Chapter 10

28.9K 3.8K 95
                                    

Sejak 2 hari yang lalu setelah bertemu dengan Pangeran Ein, entah bagaimana Raeli selalu mikirkan tentang kalimat terakhir pria itu. Mungkin satu-satunya alasan kenapa isi novel yang pernah dibacanya ini tidak berjalan semestinya itu adalah karena salah Raeli.

Raeli sudah membuat si pemeran utama tertarik padanya dan meninggalkan peran penting milik Rose. Tentu saja sudah terlambat untuk mengembalikannya seperti semula.

Ein tertarik pada Raeli sepenuhnya.

Arrgg!

Kenapa malah jadi seperti ini?

Raeli melirik Rose yang sedang berdiri di balik konter setelah pelanggan terakhir keluar. Gadis itu sedang membersihkan sisa-sisa nampan yang kuenya sudah habis.

Haruskah ia mendorong Rose untuk kembali ke jalan yang seharusnya? Mendampingi pangeran Ein. Menjadi kesukaan kaisar dan menjadi rebutan untuk para kesatria di kekaisaran.

Raeli harus melakukan sesuatu agar pangeran tertarik pada Rose.

“Rose?” panggil Raeli begitu Rose ingin pergi ke dapur untuk menyelesaikan tugasnya.

“Ah, ya, Nona?” Rose berbalik dengan senyum manis pada Raeli. Senyum yang menjadi alasan gadis itu sangat diperebutkan oleh para tokoh utama novel tidak masuk akal itu.

“Aku ingin mengobrol denganmu sebentar.”

Rose mengangguk. “Saya akan mengantarkan ini dulu.”

Raeli mengangguk. Kemudian Rose menghilang di muara dapur. Tentu saja gadis itu butuh bantuan agar hidupnya lebih baik bersama pangeran. Dan Raeli bisa hidup semestinya sebagai putri seorang Duke.

Raeli rasanya inilah saatnya bicara dengan Rose karena Anne tidak akan menanyakan alasan kenapa ia harus melakukannya. Anne sedang mengerjakan pekerjaan lain di rumah yang jauh lebih penting bersama ibunya.

Raeli memutar-mutarkan surat yang tadi pagi sampai ke tokonya. Surat yang ditulis langsung oleh Tuan Putri Liliane. Belum lagi di dalam sana sang putri juga menyebutkan rasa sesal karena Pangeran Ein tidak bisa mengantarkan surat itu padanya secara pribadi karena harus memimpin ekpedisi. Katanya sedang terjadi penyerangan di bagian utara Easter.

“Nona?”

Raeli mendongak dan tersenyum. “Duduklah, Rose.”

Gadis berambut merah itu duduk dengan canggung di depan Raeli. Tentu saja. Jika Raeli juga orang biasa, pasti akan sangat canggung tiba-tiba harus duduk dengan pemilik toko yang juga anak seorang Duke terhormat.

“Santai saja. Bagaimana setelah beberapa lama berada di sini, Rose?”

Raeli ingin tahu bagaimana tanggapan gadis itu. Ya, di novel, Roseline seharusnya sudah pindah dari toko roti ke istana karena menjadi tunangan putra mahkota.

“Saya menyukainya, Nona. Terima kasih. Bekerja di sini menyengkan.”

Bukan itu yang ingin Raeli dengar. Tidakkah Rose ingin mengatakan sesuatu tentang, pangeran Ein sangat tampan atau sesuatu tentang ‘aku ingin tinggal di istana bersama pangeran yang kucintai’?

Raeli mengembuskan napas. “Menurutmu, bagaimana dengan putra mahkota, Rose?”

“P-putra mahkota?” Rose terlihat salah tingkah.

Wajar, mungkin tidak ada yang bertanya padanya tentang seorang pria. Apalagi itu putra mahkota. Bukankah hal seperti itu sudah biasa dibicarakan? Orang-orang punya pendapat berbeda tentang Pangeran Ein.

“Saya tidak berhak memberikan pendapat tentang beliau, Nona.”Rose tertuduk.

“Seluruh gadis di Easter membicarakan Yang Mulia Ein. Hanya berpendapat tidak akan membunuhmu, Rose.”

The Crown Prince's Fiancee (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang