Chapter 49

15.6K 2.4K 99
                                    

Hallo.
Aku upload sekalian mau ngasih pengumuman.
Sebelumnya makasih buat yang udah ngasih semangat dan ucapan semoga cepet sembuh. Aku baik-baik aja, cuma hidungnya aja yg buntu.
Aku juga makasih sampe chapter ini kalian masih setia. Meski gk bisa tembus 50 vote per hari, seenggaknya udah tembus 30-an dalam sekali upload. I love you, par tim gercep yg nggak pakek nabung chapter 🤗🤗

Sebelumnya, aku mau kasih tau. Cerita ini banyak banget plot hole. Takutnya ekspektasi kalian tentang ke-uwow-an cerita ini jadi kecewa. Meski ada adegan perang dll, tetap aja aku lebih fokus ke judulnya. Yakni "Tunangan Putra Mahkota". Jdi aku lebih fokus ke Raeliana konflik.

Aku bisa crazy update. Tapi nggak 10. Sekitar 5 chapter bisa. Tapi besok, yaaa 😁😁

Lanjut baca aja.
Happy reading. Jgn lupa vote dan komen 😊😊

***

Raeli sudah hampir terbiasa makan malam dengan Klein yang mengawasinya tanpa henti sampai ia selesai makan. Sudah hampir seminggu pria itu melakukannya. Dan selalu saja diakhiri dengan pertanyaan yang sama.

“Kau yakin tidak mau jadi permaisuri dan penguasa Faiore?”

Raeli mengelap mulutnya. Untuk ukuran seorang tawanan, bukankah ia lagi-lagi terlalu santai? Tetapi tidak masalah. Sampai pangeran datang ke medan perang sebulan lagi, Raeli bisa menahan diri untuk bersabar.

Raeli harus bisa cari aman sampai penjagaan longgar dan bisa kabur. Meski rencana ini tidak sepenuhnya akurat.

Namun, tidak ada jaminan pangeran akan menyelamatkannya, bukan?Kira-kira pangeran tahu tidak ya kalau gadis yang disukainya adalah adik dari musuhnya? Kalau pangeran Ein tahu, apa yang akan dia lakukan?

“Aku kan sudah bilang, aku tidak akan jadi permaisuri,” jawab Raeli. Berapa kali sih ia harus menegaskan hal ini?

Klein kemudian tertawa pelan. “Ternyata kau gadis yang menarik.”

Raeli memutar bola matanya. Ia sudah muak mendengar kalimat itu dari Pangeran Ein. Jangan lagi dari Klein yang sama sekali tidak Raeli kenal.

“Ada hal yang ingin kutanyakan.”

Raeli mengerutkan kening. Bukankah pria ini terlihat sangat ramah? Apakah ada alasan kenapa orang-orang Easter bilang Klein adalah pria gila? Raeli ingin tahu alasannya.

“Silakan saja bertanya.”

“Kau mencintai Ein?”

Raeli mengedip. Ia merasa gendang telingannya seketika pecah. Dibandingkan hal itu, jantungnya berdentam-dentum seperti ada yang sengaja memukulnya dengan kencang.

“Apa aku mencintai pangeran?” Raeli mengulangi pertanyaan.

“Kalian ditunangkan sejak kecil.”

“Entahlah,” jawab Raeli.

Cinta, ya?

Raeli tidak yakin apakah ini cinta atau bukan. Perasaan yang ia miliki sekarang ini bukan miliknya, tetapi milik Raeliana yang sudah mati. Apakah Raeli bisa bilang perasaan yang penuh harapan ini miliknya?

“Aku tidak punya perasaan seperti itu,” lanjut Raeli. “Hanya perasaan tanggung jawab karena keinginan keluarga.”

“Kalau begitu kau boleh memilih untuk meninggalkan pria itu.” Klein menyeringai penuh kemenangan.

Seharusnya begitu. Namun, sebesar apa pun Raeli ingin menyangkal tentang perasaan itu, hati yang sekarang berdetak tetap saja milik kehidupannya. Raeli tidak bisa mengabaikan harapan bahwa mungkin saja di sisi hati lain Pangeran Ein yang mencintai Rose, ada perasaan untuk Raeliana. Walaupun seujung kuku.

The Crown Prince's Fiancee (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang