Chapter 45

15.6K 2.4K 197
                                    

Ya, ampun. Aku sebenernya nggak tega mau gantungin kalian kayak gini 🤣🤣 HAHAHAHAHA
Tapi gimana dong. Aku suka lihat kalian tersiksa.

Aku nggak mau update hari ini sebenernya. Tapi karena kemarin rating udah bisa dilihat lagi, yaudah aku update sebagai hadiah karena lapak ini up #1 di WIAIndonesia.

Dari 2016 nulis di sini. Aku nggak pernah dapat rating 🤧🤧 terima kasih buat kalian.

Yaudah, nih aku kasih 1 lagi. Yang ini bakal bikin kalian stress 🤣🤣 setelah itu silakan menunggu. Yaakkk

Selamat membaca.....

***

Tristan mengekori Pangeran Ein sampai ke ruang kerja dengan pakaian yang belum diganti karena mereka langsung pergi meninggalkan arena latihan pedang. Suasana hati pangeran benar-benar sedang buruk. Bahkan sejak pagi pangeran sudah mengeluarkan aura hitamnya yang mengancam. Rambut hitam pangeran malah semakin gelap dan mata meranya menyalah penuh amarah.

Tidak ada kesatria yang mau berlatih tanding dengan pangeran selain Tristan dan Ercher. Mereka memilih untuk menepi dan menonton dari jarak aman. Ya, kalau Tristan jadi mereka ia juga akan melakukan hal yang sama. Menjauh dari jangkauan aura sihir mengerikan pangeran.

Kira-kira apa yang terjadi kemarin?

Tristan hanya tidak sengaja berpapasan dengan Raeliana dan gadis itu berlari sambil menangis. Apakah pangeran dan Raeliana bertengkar? Tidak. Mereka bertengkar hampir setiap hari, tetapi tidak pernah gadis itu menangis dan pangeran juga tidak pernah semarah ini.

Brak!

Pangeran menggebrak meja kerjanya dengan keras. Ruangan itu berubah jadi hitam pekat, terselimut oleh aura sihir pangeran. Bahkan kertas di atas meja juga ikut menghitam bagai tertumpa tinta.

“Hati-hati dong, tanamannya bisa mati.” Xain tiba-tiba saja muncul dan mengangkat pas tanaman yang terletak di sisi pintu masuk.

Tristan mendesah. Bertambah lagi satu masalah. Menenangkan pangeran dari lingkup sihir yang sebesar ini saja sudah merepotkan, ditambah lagi pendeta yang datang untuk cari gara-gara. Pangeran bisa tambah kesal.

“Paduka Pendeta yang agung, saya mohon jangan memperkeruh suasana,” kata Tristan pelan.

Xain cepat-cepat menoleh. “Oh, sudah lama kau tidak bicara sesopan itu padaku.”

Benar-benar merepotkan. Satu-satunya harapan Tristan sekarang, semoga saja Ercher juga tidak datang ke ruangan ini. Jika Ercher datang, maka Tristan yang akan jadi gila.

Xain mendekat pada Tristan sambil menatap punggung pangeran. “Apa yang terjadi? Jika terus-terusan mengeluarkan aura sihir sebesar ini, dia bisa meledak, loh,” bisiknya.

“Bagaimana cara menghentikannya?” tanya Tristan. Seingatnya dulu hal ini pernah terjadi. Bahkan kaisar saja kewalahan menekan aura ini.

“Jika tidak ingin mati, kau harus buat dia pingsan.”

Ha?

Tristan langsung menoleh pada Xain. Pendeta itu tersenyum dengan santainya. Apa maksud dengan membuat pangeran pingsan? Tristan bisa dihukum penggal dengan kasus penyerangan putra mahkota.

Apa pendeta ini waras?

“Aku memukul saraf lehernya waktu itu.”

Ya, beda lagi kalau pendeta yang melakukannya. Tentu saja tidak akan dihukum karena juga memiliki kuasa atas titah yang nyaris setinggi kaisar.

“Sebaiknya Anda saja yang lakukan,” kata Tristan.

Xain cemberut. “Kau kan kesatrianya. Kau saja yang lakukan.”

The Crown Prince's Fiancee (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang