Chapter 118 (Season 2)

4.3K 834 14
                                    

Rict yang bersedekap, menatap keluar pintu kaca ruang kerja itu sesekali melirik ke meja kerjanya di mana buku ‘Sang Permaisuri’ terbuka dan bersinar-sinar. Dengan embusan napas pelan Rict berbalik dan berjalan ke meja. Menatap lembaran buku yang muncul sendiri itu.

Di sana tergambar jelas kalau Pangeran Ein sedang duduk berhadapan dengan Xain dan kembarannya yang sialan itu. Mereka membicarakan Thantiana Millesca.

Rict meremas lembaran itu dan menyentaknya hingga lepas, tetapi sesaat kemudian lembaran yang sama mulai terbentuk lagi secara ajaib. Inilah alasan Rict sangat membenci Dewa Reid.

“Teja!” Rict berteriak geram.

“Tuanku.”

Rict mengangkat kepalanya pada sapaan itu. “Kroma.”

Rosalia berdiri tidak jauh dari meja Rict sambil memegang erat kerah jubahnya. Wanita itu menatapnya dengan pandangan sedih. Rict mendengkus geram dan menyeringai marah.

“Jangan mengasihaniku, Roma. Jangan sampai kau membuatku kesal.”

Rosalia menarik naik jubahnya hingga menutupi kepala dan sebagian wajahnya. “Saya hanya ingin melapor, Tuan.”

“Bagaimana keadaan Raeliana?” tanya Rict.

“Sepertinya beliau sudah mati.”

Kening Rict berkerut. Lalu sesaat kemudian ia memegang keningnya dan tertawa keras. Rasa geli dan marah menggelitik dadanya sekaligus. Beraninya Dewa Reid memberikan kesempatan sebesar itu pada Raeliana De Servant yang sudah melakukan dosa. Sebenarnya mau seberapa banyak dewa itu membenci Rict?

“Huh. Ternyata jiwa Sheriel sedang terjebak, ya,” gumam Rict.

Bagaimana reaksi Ein kalau kematian tunangannya diumumkan? Pasti dia akan gila dan lepas kontrol. Apakah bisa lebih dari itu? Ah, mungkin saja pangeran akan terpuruk. Bukankah akan lebih mudah untuk membunuhnya?

Sebenarnya Rict tidak punya dendam dengan pria itu. Hanya saja Pangeran Ein yang sudah membuat Raeliana jatuh cinta dan kabur sampai rela menukar nyawanya. Meski Rict merancang kehidupan seperti itu tentang Raeliana, tetapi itu berdasarkan apa yang dilihatnya pada masa depan.

Sebagai jiwa yang dicuri oleh penyihir, seharusnya jiwa Thantiana Millesca itu sama seperti Rict. Terkutuk dan tidak berhak bahagia. Rict mencintai wanita itu sampai rela mencuri jiwanya dan menentang Dewa Reid. Namun, setelah ia membuat Thantian bereinkarasi pun, wanita itu tetap tidak memilihnya. Percuma saja Rict menghasut Thantiana untuk meninggalkan katedral dan menipu Iberich agar tidak membawa Thantiana ke Ibukota.

Jika Ein mati, maka tidak ada lagi yang bisa Raeliana cintai meski dia bereinkarnasi untuk yang ketiga kali.

“Aku punya tugas untukmu, Kroma.”
Rosalia menatap Rict dan melangkah mendekat. “Saya akan melakukannya dengan baik, Tuanku.”

***

Brak!

“Yang Mulia!”

Ein langsung berbalik dengan pandangan marah pada Charael yang baru saja menerjang masuk kamarnya. Ia melirik pada kaisar dan pasangan Servant yang kebetulan ada di sana untuk melihat Raeliana. Carry dan Kris juga ada untuk menjenguk.

“Kau tahu bahwa orang sakit butuh ketenangan?” kata Ein tajam.

Charael langsung berlutut dengan wajah menyesal. “Maafkan saya, Yang Mulia. Tapi ….”

“Ada apa?” tanya Kaisar Iberich yang ikut mendekat pada Charael. Di pintu kaisar melihat Ercher bergerak gelisah, kemudian tanpa bicara menghilang begitu saja. “Sepertinya terjadi sesuatu.”

“Ada apa, Rael?”

“Anu, Yang Mulia. Orang-orang dari faksi bangsawan sedang berkumpul di aula singgasana dan banyak rakyat yang menyerbu gerbang istana,” kata Charael dengan kepala tertunduk.

“Apa?” Ein langsung melirik pada Rowan Servant.

“Sepertinya saya juga akan ikut ke sana, Yang Mulia dan Baginda,” kata Rowan sambil memegang lengan istrinya, berpamitan. “Kalian tetaplah di sini untuk menjaga Raeliana.”

“Kenapa mereka sampai datang, Charael?” tanya Kaisar Iberich dengan kening berkerut.

“Rakyat datang karena ada kabar kalau Yang Mulia Putri Mahkota sudah meninggal.”

Ein mengepalkan tangan dan rahangnya mengeras. “Beraninya.”

“Tenanglah, Yang Mulia.” Rowan maju sambil merentangkan tangannya ke depan Ein karena tahu bahwa Ein bisa saja langsung meledak saat itu juga. “Tuan Merville, bisakah kami menyerahkan urusan rakyat yang berada di gerbang depan pada Anda?”

Charael mengangkat kepala.

“Aku rasa mereka hanya butuh konfirmasi apakah berita itu benar atau tidak. Kau bisa memberitahu mereka, Tuan Charael. Raeliana masih berbapas,” kata kaisar sambil melirik Ein. “Kami percayakan gerbang depan padamu.”

“Baiklah, Baginda.” Charael segera berdiri dan membungkuk, kemudian meninggalkan ruangan itu.

“Sekarang aku harus menghadapi orang-orang itu ‘kan?” Kaisar Iberich mengembuskan napas lelah sambil menatap Rowan. “Pantang sekali mereka mendengar berita seperti itu, langsung saja menyerbu. Benar-benar merepotkan.”

Rowan tersenyum kecil. “Ayo, Yang Mulia Pangeran.”

Ein menarik napas agar bisa meredam amarah, kemudian melirik Raeliana yang masih terbaring sebelum akhirnya meninggalkan kamar itu. Ia harus bisa menahan diri. Kalau tidak, mungkin Ein bisa membunuh banyak orang yang tidak tahu apa-apa.

“Sepertinya ada yang menyebarkan rumor tentang calon menantuku, ya.” Kaisar Iberich memang terlihat tenang di wajahnya, tetapi Ein tahu dari suara kalau ayahnya itu juga sedang menahan amarah.

Siapa yang menyebarkan rumor tentang Raeliana yang meninggal? Tunangan Ein sama sekali belum meninggal. Dia hanya tertidur dan bermimpi panjang.

Tepat saat mereka ingin berbelok ke aula singgasana, mereka berpapasan dengan Xain dan Teja yang menutupi kepalanya dengan tudung jubah putihnya itu.

“Baginda Kaisar dan Yang Mulia Pangeran,” sapa Xain sambil sedikit membungkuk. Teja pun ikut membungkuk.

“Saya Teja Roxaina Reid, menghadap Baginda Kaisar Iberich La Easter,” kata Teja tanpa membuka tudung jubahnya.

Kaisar Iberich kaku sesaat. “Ah, saya kira Anda tidak akan datang menyapa saya. Padahal kakek saya tidak pernah bertemu Anda.”

Teja mengangkat kepalanya. “Saya tidak akan mengatakan apa pun, Baginda.”

“Apa Baginda sedang menuju ke tempat ribut-ribut itu?” tanya Xain. “Kami akan ikut.”

“Baiklah.”

Pada akhirnya mereka semua menuju aula singgasana. Ein yang berjalan di belakang menatap punggung Teja. Pria itu meski kembaran pendeta agung dan juga memiliki status yang sama, dia sangat mencurigakan. Apakah pria itu ada hubungannya dengan rumor yang Charael katakan? Apakah dengan mengatakan pada publik bahwa Raeliana sudah meninggal, Teja bisa melenyapkannya setelah itu?

“Anda terlalu mencurigai saya, Yang Mulia Pangeran.”

Tanpa sadar Ein malah berjalan bersama Teja. “Anda terlihat mencurigakan.”

“Saya memang mengatakan bahwa tunangan Anda harus dibunuh, tetapi saya bukanlah pembunuh, Yang Mulia. Saya tidak membunuh orang dengan cara pengecut semacam itu.”

“Meski bicara seperti itu, Anda tetap ingin membunuh Raeliana.”

“Entahlah. Jika keadaanya begitu, saya tidak akan melakukan apa yang barusan Anda takutkan. Tapi Dewa Reid itu adalah dewa yang sangat baik hati, jadi berharap saja gadis itu mendapatkan pengampunan.”
.
.
Original story by Viellaris Morgen
Sabtu (08 Mei 2021)

The Crown Prince's Fiancee (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang