1-1-1

41 1 0
                                    


Ace menanti aku di atas sofa. Dia menjeling sebaik sahaja melihat aku masuk sambil menunjukkan jam di dinding.

"Kenapa tak tidur lagi?" Soalku.

"Tengah malam Lily. You pergi mana?" Soalnya tegas, bagaikan ayah aku. Aku tersenyum girang.

"I pergi settle masalah yang akan berlaku," aku membalas.

"Is it important yang sebabkan you balik tengah malam. No! Sekarang dah pagi!" Leternya. Aku duduk di sebelahnya. Perlahan aku mencapai tangannya lalu diletakkan pada pipi.

"Doktor cakap apa time therapy tadi?" Soalku mengubah topik perbualan.

"We're not talking about my therapy session," katanya.

"And...we're not talking about my work too," kataku. Ace bagaikan terperangkap. Dia memegang kedua-dua belah bahu aku.

"Lily....you changed a lot," ujarnya. Aku mengusap tangan yang ada di bahu aku.

"Everyone changed Ace. You pun berubah," kataku. Ace menggeleng.

"You know that I still love you and always love you right?" Soal Ace. Aku tersenyum tawar. Aku duduk di sebelah Ace. Terasa berat kepalaku.

"I thought life will get better when I grow up. But, the things is...life still suck as it used to be," kataku.
"When you're in society...you'll understand that life is all about money and names," kataku.

"Terutama bila you buat kerja ni. You don't even know which one is justice, which one is not," aku meluah perasaan.
"There's a bunch of bad person out there trying to take you down, and yet..."aku mengeluh berat,;

"And yet you macam ikan, fish out of water trying to survive," kataku. Ace meletakkan tangan di pipi sambil memandang ke arahku. Dia tampak tenang mendengar aku bersikap terbuka dengannya.

"And...I don't even know. The things that I already done for him, will it be enough?" Aku mempersoalkan diri sendiri. Ace masih lagi memandang aku. Aku segera bersandar memandang siling sambil mendengus perlahan.

"Well...." Ace memulakan bicara.

"You probably can guess what kind of work I did before for me to have PTSD right?" Dia menduga aku. Aku memandang ke arah Ace. Ya! Aku ada baca sedikit mengenai depresi yang di alami olehnya.

PTSD ataupun post traumatic disorder. Ia akan berlaku sekiranya seseorang mengalami perkara yang mengerikan, terutama berkaitan militari ataupun kenangan masa remaja yang pahit. Dan aku syak, Ace mengalami yang mula!

Right. I did my research!
Afterall, I'm learning pschology.

"I know you did your research," katanya. Dia tampak tenang. Aku tiada pilihan selain mengiyakan sahaja kebenaran yang terpacul dari bibir Ace.

"It was hellish. They sent me there, and I do makes friends with those people. They are bad people! A very bad, ruthless one..." katanya mengimbau kenangan lampau.

"But Lily. Kalau dah nama manusia, no matter how bad one is, there's always a good side of them," kata Ace memejamkan mata. Aku teragak-agak lantas memegang tangannya. Mata kami berpandangan lama.

"Arahan yang I dapat is...." Ace mula sesak nafas. Aku segera mengusap belakangnya. Dia cuba bertahan sambil menahan sakit di dada.

"It's okay. You don't have to tell me," pujukku. Dia menguntum senyum.  Aku mengusap belakangnya sambil tersenyum tawar.



Keadaan bilik empat segi serba putih itu sungguh aneh, kerana adanya cahaya. Lelaki itu memakai pakaian putih, kaki dan tangan diikat pada kerusi. Sudah tiga hari dia di biarkan kebuluran, jambangnya juga sudah tidak terurus. Rambutnya kusut masai.

My Flower, Lily (BM)Where stories live. Discover now