Chapter 23

20.2K 2.8K 16
                                    

“Apa itu baik-baik saja, Yang Mulia?”

Ein mengangkat tangannya. Raeliana mencemaskan tangannya. Apa gadis itu pikir jika tangannya terluka maka akan menjadi akhir dunia?

“Tidak masalah,” jawab Ein. “Aku bisa melatih tangan kiriku.”

Ein mengangkat pedangnya yang tergenggam di tangan kiri. Berjalan bersama Raeliana kembali ke dalam istana.

Sepertinya Raeliana tidak melawan saat diminta pindah ke istana. Terlihat sekali jauh lebih tenang dari biasanya. Bahkan pembicaraannya juga mulai normal. Bagus. Lagipula Ein juga sudah muak dengan setiap penolakannya.

“Kau mendapat kamar yang sesuai?”

“Hmm?” Raeliana mendongak pada Ein. “Ah, ya. Kupikir itu cocok untukku.”

“Kau mengalami kendala saat kemari?”

“Tidak, Yang Mulia. Utusan istana menjagaku dengan baik.”

Ya, setidaknya Raeliana sudah bicara santai padanya meski panggilannya tetaplah sama. Gadis itu tidak mau menyebut nama Ein.

“Baguslah. Kau terlihat sehat untuk seorang gadis yang baru saja mengalami kejadian yang menegangkan.”

Raeliana tertawa canggung. Terlihat sekali dari wajahnya kalau gadis itu sudah mulai kesal disinggung mengenai peristiwa di toko kemarin itu.

“A-aku tidak akan trauma, Yang Mulia.”

Raeliana sudah kesal jika dinilai dari kata yang digunakannya untuk menjawab Ein.

“Baguslah. Aku tidak perlu cemas kau akan bermimpi buruk tentang seseorang yang akan membunuhmu.”

Tidak ada jawaban dari Raeliana, sedangkan Ein terus melangkah makin masuk ke istana. Lalu kemudian setelah beberapa langkah menyadari bahwa Raeliana tidak ada di sampingnya. Saat berbalik, gadis itu sedang melihat Ein dengan pandangan yang tidak bisa diartikan.

“Raeliana?”

“A-aku tidak akan mimpi buruk seperti saat tertabrak kuda dulu!”

Raeliana mengambil langkah lebar untuk mendahului Ein yang tertawa di belakang. Gadis itu berpikir kalau ia menyindirnya tentang kejadian tertabrak kuda itu? Astaga, itu sudah beberapa bulan. Ein tidak akan mengingat lagi kecelakaan itu.

“Raeliana?” panggil Ein. Tanpa diduga ternyata gadis itu berhenti dan berbalik untuk menghampirinya.

“Maaf, Yang mulia,” kata Raeliana. “Mari berjalan bersama.”

Raeliana tersenyum lebar dan Ein tahu gadis itu memaksakan diri untuk tersenyum dan tidak kesal. Tetapi itu justru lucu bagi Ein.

“Saatnya mengganti perban di tangamu, ‘kan?”

Ein mengangkat lagi tangannya yang terluka. Ah, benar. Ia sama sekali belum memeriksakan luka itu pada dokter istana sejak mendapatkannya. Itu luka kecil, jadi Ein tidak akan apa-apa.

“Ayo, temui dokter.”

Dokter?

Tidak. Ein benci pria tua berkacamata itu. Dia selalu mengelus-elus janggutnya sambil berbicara mengenai cara merawat diri saat sakit. Lebih parah dari itu, rumor yang beredar sejak dulu sekali saat Ein masih kecil. Pria itu adalah ahli racun. Masa kecilnya habis didedikasikan untuk menciptakan racun.

Sejak saat itu Ein bersumpah tidak akan sakit dan ia tidak perlu menemui dokter. Ya, meski begitu, dokter istana merupakan orang yang paling hebat dalam pengobatan.

“Aku tidak mau bertemu orang tua itu,” kata Ein.

“Kita harus mengobati tanganmu. Kau pasti belum melakukannya sejak kemarin.” Raeliana menatap tajam.

The Crown Prince's Fiancee (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang