana.
Jaehyun adalah pemilik rumah sakit di mana Ten bekerja. Jaehyun mapan dan tampan. Dan juga sialan. Mulutnya penuh manis-manis madu dan mengetahui apa yang Ten inginkan. Di kala mereka berdua, Jaehyun menjanjikan Ten akan penelitian-penelitian penyakit langka. Jaehyun pun mengatakan bahwa Ten diberikan hak atas laboratorium rumah sakit, dua puluh empat jam. Bahkan jika rumah sakit telah tutup.
Sebelum seluruhnya terkonklusi dengan baik, Taeyong mengetahui segalanya. Tentang perubahan-perubahan yang mulai terjadi. Tentang Jaehyun.
Yang Taeyong tahu tentang Ten, kepala Lelaki itu penuh akan deretan-deretan logika yang rumit. Di kepalanya ada cinta, memang. Tapi Ten lebih mementingkan logika itu di atas perasaan cinta. Itulah mengapa, Taeyong membenci takdirnya, sebab di antara seluruh manusia, hatinya justru jatuh kepada Ten.
Tapi, kemudian, segalanya berubah. Mungkin dua-tiga bulan. Di kala pertemuan-pertemuan mereka akhirnya absen sama sekali. Tak ada eksistensi satu sama lain. Taeyong mengira-ngira, mungkin Ten sebenarnya lebih mencintai pekerjaannya. Ia tak butuh cinta (hanya janji-janji manis akan profesi dan mimpi-mimpi).
Ketika itu, pertemuan mereka memang berkurang kuantitasnya. Mereka seolah dibatasi, dengan profesi-profesi yang berseberangan.
Saat itu mata Ten kosong dan tak bersinar (padahal, Taeyong tak pernah melihatnya seperti ini). Tak ada senyum di bibir yang selalu tertaut kurva-kurva lebar itu.
Mata mereka kembali bertemu dalam satu tatap. Dan ketika Taeyong menaut mata Ten, ia tahu dengan pasti, ada yang berubah. Ada yang berbeda.
Ada yang berubah lagi.
🌀🌀🌀🌀🌀
Taeyong tahu bahwa cinta adalah hal paling sialan yang pernah ia rasakan.
Ketika senja di luar sana mulai meredup, Taeyong merasa angin mulai datang bermain pada kulit-kulitnya yang tak berlapis kain pakaian. Di sini, ia melihat Ten, di antara musim gugur terasa begitu pekat. Sepekat cokelat yang ia taut di mata Ten. Tatap itu penuh ketaksaan, penuh keinginan dan renjana yang telah lama hilang. Taeyong mungkin saja bisa menjadi lelaki paling sadis di dunia, tetapi, ketika hati sudah berbicara, apa yang bisa ia lakukan?
"Aku ingin kembali."
Saat ini, ia begitu ingin memeluk Ten ketika lelaki itu mengujar.
Tapi Taeyong tak mampu berkata apa-apa lagi ketika Ten berbicara, matanya yang kelabu hanya mampu menyorot raut wajah itu. Matanya, hidungnya, bibirnya, ia mengingat sensasi ketika jari-jemarinya bermain di sana, membelai lembut kepada setiap objek yang diinginkannya.
"Aku … minta maaf, ya, Hyung."
Taeyong menatap tajam, ada sengat elektris yang menghampiri dadanya.
"Aku tahu kau tak suka permintaan maaf dari seseorang yang sudah menyakitimu," Ten berkata pada tatap-tatap di mata Taeyong. Sienna-nya berkilat di balik kacamata yang begitu Taeyong kenal.
''Aku harus mengatakan ini. Aku minta maaf. Aku akan mengatakannya hingga kau percaya bahwa aku benar-benar minta maaf. Aku sudah menyakitimu, memang. Aku sudah meninggalkanmu, memang. Tapi, sekarang aku mengerti, bahwa semua itu bukanlah hal yang aku inginkan. Aku di sini dan menatapmu, hyung. Dan aku, mendapat jawabannya. Bahwa yang kuinginkan selama ini adalah dirimu."
Ten tersenyum, begitu tipis, dan di mata Taeyong segalanya terasa benar.
Senyum itu kembali, hangat-hangat mentari yang lama tak Taeyong lihat, segala renjana yang pernah Taeyong rasakan, detak-detak familier di rongga dadanya, semua kembali dalam bentuk sosok Ten di hadapannya. Mungkin Taeyong ingin mengutuk diri, berkata bahwa ia tak suka memberi kesempatan kedua ketika di masa-masa yang lalu Ten telah salah memilih. Tapi, mungkin Ten adalah pengecualian. Taeyong tak bisa dengan mudah menguar sarkasme dan kasar-kasar dan rasa mati di hatinya untuk semua ini. Taeyong tidak bisa.
Pada akhirnya, lelaki itu memilih Taeyong.
Ten memilihnya.
A/N : karena ini ff fictogemino, jadi ayo baca dari bawah ke atas.
