I'm Taking What's Mine

1K 155 10
                                    

You’re mine. Every last piece of you. I won’t let anything change that.

“Despite absolutely no witnesses and not a single shred of evidence, my boyfriend has accused me of eating a whole block of cheese!”

Ten menutup majalah VOGUE yang tengah dibacanya setelah mendengar suara kekasihnya, Taeyong—menaikkan nada suaranya dari balik meja konter dapur. Kekasihnya itu terlihat kesal setengah mati setelah Ten menuduhnya menghabiskan satu kotak besar keju Saint André.

“You know I can hear you, right?” Ten si kesayangannya , kekasihnya yang dia puja—berdiri di hadapannya dengan pandangan menusuk. Hal itu justru membuat Taeyong semakin jengkel.

“Well, you hear me now. I have no regrets.” Jika normalnya Taeyong akan mengalah dan tersenyum manis setiap kali Ten memulai penyiksaannya, tapi kini dia bersikap bahwa kehadiran Ten tidak mengancamnya sama sekali—di mana Taeyong menemukan itu sebagai hal yang menarik.

“I take it as a challenge, when I hear people say they have no regrets.” Ten melangkahkan kakinya ke depan meja konter, dan menghapuskan jaraknya dengan Taeyong. Tetap, tatapan Ten yang mengintimidasi tidak membuat Taeyong lantas menyerah.

“Don’t make me bring out the graphing calculator for counting your bullshits, hyung. Oh you know something—the jar that you bought—“
Taeyong dengan sigap menutup mulut Ten dengan tangannya. Dia membiarkan kekasihnya itu meronta dengan teriakan kesal.

“No, stop talking. The thought of you arguing over the peanut dish I bought you after six months is just unbearable.” Taeyong melepaskan tangannya dari Ten, dan membuat lelaki itu tersenyum penuh kemenangan.

“You know what? Your biggest problem is you can’t take criticism. That’s why everybody hates you, babe.” Ada banyak hal yang dibenci Taeyong dari Ten. Dia keras kepala, mengintimidasi, dan tidak bisa menerima kekalahan. Sialnya, dia terlalu mencintai lelaki itu—sungguh realita kehidupan.

Semua orang membenci sekaligus mencintainya— well—Ten adalah lelaki populer dan rupawan yang pernah menjadi kekasihnya. Bahkan hingga detik ini sahabatnya, Johnny, masih mempertanyakan mengapa Ten lebih memilih Taeyong dibandingkan dirinya untuk menjadi kekasihnya.

“Your opinion about me is just like you; completely irrelevant to me.” Ten melayangkan senyuman sarkasnya, dan kembali membaca majalahnya.

Taeyong menjulurkan lidahnya ke arah Ten yang sudah membelakanginya, membuat gerakan yang mengejeknya—tanpa tersadar bahwa Ten kini telah berbalik menatapnya dengan tatapan membunuh.

Oh, sial.

Dia tidak yakin apakah dia masih bisa menatap sinar matahari besok pagi.

“Don’t underestimate my ability to be a fucking psycho, hyung.” Ten melempar bantal sofa tepat ke wajahnya.

“Malam ini kau tidur di luar.—Ah, tidak. Malam ini kau tidur di balkon, agar kau tahu bagaimana rasanya terlelap di samping tempat sampah—tempatmu berasal.”

Taeyong menatap Ten dengan tidak percaya, lalu dia mendorong Ten ke sofa dan menatap kekasihnya dengan geram.

“Holy shit baby boy, If I keep you alive with my sweet flowing love then why you gotta sound so angry at me?!” ini pertama kalinya Taeyong berbicara kasar kepada Ten, dan mungkin dia adalah pria pertama yang berani berbicara seperti itu kepada Ten—karena pria lain justru akan memujanya dengan kata-kata memuakkan.

“I hate mean people like you. Just because you’re fucking gorgeous doesn’t mean you can be a little shit But of course I still fantasize about you, in fact, I’m fantasizing about murdering you right now.”

Taeyong mengakhiri kata-katanya dengan senyuman puas. Untuk pertama kalinya dia berani melawan kekasihnya, dan kini apa hal terburuk yang akan terjadi? Ten akan menendangnya, atau mungkin Ten akan memakinya dengan kata-kata kasar.

Namun kekasihnya itu hanya terdiam, matanya memerah menahan air mata—membuat Taeyong merasa menjadi pria paling bedebah di dunia ini.

Hey, Ten yang memulai semuanya! Dia tidak bersalah. Dia hanya mengutarkan aspirasinya dari semua pria yang pernah ditindas oleh Ten.

“Just leave hyung. Take what’s yours and leave.” Suara Ten memecah keheningan di sana. Ketika melihat kekasihnya itu menghindari tatapannya, dia tahu bahwa ini adalah kemungkinan terburuk yang akan terjadi. Berakhirnya hubungan mereka.

Untuk beberapa saat Ten masih terdiam di atas sofa itu, memikirkan berapa banyak kesalahan yang telah dia lakukan dalam hubungannya dengan Taeyong. Samar-samar dia bisa mendengar bunyi roda koper dari dalam kamarnya, bayangan Taeyong meninggalkannya akan selalu tersimpan selamanya.

Perlahan dia merasakan tangan seseorang menyentuh pundaknya, sebelum akhirnya—

“WHAT ARE YOU DOING?” Ten berteriak dengan terkejut saat Taeyong membawa tubuhnya dengan kedua tangannya.
Taeyong menatap wajah Ten selama beberapa detik dengan ekspresi wajahnya yang datar, sebelum dia mencium bibir Ten dengan lembut, dan berbisik;

“I’m taking what’s mine. Now shut up, I’m taking you out for Pizza. ”
Di mana hal itu berhasil membuat wajah Ten bersemu merah dan senyum kemenangan terpatri di wajah Taeyong.

Limerence - TaetenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang