Ein menggulung lagi kertas di tangannya dan mengenggamnya dengan keras. Mungkin sudah saatnya mengambil keputusan. Walaupun Ein tahu dampak dari semua keputusan ini adalah penyesalan.
“Apa Anda akan mengambil tindakan, Yang Mulia?” tanya Tristan.
“Ya. Kupikir sudah waktunya menyudahi keraguan ini.”
Ternyata keheningan di medan perang bukan hal biasa. Tetapi memang ada hal yang aneh. Karena rasa penasan, Charael akhinya memutuskan untuk menyusup sendiri ke markas musuh. Lalu menemukan fakta mencengangkan.
Keheningan ini rupanya menyimpan rahasia.
“Seluruh anak kaisar Faiore menghilang. Termasuk panglima tertinggi,” kata Ein kemudian. Matanya menyipit, menahan emosi yang tiba-tiba saja menyerang dadanya. Sebuah kemarahan.
Pria licik itu meninggalkan tempat di saat peperangan? Sungguh kurang ajar.
“Sepertinya mereka hanya sedang berpikir mengimbangi pasukan kita, Yang Mulia.” Charlotte yang berdiri di dekat rak buku berkomentar. Dari sekian banyaknya peperangan selama ini, gadis itu mengaku kalau belum pernah turun untuk berperang.
Bukankah itu aneh?
“Mengimbangi?” Tristan mengerutkan alisnya karena tidak terima dengan ucapan Charlotte.
Charlotte mengangguk. “Pria yang punya harga diri tinggi seperti Pangeran Faiore itu tentu saja tidak ingin berada di medan perang dengan pasukan tanpa panglima.”
Ah, Ein mengerti maksud ucapan Charlotte.
Jadi, pangeran meninggalkan pasukan karena pasukan Easter juga tidak menurunkan panglima yang sebenarnya? Sampai mana pria itu akan meremehkan Charael?
“Jadi, kau ingin bilang kalau Pangeran Faiore menganggap tidak penting peperangan ini karena kita meremehkannya?” serang Tristan.
Charlotte tidak menjawab dan Ein cukup mengartikan kediaman itu sebagai jawaban.
Baiklah, jika itu alasan pangeran Faiore meninggalkan pasukan, Ein bisa menerimanya. Tetapi pria itu menghilang? Omong kosong tentu saja ada batasannya.
“Orang itu sengaja memancing Anda untuk ke medan perang lebih awal, Yang Mulia,” Carry dengan hati-hati mengemukakan pendapatnya. Pria itu tidak menatap Ein, kepalanya sedikit tertunduk dalam posisi berpikir.
Setelah itu barulah Carry mengangkat kepalanya.
“Ya,” jawab Ein. “Itu juga yang ditulis oleh Charael.”
Kalau memang itu yang diinginkan pihak musuh, maka mereka sudah berhasil. Hanya saja ada dugaan kuat yang harus Ein pastikan lebih dulu.
“Carry, pastikan Raeliana tidak meninggalkan istana tanpa Ercher.”
Ruangan itu hening. Tidak ada yang menjawab ucapan Ein, bahkan yang diajak bicara.
“Anak itu masih sekuat tenangan melarikan diri dari Ercher.”
***
Raeli membungkuk dengan napas tersengal-sengal. Sejauh ini ia sudah berhasil kabur sampai ke taman istana, tanpa si pengawal wajah datar. Ercher. Raeli ingin sekali memberikan julukan pada orang-orang di istana ini termasuk pangeran.
Setelah napasnya sedikit membaik, Raeli mulai melangkah masuk ke taman. Jalan-jalan sendirian itu juga hal paling menyenangkan. Tentu akan lebih menyenangkan jika punya teman. Tetapi jika teman yang dimaksud itu adalah Ercher, pengawal wajah datar dan kesatria berhati sedingin batu, Raeli tidak mau.
Sayangnya, di antara semua pilihan, Ercher adalah yang paling pantas menjadi pengawal Raeli. Bayangkan saja jika pangeran tiba-tiba memberikan Charlotte.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Crown Prince's Fiancee (TAMAT)
Fantasy(Series 1 Easter : Season 1 dan 2 sampai Ending) // SUDAH TERBIT Tersedia juga di Aplikasi ® Fizzo ® Hinovel ® GoodNovel ® Kubaca Attention please : DIHARAP UNTUK TETAP MEMBACA SETIAP CATATAN DARI AUTHOR PADA AWAL DAN AKHIR CHAPTER. FOLLOW DULU SEB...