Chapter 125 (Season 2)

4.5K 839 34
                                    

Hari ini cuma bisa update 3. Satu tadi siang, satu sekarang, satu lagi tengah malam.
Nggak pp ya? Soalnya ngak nyampe 8 lagi udah ending 😁😁

Selamat membaca. Tetap voye + komen. Karena walau nggak balas, aku baca semua komen kalian 😁😁

***

Berhari-hari sudah berlalu, ternyata benar kalau Sheriel hanya mengalami mimpi buruk yang panjang. Sebab, jangankan tertabrak truk, bahkan novel ‘Permaisuri Pilihan’ itu saja tidak pernah terdaftar di dunia ini.

Jadi, hidup Sheriel kembali normal. Ia pergi bekerja sambil mengantarkan Yuko ke sekolah. Saat pulang, Yuko akan menunggunya di tempat kerja.

“Kakak sudah berhenti mencari tahu tentang mimpi aneh itu?” Yuko mendesah jenuh.

“Lagi pula kan memang hanya mimpi semata. Jadi ... kupikir ya sudahlah. Aku akan melupakannya.”

Tetapi anehnya setelah Sheriel mengatakan itu, hatinya jadi terasa sangat sakit. Hatinya merasakan rasa menyengat akan sesak. Ada yang kosong. Namun, Sheriel tidak ingin menghubungkannya dengan mimpi aneh itu. Justru ia gila kalau membawa-bawa perasaan cinta yang berasal dari mimpi itu ke dunia nyata.

“Tapi, Yuko,” kata Sheriel.

“Hmm?”

“Di mimpi itu aku sangat mencintai seseorang.”

“Ya, ampun, Kak. Sudahlah.”

Seandainya mimpi panjang aneh itu masih berlangsung hingga sekarang, apakah Pangeran Ein akan gila karena kehilangan jiwa Sheriel yang meninggalkan tubuh Raeliana?

Tanpa sadar air mata turun dari pelupuk kanan Sheril. “Eh?”

“Kakak kenapa menangis?” Yuko panik melihat Sheriel yang tiba-tiba menangis. Padahal mereka sudah sepakat untuk tidak ada lagi yang sedih. “Apa aku salah?”

Sheriel mengusap matanya dan tertawa pada Yuko. Sayangnya semakin ia mengusap air mata itu, air makin keluar dengan deras seakan-akan ia akan mati karena rasa sakit itu.

Aku merindukan Ein.

Itulah hal pertama yang terlintas di kepala Sheriel saat ia menangis.

“Aku tidak apa-apa, Yuko. Tenang saja,” kata Sheriel semata agar Yuko tidak mencemaskannya.

Jadi, sampai kapan?”

Sheriel tersentak karena suara yang masuk ke kepalanya itu. Siapa? Sheriel menghentikan langkahnya di jalanan ramai itu.

Apa kau tetap ingin berada di mimpi ini, mecari aman walau kau tahu bahwa kau sudah tidak seharusnya berada di kehidupannya Yuko.”

Itu ... suara Raeliana.

“Apa kau tidak mau kembali ke Easter dan ingin terjebak terus pada mimpi yang tidak mungkin kau seberangi ini, Sheriel?”

Sheriel memutar tubuhnya, berharap bisa menemukan seseorang yang bicara di dekatnya. Karena mana mungkin suara dari dalam mimpi bisa terdengar jelas olehnya dalam kondisi tidak sedang tidur.

Kemudian ia menemukan Raeliana tersenyum sendu padanya dari seberang jalan. Ada air mata yang keluar dari kedua mata Raeliana dan itu berwarna merah.

Kembalilah, Sheriel. Aku mohon. Tolong kami. Tolong bebaskan dia. Kau harus kembali untuk menyelamatkan orang yang kita cintai.”

“Tidak,” sangkal Sheriel. “Kau hanya bagian dari ilusi akan mimpi aneh yang panjang itu. Pergilah!”

“Aku mohon, kembalilah ke Easter dan selamatkan Ein.”

“Ah!” Sheriel berteriak kencang, histeris sambil berjongkok di jalanan, menutup mata dan telingannya. “Pergi! Aku tidak mau! Kalian semua hanyalah mimpi. Menghilanglah!”

Namun, semakin Sheriel berteriak, ia merasa semakin sendirian. Suara-suara keramaian jalanan Jepang mendadak hening dan mencekam. Yang terdengar hanyalah suara tapak kaki tanpa alas. Kemudian suara itu menghilang dan sepasang kaki pucat ada di depannya.

Sheriel mendongak, menatap Raeliana yang gaun putihnya terdapat bercak merah karena air mata.

“Kenapa harus aku? Aku tidak mengerti!” teriak Sheriel. “Aku hanya pegawai kantoran biasa. Aku tidak mengerti siapa itu Thantiana atau cara menjadi permaisuri!”

Sheriel melihat Raeliana tersenyum kecil dan mengusap puncak kepalanya. “Orang yang sudah mati tidak bisa berkeliaran di dunia, Sheriel. Andai saja aku bisa, aku yang akan menyelamatkan mereka semua.”

“Kenapa tidak kau saja yang pergi!”

“Tubuh itu sudah tidak bisa menerima jiwaku.”

“Tapi aku tidak tahu cara untuk menyelamatkan mereka.”

Raeliana meraih wajah Sheriel dan perlahan mengangkatnya berdiri. “Kau akan tahu setelah melihat situasinya.”

Sheriel menggeleng. Ia takut dengan situasi yang Raeliana katakan, meski ia tidak melihat. Apakah sekarang situasinya lebih parah dari saat ia terjebak perang?

“Aku tidak mau.”

Tangan Raeliana terlepas dari wajah Sheriel. “Tetapi hanya ada satu pilihan untukmu, Sheriel. Kembalilah ke sisi Yang Mulia atau saksikan apa yang tak ingin kau lihat.”

***

Sheriel tersentak bangun dan saat sadar ia sedang berada di kamarnya. Ini kamar tidurnya di Jepang yang sangat ia rindukan. Sheriel melihat sekeliling kamarnya, gelap. Kenapa tidak ada yang menyalakan lampu? Padahal keluarganya dan Yuko tahu kalau Sheriel tidak suka gelap.

Sheriel menurunkan kakinya dari tempat tidur dan terperanjat karena sengatan dingin di ubin. Ia pun baru sadar kalau hanya memakai pakaian putih tipis untuk tidur, tetapi kapan ia punya pakaian tidur seperti ini?

Sheriel berjalan menuju jendela dengan tirai tipis yang tertiup udara, menyisakan sedikit cahaya bulan masuk ke kamar. Saat menyibak tirai ia bisa melihat ada banyak sekali orang yang datang ke rumahnya di bawah sana, membawa bunga dan berpakaian serba hitam.

Jantung Sheriel berdetak kencang. Di tengah halaman depan ada seorang gadis berpakaian putih, berdiri melawan arus kedatangan orang-orang. Kenapa? Padahal dunia bernama Easter itu hanyalah mimpi. Kenapa Raeliana terus saja hadir dalam hidup Sheriel?

Sheriel langsung berlari menuju pintu kamarnya dan menuruni tangga. Tepat saat sampai di lantai bawah, Raeliana dengan pandangan sedih tengah menatapnya di pintu masuk. Lalu suara tangis terdengar.

Sheriel berbalik dan melihat Yuko serta ibunya menangis pada sebuah peti.

“T-tidak mungkin,” gumam Sheriel. Kakinya jadi lemas, tetapi ia memaksa untuk melangkah pada Yuko dengan berpegangan pada susur tangga.

Peti mati yang tertutup banyak bunga dan yang sedang ditangisi itu terdapat foto Sheriel di atasnya. Apa-apaan ini?

Sheriel mengangkat tangannya, melihat bahwa tubuhnya transparan. Sama seperti Raeliana yang berdiri di pintu masuk.

“Yuko?” panggil Sheriel dengan suara gemetar. “Aku di sini, aku belum mati.”

“Truk itu lepas kendali dan tidak bisa mengerem lagi, makanya dia tertabrak.”

Sheriel melirik salah seorang pelayat yang membicarakan kronologi meninggalnya Sheriel. Jadi … ia benar-benar tertarbrak truk?

Tiba-tiba suara keras menyerang telinga Sheriel. Suara pekikan Yuko yang bilang ‘awas!’ atau bahkan decitan suara ban mobil dan suara lari yang mengejarnya, serta mengerumuninya.

Yang mana sebenarnya mimpi itu?
.
.
Original story by Viellaris Morgen
Senin (10 Mei 2021)

The Crown Prince's Fiancee (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang