Tactics

887 150 1
                                    

Everyone has an addiction; mine happens to be you.

Musim gugur telah tiba. Dedaunan ditaman sekolah perlahan mulai menguning—selaras dengan semburat jingga yang kini tercetak samar di kanvas langit.Lee Taeyong baru saja menapakkan kakinya diatap sekolah saat rintik hujan mulai berjatuhan dengan tenang. Sore seperti ini kelewat sendu untuk seleranya, tapi mungkin begitu sempurna untuk beberapa hal yang akan terjadi kedepannya.

Adalah Seo Johnny yang dua hari lalu mencuci otaknya, membuat Taeyong harus bersusah payah menghabiskan waktunya di atap sekolah—menantang udara dingin yang tak bisa dihalau dengan baik oleh syal hijaunya yang kelewat tipis.

Sial! Ia harus berhasil!

Lagipula, bukankah Johnny sendiri yang
mengatakan kalau kemampuan aktingnya cukup bagus?

Taeyong baru menghisap nikotinnya sekali, saat sosok yang akhir-akhir ini mengacaukan pikirannya muncul dari arah belakang. Sedikit terkejut sepertinya, tapi pemuda itu memilih menetralkan kembali ekspresinya. Tipikal Ten Lee memang.

“Ayo kita bicara!” Suara pemuda itu tertangkap jelas oleh Taeyong, tapi ia tak kunjung menjawab begitu saja—tak jua memalingkan wajahnya pada Ten.

“Tentang apa?” Taeyong tersenyum sinis.

“Tentang kita, tentang semua ini, dan tentang kau yang sekarang sudah mulai gila!” Ten meninggikan nada bicaranya, tapi Taeyong masih saja beriskap tak acuh.

“Apa yang terjadi padamu hyung ? Sejak kapan kau menyentuh benda seperti itu?”

“Ini? Ini hanya sebatang rokok Tennie. Kau berlebihan”

“Aku tidak menyukai anak laki-laki yang merokok”

“Kau tidak pernah menyukaiku dari awal” timpal Taeyong.

“Apa yang harus aku lakukan? Aku tau kau bukan orang yang seperti ini”

Taeyong kini memalingkan wajahnya pada Ten. Pemandangan seperti ini sangatlah langka, mengingat lelakinya adalah tipe orang yang akan mempertahankan argumentasinya apapun yang terjadi, dan melihat lelaki itu menyerah begitu saja, Lee Taeyong harus memanfaatkannya sebaik mungkin.

“Kalimatmu terdengar seperti sebuah tawaran” Taeyong setidaknya harus memastikan hal ini terlebih dahulu.

“Terserah bagaimana kau menangkapnya. Aku tidak suka berputar-putar, hyung”

“Lalu aku harus bagaimana?”

“Katakan saja apa yang kau mau! Johnny bilang semua ini salahku”

“Entahlah. Aku tidak tau apa yang aku inginkan. Lagipula saat kau mendaratkan telapak tanganmu dipipiku seminggu yang lalu, aku tau kau tidak menginginkanku sebesar aku menginginkanmu”

Lagi dan lagi. Taeyong terus saja menyinggung insiden yang terjadi seminggu yang lalu dan Ten mulai lelah untuk menjelaskan semuanya dari awal.

“Kau menciumku tiba-tiba dan aku benar-benar kaget”

“Kau benar! Sangat kaget sampai kau menamparku dengan keras”

Ten tak langsung melontarkan pembelaannya, ia bahkan tak yakin masih mempunyai alasan lain dalam kantung cadangannya. Bukan, bukan karena ia kesal ataupun sebal. Ten tak terbiasa dengan skinship dan lelaki itu adalah ahlinya. Taeyong adalah pacar pertamanya sedang ia mungkin adalah pacar keseratusnya. Tapi bagaiamana ia menjelaskan semuanya? Ten adalah lelaki pemalu, kelewat malu-malu sampai ia tak berani mengatakan bahwa itu adalah ciuman pertamanya. Taeyong mencuri
first kissnya dengan tiba-tiba dan ia terlalu kaget sehingga menampar Taeyong adalah satu-satunya respon yang ia berikan.

“Aku minta maaf. Apa yang harus aku lakukan untuk menebusnya?”

“Aku tidak tau Tennie. Kau selalu menjadi canduku… tapi seminggu ini nikotin tiba-tiba saja menggantikan tempatmu”

Keterlaluan! Semua ini hanya kesalahpahaman dan lelaki itu sudah menggantikan posisinya begitu saja? Dengan benda mati itu? Ten tak habis pikir dan jelas-jelas ia tak boleh tinggal diam.

Lihat saja Lee Taeyong, kali ini Ten tak akan menahan dirinya lagi.

“Ulang kalimatmu lagi setelah ini”
Ten merapatkan tubuhnya pada Taeyong, ditariknya syal yang tersampai dileher kekasihnya sampai wajah lelaki itu berada tepat dihadapannya. Ten menutup mata, ia kemudian mencium Taeyong dibibir.

“Say Lee Taeyong, which one is your addiction, my lips or the cigarette?”

Taeyong tak perlu berpikir lama, sejak awal jawabannya masih tetap dan akan selalu tetap sama. Oleh karena itu, dibuangnnya rokok tadi kesembarang arah. Taeyong meraih pinggang Ten dengan cepat sebelum mendekap pemuda itu menggunakan tangan kanannya, tangan kirinya menyentuh pipi lelakinya sebelum mempertemjkan kembali bibir mereka. Ia mengklaim sepasang bibir yang telah lama diimpikannya. Lee Taeyong mencium Ten Lee dengan segenap hatinya.

Sebenarnya, Taeyong membenci nikotin yang terasa pahit dibibirnya, tapi jika berpura-pura mencintai benda mati dalam genggamannya itu membawa ia pada situasi saat ini, Taeyong tak akan menyesal sedikitpun. Terbilang ekstrim memang, tapi ia harus berterimakasih pada Johnny nanti.

Limerence - TaetenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang