Chapter 69 (Season 2)

14.5K 1.9K 126
                                    

Hai ... Hai....
Ada yang kangen sama cerita ini?
Kayaknya enggak, ya?
Sorry, ya. Update-nya lama banget karena satu dan dua hal.
Sebenernya aku maes update karena komennya dikit (digampar) 🤣🤣 enggak-enggak aku bercanda.

Berapa pun, aku tetep sayang sama kalian.
Buat sekadar info nih. Insyallah open PO bakal dibuka tengah bulan DESEMBER.
Jadi ... Kemungkinan kalian yang ikutan PO bisa meluk bukunya sekitar tahun baru.

Lalu "KABAR BURUKNYA" buat kalian, mungkin aja nggak akan ada ekstra chapter perang (baru berkemungkinan, bisa jadi juga ada). Tapi ada episode spesial di situ, diluar dari bocoran ekstra chapter yg waktu itu.

Bagi yang pengen ikut PO, boleh nabung dulu dari sekarang 🤗🤗
Sangkyuu

Selamat membaca semuanya, jangan lupa vota dan KOMEN.

***

Raeli mengembuskan napas, membaringkan kepala ke meja. Sejak Ercher kembali ditugaskan untuk mengawalnya, susah sekali Raeli untuk mendapatkan teman. Terutama Rict. Setiap kali pria itu datang ke toko roti untuk mengunjungi Raeli, Ercher selalu saja menghalanginya.

Sekarang ke mana pun Raeli pergi, orang-orang selalu melihatnya sebagai calon permaisuri masa depan. Padahal posisi itu harusnya milik Roseline—jika dalam novel asli—atau setidaknya milik Raeliana yang asli.

Kenapa Raeli benar-benar tidak bisa lepas dari pikiran semacam ini, sih? Roseline sudah mati dan Raeliana asli juga sudah mati. Beberapa hari ini juga tidak ada gangguan dari pangeran.

Carry mendadak ditugaskan di istana untuk beberapa waktu. Jadi kakak Raeli itu hanya bisa ditemui di istana. Entah ada apa, tiba-tiba Carry bilang kalau untuk sementara waktu pengawalan pangeran diserahkan padanya.

“Nona, jangan lesu seperti itu,” tegur Anne dari balik konter roti.

“Bagaimana aku tidak lesu? Aku ingin main,” jawab Raeli. Setidaknya ia ingin jalan-jalan ke suatu tempat. Pasar misalnya. Ia belum pernah ke sana. Dulu saat punya kesempatan Raeli tidak mengatakannya pada pangeran.

“Ingin jalan-jalan?” tanya seseorang bersamaan dengan denting lonceng pintu toko yang terbuka.

Raeli mengangkat kepala. Melihat Pangeran Ein berdiri sambil memegangi pintu dan tersenyum. Raeli mengedip beberapa kali, memiringkan kepala untuk memastikan bawah ia tidak salah lihat dengan penampilan pangeran.

Pangeran Ein yang biasanya selalu mengenakan seragam resmi kesatria, datang ke toko roti hanya dengan pakaian biasa. Kemeja putih dan celana hitam. Rambutnya terlihat lebih santai sekarang. Terasa cocok dengan matanya yang merah.

Raeli mengakui pangeran itu tampan. Tetapi apa pernah setampan ini?

“Kenapa? Terlihat aneh?” tanya pangeran sambil duduk di depan Raeli.

Raeli menggeleng ragu. “Ya, hanya tidak seperti biasanya.”

Pangeran mengangkat bahunya. “Kupikir akan lebih nyaman jalan-jalan seperti ini.”

Raeli menyipitkan mata dengan senyum culas, menggoda pangeran. “Kau ingin dipuji tampan olehku, ya?”

Pangeran mendengus geli dan melirik sinis. “Tanpa kau memuji, semua orang sudah mengakuinya.”

Bibir Raeli manyun. “Ya, itu artinya aku tidak jadi memuji. Tadinya aku mau bilang kalau kau berbeda hari ini. Sedikit lebih tampan dari biasanya.”

Pangeran terkekeh kecil. “Ah, terima kasih pujiannya.”

Raeli ternganga, tanpa sadar mengucapkan pujian.

The Crown Prince's Fiancee (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang