TCV 157 | Rumah Baru Pilihan Ayah dan Bibi

77 18 2
                                    

TCV 157 | Rumah Baru Pilihan Ayah dan Bibi

Setelahnya, ayah Aurelie berkemas dengan tergesah, seolah tengah di kejar oleh seseorang. Mungkin berkaitan dengan uang yang ibunya bawa pergi demi melakukan penelitian untuk menemukan obat untuk dirinya sendiri.

Di mobil, Aurelie hanya menatap jalanan, diam seolah tidak banyak hal yang bisa mereka bicarakan. Aurelie menoleh kepada ayahnya, melihat raut wajah pucat pasih pada air mukanya. Mungkin tengah memendam kekecewaan, karena sikap ekstrim ibunya yang pergi begitu saja dan meninggalkan segudang masalah.

Mobil berhenti di sebuah rest area, Aurelie melihat sang ayah yang tengah menelepon dengan menggunakan telepon umum. Aurelie melirik ponsel di pintu mobil bagian pengemudi, gadis itu melihat kembali bagian belakang mobil, dimana hanya ada tas kecil yang menjadi barang miliknya. Dengan mata berkaca Aurelie meraih ponsel itu dan menelpon bibinya.

Aurelie diam sambil menantikan ponsel sang bibi yang tidak kunjung diangkat.

"Bibi?" Panggil Aurelie saat akhirnya teleponnya di angkat. Tidak ada jawaban dari sana, hanya suara nafas berat dari bibinya. "Aku pikir, ayahku akan membuangku di suatu tempat," ujar Aurelie, ia melirik ayahnya yang masih berbicara dengan menggunakan telepon umum.

"Sepertinya ada yang mengejar kami dan ayahku yang memiliki sifat pengecut pasti akan meninggalkanku dengan pikiran naif bahwa itu yang terbaik untukku. Aku tidak tahu kami akan pergi ke mana, kerabat ayah tidak banyak." Aurelie menunduk kecil.

"Apa kau bisa menjemputku? Seperti katamu, mari tinggal bersama. Aku akan menggantikan tugasmu agar kau bisa mempelajari apapun yang kau inginkan. Sebagai gantinya, tolong jemput aku. Saat ini, aku berada di tempat kita mencoba makanan asia saat dalam perjalanan." Aurelie mencengkram kuat ponsel milik sang ayah. "Tolong jemput aku, aku mohon. Aku ingin tinggal bersamamu." Pintanya dengan suara lirih dan air mata yang menetes.

Degup jantung Aurelie terpacu lebih cepat, ia sangat takut akan jawaban yang akan diberikan oleh bibinya yang tak kunjung bersuara.

Aurelie tahu watak bibinya, dia bukan tipe yang baik pada semua orang, namun ia memiliki tanggung jawab dan integritas tinggi. Dia juga, menyayangi Aurelie. Ketimbang berharap pada sang ayah dan ibu, Aurelie jauh lebih berharap padanya.

"Arrggghhhh. Buang ponsel itu sekarang! Kau gadis pintar kau pasti mengerti mak- arghtt!!!" Aurelie terkejut saat mendengar suara bibinya dari kejauhan. Gadis itu langsung menutup telepon dan membuka jendela kemudian langsung membuang ponsel itu keluar mobil.

Untuk pertama kalinya Aurelie begitu putus asa meminta pertolongan...

Untuk pertama kalinya ia merasa ketakutan...

Aurelie menautkan kedua tangannya–mengambil nafas dalam-dalam. Mencoba berpikir ulang.

"Lebam di lehernya, bukan luka yang dia buat untuk menyakiti dirinya sendiri?" Aurelie menatap sang ayah yang baru saja memergoki dirinya membung ponsel miliknya. "Sepertinya bibi dalam masalah," perkataan Aurelie membuat ayahnya menggeram marah dan langsung masuk ke dalam mobil–memacu mobil itu kembali ke jalanan.

"Bahkan meski dia bukan orang yang ramah dan sering membuat orang lain kesal karena keangkuhannya, bibi tidak akan terlibat masalah besar karena dia selalu menghindari masalah. Dia mendambakan kesenyapan, dia benci perhatian dan dia memiliki masalah sosial yang cukup serius. Dia tidak akan mengusik siapapun karena hal itu bertentangan dengan kebiasaannya. Apa yang terjadi? Apa dia terkena masalah karena ibu? Karena itu tadi dia sangat marah?" Pertanyaan Aurelie membuat ayahnya tanpa sadar meneteskan air mata.

"Setelah hari ini, jangan pernah mencoba mencari bibimu. Aku tahu kau punya banyak cara untuk kembali padanya atau menghubunginya." Suara lirih ayahnya membuat Aurelie tidak bisa berkata apapun dan diam mendengarkan.

The Crowned Villain'sTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang