Di kursi depan, Riko melihat banyak pegunungan dan hutan yang curam di jauh di bawah dari jalan tol tempat mereka melintas. Riko juga melihat di depan hanya ada jalanan lurus dan berbelok. Sesekali lagi Riko melihat pembatasan petanda panjang kilometer yang ada di pinggir jalan.
"5 Kilometer lagi sampe ke KM97," ucap Matio.
"I-Iya.."
Meski tidak setakut sebelumnya, tapi Riko sekarang hanya merasa gugup karna mereka sudah memasuki area rawan kecelakaan meski mereka belum tiba di tempat.
*Eh???
Matio, Riko, dan Fang yang melayang di tengah-tengah mereka, terpaku karna tiba-tiba jendela depan mobil tertutup oleh sosok perempuan bergaun putih dengan banyak noda darah, dan wajah yang hampir hancur.
"AAAAAAA!!!!"
Ketiganya berteriak keras lalu Matio langsung menginjak rem dan membanting setir nya.
Fang dengan sigap pergi ke depan Riko dan menahannya. Mobil Matio berbelok curam sampai akhirnya benar-benar berhenti di tepi jalan.
Ketiganya terdiam lalu mereka membuka mata dan melihat kalau sosok perempuan tadi sudah tidak ada.
"Apa-apaan tadi? Kenapa dengan wajahnya?" Tanya Fang dengan nafas berat.
"Anjing lah ngagetin aja, padahal gua ga meleng," gerutu Matio bangkit dari kursinya dan pergi keluar.
Riko dan Fang pun bergegas ikut keluar.
Setibanya di luar, Riko melihat ada bekas jalur ban mereka saat tergelincir sebelumnya.
Angin yang sejuk memenuhi tempat itu. Karna di tepi jurang tinggi, angin berhembus tanpa henti.
Tidak ada mobil lain yang terlihat di kejauhan karna mereka berada di tikungan belokan.
"Kalo tadi om ga banting setir, kita bakal nabrak terus jatoh ke jurang," ucap Riko dengan wajah pucat melihat kalau di depan mereka tikungan, padahal tadi jalanan masih terlihat lurus.
"Kayanya kita dari awal udah di kecoh,"
Riko dan Fang menoleh ke arah Matio yang berdiri di tepi jalan tol mengarah ke hutan yang ada di bawah sana.
"Kenapa om?"
Matio menoleh lalu dia menyingkir dan memperlihatkan tanda kalau mereka berada di Kilometer 97 sekarang.
Riko kembali menelan ludah ngeri.
"Kita sudah sampai di tempat itu yah," ucap Fang mendarat.
"Iya, sekarang kita udah di wilayah Wana Jisim,"
Ketiganya terdiam menatap hutan yang ada di hadapan mereka.
Matio pun memarkirkan mobilnya ujung tepi jalan itu, lalu dia dan Riko mengeluarkan barang-barang yang hendak di bawa.
"Om tau cara buat netralin tempat ini?" Tanya Riko.
"Kalo tau segampang itu, tempat ini pasti udah di bener dari kapan tau kan?" Tanya Matio tersenyum.
"Iya juga sih. Terus om punya petunjuk?" Tanya Riko lagi.
Matio mendengus lalu dia menunjuk ke atas.
Riko berkedip cepat lalu dia mendongak melihat tebing tinggi di atas mereka.
"Di atas sana ada desa, kita cari petunjuk abis itu kita pergi ke bawah. Om pernah kesana sekali, sepi, gelap, kaya suram banget deh desa itu. Waktu itu om cuman dapet petunjuk cerita rakyat desa sama ini,"
Matio menunjukkan sebuah foto usang dan juga belati kecil yang sudah tidak bagus lagi.
Riko memperhatikan foto seorang ayah bersama putrinya yang mengenakan pakaian kebaya serta kemben yang memiliki bahu terbuka dengan kain bermotif batik dan juga selendang berwarna hijau.
KAMU SEDANG MEMBACA
Keluarga Petualang 2
FanfictionCerita ini mengandung hubungan sesama jenis, bagi yang tidak nyaman tidak di sarankan untuk melanjutkan. Kelanjutan dari petualangan Kakek Hasbi dan para cucunya.