Chapter 63

16.2K 2.4K 156
                                    

Hallo, apa kabar semua hati kalian setelah minggu kemarin aku "PRANK" habis-habisan? 🤣🤣 Gomenasai, mina-sama.

Selamat datang untuk kalian yang dari kemarin meraton baca sampe jam 2 pagi 🤧🤧 aku terharu. Buat kalian juga semuanya tim gercep. Alepiuuuuuu.....

Oh, iya. Kita udah sampe ke chapter 63, ya 🤣🤣 mingdep season 1 ini bakalan tamat.

Jangan sedih yaaa 🤣🤣 selamat membaca dan jangan lupa vote + komen.

***

Markas besar Easter heboh hanya karena kedatangan Pendeta Agung Xain beserta dua muridnya yang tanpa pemberitahuan. Pasalnya, seorang pendeta agung tidak akan mungkin menginjakkan kaki di medan perang. Itu semacam hal yang diharamkan untuk dilakukan. Apalagi tanah tandus tanpa berkat seperti Cain ini.

Entah sudah berapa lama Ein tidak berhadapan dengan Xain dalam suasana seserius ini. Keempat kesatria Ein berdiri di belakangnya, begitu pula murid yang dibawa oleh Xain.

Jika dalam kondisi seperti ini, biasanya baik Ein atau Xain akan memperjelas kedudukan mereka.

“Apa yang membuat Pendeta Agung sampai datang ke Cain tanpa pemberitahuan?” tanya Ein. Ia melirik Tristan yang sejak tadi sudah memegang gagang pedang. Biasanya ada hal penting yang terjadi. “Sesuatu terjadi di Easter?”

Xain mengangkat tangannya di atas lengan sofa, menopang sebelah wajah dan menatap Ein dengan pandangan serius. “Turunkan perintah eksekusi tahanan perang itu.”

Suara keratak baju zirah terdengar dari belakang Ein dan desingan pedang yang ditarik oleh Charael. “Diam. Aku tidak ingin ada yang mengeluarkan senjata.”

Charael memasukkan kembali pedangnya ke sarung.

Tentu saja hal semacam itu tidak diperlukan. Mereka bisa kena hukuman di tempat jika sampai mengacungkan pedang ke leher Pendeta Agung. Maka dari itu Xain membawa dua murid terbaik katedral.

Seserius apa pun situasi sekarang, Xain datang bukan untuk menantang. Dalam konteks lain, Ein dan Xain juga sama halnya seperti teman dan patner kerja. Saat Ein naik takhta menjadi kaisar, ia akan memerintah bersama Xain.

“Berdasarkan peraturan, tahanan perang baru akan dihukum atau dieksekusi setelah peperangan selesai, Yang Mulia,” kata Ein dengan tegas.

“Kalau begitu, berikan perintah pemindahan terhadap tahanan dari Ibukota Easter ke Cain.”

Ein bersandar. Matanya menatap lekat-lekat pada sosok Xain. Anting salib di telinga kanan pria itu bahkan tidak bergoyang, menandakan keseriusannya. “Terlalu berisiko memindahkan tahanan itu ke Cain.”

“Bukankah tahanan perang seharusnya memang berada di tanah perang?”

Ah, ya. Xain sepenuhnya benar. Tetapi kasus Roseline itu berbeda. Ein akan memasukan pasal pemalsuan identitas dan percobaan penyerangan terhadap Raeliana. Belum lagi pasal sebagai mata-mata perang. Roseline akan dikenakan pasal berlapis.

Gadis itu bukan lagi hanya tanahan perang. Tetapi tahanan resmi Easter.

“Tidak,” kata Xain kemudian. “Dia sudah menjadi tahanan resmi Easter. Seharusnya menjatuhkan eksekusi sudah bukan pelanggaran lagi terhadap hukum perang.”

Benar. Cukup dengan pasal sebagai mata-mata, Roseline sudah bisa dihukum mati. Hanya saja mereka berada di tengah perang. Mengeksekusi Roseline hanya akan menimbulkan gejolak lain. Seharusnya kaisar tahu hal itu.

“Jika aku yang menjatuhkan hukum penggal pada gadis itu, apakah ada yang akan mempermasalahkannya, Pangeran?”

Ein menatap tajam. Apa yang terjadi? Kenapa Xain sangat ingin mengeksekusi Roseline? Sebenarnya bisa saja Xain melakukan hal itu atas nama Pendeta Agung dan Katedral. Tetapi harus ada alasan kuat yang berkaitan dengan katedral itu sendiri.

“Kenapa Anda berkeras ingin melakukan eksekusi?” tanya Ein.

“Karena eksistensi gadis itu harus dimusnahkan. Jika tidak ….”

“Apa?”

“Raeliana tidak akan bisa bertahan di Easter lebih lama.”

Ein tersentak dan langsung berdiri. Reaksi yang sama terjadi pada orang-orang di belakangnya. Terutama Ercher. “Apa maksudmu, Xain?”

Xain mengembuskan napas, mencoba lebih santai dari sebelumnya. Jujur saja ia belum terlalu yakin, tetapi kemungkinanya bisa saja terjadi. Terlebih lagi apa yang terjadi para Raeliana baru-baru ini. Bahkan tentang kejadian pertukaran jiwa Raeliana.

“Seseorang sedang bergerak untuk mengacaukan kedudukan Easter. Orang itu membawa sebagian nama katedral.”

“Apa hubungannya dengan Raeliana?”

“Jika gadis berambut merah itu tidak dibunuh, Raeliana akan tetap dengan keraguannya. Lalu orang itu akan dengan mudah mempengaruhinya. Sekali lagi, kita akan kehilangan dia. Raeliana bisa saja tertidur lagi lebih lama atau mungkin selamanya.”

Pada dasarnya Raeliana yang asli memang tidak akan pernah kembali.

“Lebih parahnya gadis berambut merah itu bisa membunuh Raeliana.”

Ein mendengus. “Atas dasar apa kau mengatakan itu?”

“Raeliana entah bagaimana tidak bertanya mengenai Roseline pada kami. Kemudian dia muncul di depan kamar itu semalam dan sendirian mendengar makian kebencian. Apa kau sendiri masih baik-baik saja jika mendengar orang yang dipercayai berteriak lantang dan bilang ingin membunuhmu?”

Ein terbelalak mendengar itu.

Xain kemudian berdiri. Ia akan mengambil perintah sendiri atas nama katedral. “Aku akan mengeksekusinya atas nama katedral.”

“Lalu bagaimana Raeliana?” tanya Ein.

“Seharusnya aku tidak mengatakan ini karena kalian semua harus fokus pada peperangannya. Tetapi Raeliana tidak sadarkan diri pasca syok. Sampai sekarang dia masih belum bangun.”

Xain menoleh pada Charlotte. “Kasusnya sama seperti tertembak anak panah. Atau mungkin saja kali ini dia akan tertidur lebih lama. Jadi, aku akan mengurus yang ada di Easter dan mengirim Carry. Selesaikanlah perangnya dengan cepat.”
.
.
Original Story by Viellaris Morgen
Sabtu (22 Agust 2020)

The Crown Prince's Fiancee (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang