Chapter 79 (Season 2)

7.2K 1.4K 171
                                    

Sebagai rasa permintaan maaf karena selama PO cerita ini libur, ya aku kasih 1 lagi deh 🤣🤣
Jangan tanya kapan Crazy Update, yakk.
Ntaran bulan 2. Pas Valentine (digampar) 🤣🤣

Selamat membaca. Seperti biasa 🤣🤣
Vote + komen jugak.

***

“Baiklah,” jawab Pangeran Ein. “Aku akan mendengarkanmu.”

“Tapi, untuk yang pertama, tolong maafkan aku tentang kejadian hari itu,” kata Raeli. Biar bagaimanapun, kejadian ia berteriak pada pangeran di toko roti hari itu adalah sebuah kesalahan.

“Aku rasa kau punya alasan sehingga melakukannya.”

Raeli mengangguk.

“Dan alasan itu termasuk dalam hal yang akan kau sampaikan?”

“Ya. Dari itu, Pangeran. Kau adalah satu-satunya orang yang harus percaya padaku. Aku tidak ingin kau meragukanku. Karena jika kau melakukan itu ….”

“Apa yang akan terjadi jika aku tidak memercayai apa yang akan kau sampaikan nanti?”

Raeli menggeleng ragu. Ia pun tidak tahu apa itu, tetapi firasatnya bilang akan ada hal buruk. “Entahlah. Tetapi yang jelas, sesuatu akan terjadi pada salah satu dari kita.”

Pangeran Ein meraih tangan Raeli. Pria itu dengan senyum kecil mencoba menenangkan Raeli. “Aku sudah bilang berkali-kali. Aku akan melindungimu.”

Raeli percaya dengan kata-kata itu. Sepenuhnya.

“Pangeran?”

“Ein,” kata Pangeran Ein. “Tolong, untuk kali ini bicaralah seolah aku bukan putra mahkota, Raeliana.”

Raeli akhirnya mengangguk. “Apa yang akan kau lakukan jika aku bukanlah Raeliana yang kau kenal sejak kecil?”

Jantung Raeli berdegup kencang melihat kerutan di kening Ein. Pria itu diam. Selama jeda itulah ia mencoba menebak apa yang akan dijawab oleh Ein. Bagaimana reaksinya?

“Setiap orang bisa berubah. Kau juga. Seiring waktu kepribadian seseorang berubah dan—”

“Bukan kepribadiannya,” potong Raeli. “Tetapi jiwa yang mendiami tubuh itu.”

“A-apa maksudmu?” Ein melepaskan genggamannya pada Raeli.

Jantung Raeli berdegup kencang hingga menciptakan rasa sakit saat melihat wajah tidak mengerti Ein. Ia sudah tahu apa yang nanti akan pria itu katakan, tetapi ia harus bilang semuanya.

“Yang Mulia Pangeran.” Raeli sambil menunduk mendorong bahu Ein menjauh darinya. “Nama saya Sheriel. Saya berasal dari Jepang. Saya tidak mengerti apa yang terjadi pada kami, tetapi saya masuk ke tubuh ini di hari yang sama saat kematian kami.”

Raeli menganggam tangannya di atas pangkuan. Ia tidak sanggup mengangkat wajah, tidak ingin melihat reaksi Ein. Tubuh Raeli gemetar. Bagaimana wajah Ein sekarang, ya? Apakah pria itu membencinya?

“Aku sudah menunggu lama untukmu mengatakannya.”

Raeli tersentak dan spontan mengangkat wajah pada Ein. Pria itu melihatnya dengan pandangan sendu dan senyum tipis. Tetapi sama sekali tidak bergerak untuk mendekat lagi.

“Pendeta Agung mengatakannya padaku,” kata Ein.

Mata Raeli terbelalak. Xain mengatakannya pada Ein? Kapan pria itu mengatakannya?

“Aku menunggumu untuk mengatakan semua itu selama ini. Tetapi hal macam itu memang tidak bisa dikatakan dengan mudah.” Ein kemudian menunduk dan terkekeh dengan nada sumbang. “Aku sudah pernah mendengarnya dari Xain. Tetapi tetap saja aku tidak bisa memercayainya.”

“Kapan … Anda ….”

“Minggu lalu setelah aku kembali dari menemuimu. Dia mengatakannya padaku.”

Raeli mengambil napas panjang sambil mendongak, menahan air mata. Jadi, hal itu yang menyebabkan pangeran tidak datang mencarinya seperti biasa? Padahal Ein akan selalu mendatanginya meski dalam keadaan mereka bertengkar.

“Aku bukan Raeliana, tetapi aku membawa perasaannya.” Raeli melompat turun dari pembatas beranda. Meletakkan tangan di dadanya. “Pemilik asli tubuh ini sangat mencintai Anda, Yang Mulia.”

Ein membuang muka. “Bisakah kau katakan padaku kenapa kau bisa berada di tubuh Raeliana? Kenapa kau yang hidup sebagai dia menjauhkan dirimu dari orang yang dia cintai?”

Ein tidak mau menatap Raeli, ya? Tentu saja. Meski tubuh dan wajah ini tetap milik Raeliana, tetapi yang mendiami tubuh itu adalah orang lain. Ein tidak akan menatap orang yang tidak dikenal.

Karena tidak tahan dengan reaksi itu, Raeli memilih untuk membelakangi Ein. “Aku tidak tahu detilnya. Tetapi aku mengalami kecelakaan di hari yang sama dengan pemilik tubuh ini. Aku mati hari itu dan pemilik tubuh ini juga. Tetapi aku masuk ke tubuhnya dan hidup kembali. Sementara dia tidak.”

“Jadi, Raeliana benar-benar mati di tubuhmu?”

Raeli mengangguk. “Maafkan aku. Seharusnya aku tidak sampai di sini dan membuat Anda menderita, Yang Mulia.”

Air mata Raeli akhirnya jatuh juga. Ia menyesal karena selama ini membuat Ein mengejar-ngejar Raeliana yang sudah tiada. Lebih dari itu semua, ia menyesal sudah lancang jatuh hati pada Ein.

“Ada sebuah buku pada zaman di mana aku hidup. Raeliana adalah figuran dalam cerita itu. Dia gadis baik yang tulus mencintai pangeran. Sayangnya dia mati dalam kebodohan karena pangeran sama sekali tidak mencintainya dan lebih memilih gadis berambut merah.”

“Roseline,” lirih Ein.

Raeli mengangguk. “Aku yang saat itu terbangun dan sadar ini dunia novel, ingin hidup normal tanpa berurusan dengan tokoh utama. Yaitu Anda dan Roseline.”

“Dari itu kau mendorongku padanya?”

“Karena jika novel ini selesai sebelum konflik terjadi, aku dan tubuh Raeliana akan tetap hidup dengan normal. Tetapi aku mengacaukan novelnya.”

“Roseline mati dan ….”

“Pada akhirnya Raeliana tetap pada garis takdirnya, menjadi tunangan Anda. Seharusnya tidak apa-apa kan? Peran utamanya sudah mati. Tapi ….”

Raeli mencengkeram dadanya, menahan rasa sesak.

“Aku dengan tidak tahu dirinya jadi jatuh cinta pada Anda, Yang Mulia.” Raeli terisak. Seharusnya ia tidak mengatakan ini, bukan?

“Seharusnya aku bisa diam saja dan menerima perasaanku serta kebaikan Anda, 'kan? Ada sesuatu yang tertinggal di dalam diri Raeliana. Sesuatu yang mencegahku untuk menerima kebaikan Anda. Sesuatu yang tidak aku tahu.”

Raeli menghapus air matannya dan ia mendengar Ein melangkah mendekat.
“Kau bilang Raeliana mencintaiku, 'kan?” tanya Ein.

“Sangat, Yang Mulia. Dia sangat mencintai Anda.”

“Kau juga mencintaiku, 'kan?”

Raeli bisa merasakan keberadaan Ein di belakangnya, pria itu melingkupinya.

“Aku berterima kasih karena kau hidup dengan membawa sisa Raeliana. Tetapi kau yang mencintaiku itu sudah lebih dari cukup, Raeli.”

Ein memeluk Raeli. Pria ini percaya padanya, 'kan? Ein percaya pada Raeli, 'kan?

“Tidak bisakah kau datang padaku? Aku ingin kau menerimaku dan berhentilah melarikan diri. Dibandingkan kau sendirian, bukankah kita bisa mencari jawabannya bersama?”

“Tapi, aku ….”

“Aku tidak peduli dunia ini hanya buku atau apa pun. Tidak penting kau Raeliana atau bukan. Yang kutahu, aku mencintai gadis yang mengirimiku surat dan hadiah. Aku mencintai gadis yang selalu bertengkar denganku. Bukahkah itu kau? Siapa pun kau, bisakah tetap bersamaku?”

Raeli menangis. Bolehkah? Raeliana, apa aku boleh bersama orang yang kau cintai? Bolehkah aku mempertaruhkan nyawa hanya untuk bersamanya?

Raeliana, bolehkah aku egosi? Bukankah kali ini kita bisa hidup dengan cinta yang kau dambakan?
.
.
Original Story by Viellaris Morgen
Senin (25 Januari 2021)
.
.
Jujur, sih. Pas nulis chapter ini tuh aku sampe nangis baver. Tapi pas dibaca ulang kok B aja 😌😌

The Crown Prince's Fiancee (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang