TCV 164 | Hari Ulang Tahun Kerajaan
Beberapa hari lalu, saat Kaivan datang ke kediaman Brunswick menemui sang nona sambil membawa persediaan dan kiriman barang, Raymond si penyihir yang juga hendak menemui Sophia untuk mengembalikan apollo, ia tidak sengaja mendengar percakapan keduanya.
Pada akhirnya ia tidak jadi menemui Sophia dan justru berakhir di tempat ini...
Ruang bawah tanah dari kediaman pribadi Sophia yang berada di perbatasan ibu kota dengan kepemilikan yang sudah pasti atas nama orang lain. Setelah hari itu, Raymond memang mengawasi pergerakan Kaivan, pria itu baru saja memindahkan banyak barang bawaan dari toko pribadinya ke ruang bawah tanah kediaman itu.
Raymond menatap setiap gambar aneh yang ada di papan, pria itu juga memandangi denah istana dan bangunan dari istana, sebuah rancangan perhiasan, dan pipa-pipa aneh.
"Sebenarnya apa yang mau dia lakukan?" Gumam Raymond sambil menyentuh beberapa benda dengan bentuk aneh disana, yang tampaknya di rancang oleh Sophia dan di buat juga di sempurnakan oleh Kaivan.
"Apa ini?" Raymond menyentuh daftar nama bangsawan. Pria itu menghela nafas kecil saat membaca nama bangsawan yang dikenalnya. "Sepertinya aku punya cukup waktu untuk mempelajari apa yang akan dia lakukan." Raymond menatap deretan kertas-kertas dengan bahasa aneh yang ditulis Sophia seperti pada bukunya.
Gadis itu pandai menjaga kerahasiaan, bahkan jika jejaknya di temukan, mungkin tidak akan ada yang mengerti.
Hanya saja, bahasa ini...
Raymond sudah mempelajarinya saat ia mencuri buku gadis itu beberapa tahun lalu.
***
Hari ulang tahun kekaisaran
"Nona Anda benar-benar terlihat cantik," puji Elowen yang mengagumi penampilan Sophia, penampilan yang merupakan hasil kerja kerasnya selama beberapa jam terakhir. "Saya yakin tidak ada yang bisa memalingkan mata mereka dari Anda," ujarnya sambil menautkan kedua tangan dan memandangi Sophia dengan senyuman menggembang.
Sophia mengenakan gaun berwarna merah dengan siluet mermaid, ditaburi berbagai kristal putih. Sophia juga mengenakan anting kecil bermata ruby yang sama dengan warna matanya. Surainya di sanggul tinggi dengan tusuk konde berornamen phoenix bermata merah yang menghiasi. Untuk sepatu, Sophia mengenakan sepatu berwarna kristal yang mengkilap dan terlihat begitu mewah.
"Aku akan sulit bergerak," keluh Sophia yang membuat Elowen menggeleng kecil. "Yang penting Anda sangat amat cantik," ujarnya dengan percaya diri. Sophia tidak bisa berdebat banyak dengan Elowen disaat seperti ini.
"Elowen pastikan kereta kudanya," pinta Tia yang tiba-tiba masuk dengan membawa kotak perhiasan di tangannya. "Kenapa tidak kau saja?" Tanya Elowen dengan cemberut. "Itu bukan tugasku," jawabnya dengan datar. "Nona lihat? Semuanya selalu aku yang melakukan, astaga apa yang terjadi dengan tempat ini jika tidak ada diriku." Keluh Elowen sambil membungkuk, pamit dan keluar dari kamar Sophia.
Tia langsung menghampiri sang nona, "Anda belum mendapatkan artefaknya?" Tanya Tia kepada Sophia yang membuat gadis itu menggeleng kecil. "Penyihir itu masih tidak bisa dipanggil?" Sophia mengangguk sebagai jawabannya. "Entah mengabaikan panggilanku, atau ada hal yang terjadi padanya. Aku tidak tahu, mencari keberadaanya juga sulit." Tia berlutut di hadapannya, menyibak gaun Sophia dan menyelinapkan senjata di antara pahanya.
"Rencana ini, Anda akan membahayakan diri Anda juga bukan? Anda yakin Anda akan baik-baik saja tanpa benda itu?" Sophia tampak berpikir. "Selama sistem yang dibuat Kaivan bekerja, aku akan baik-baik saja," jawab Sophia, membuat Tia diam selama beberapa saat.
"Tingkat keberhasilan tanpa artefak?" Tanya pelayan itu lagi, masih mencoba memastikan.
"Sekitar delapan puluh persen," jawab Sophia apa adanya. "Tidak pasti karena situasi bisa saja berubah atau tidak sesuai dengan perkiraan. Terlebih aku tidak bisa turun langsung untuk memastikan," lanjut Sophia, yang membuat Tia mengangguk mengerti, bangkit dari posisinya sambil mengambil isi dalam kotak perhiasan yang sempat dibawanya.
Tia menyentuh tangan Sophia–mengeluarkan benda dari kotak yang dibawanya saat masuk ke kamar. Sebuah gelang dengan ukiran akar yang menjalar dan ruby pada bagian dalam tangannya.
"Anda harus selamat," ucapan Tia membuat Sophia terkekeh kecil. "Aku tidak berencana untuk mati," Sophia menatap gadis di hadapannya itu dengan tenang.
"Mengenai penyihir itu, dia anak yang sama dengan yang waktu itu kan?" Tanya Tia kepada sang nona yang di jawab anggukan kecil. "Kau mengenalinya? Padahal dia merubah penampilannya," Tia menunduk mendengarnya. "Kalau begitu dia tahu bahwa Anda yang memerintahkan saya untuk mencuri peta itu darinya," Sophia kembali mengangguk mengiyakan pernyataan Tia. Sophia kini menatap pantulan dirinya dari cermin.
"Tujuan Anda menandatangani kontrak dengan penyihir itu, adalah apollo kan? Jika pada akhirnya Anda tidak memiliki apollo, bukankah kontraknya akan sia-sia? Penyihir itu, tidak bisa di percaya Nona." Sophia menoleh kepada Tia dan tersenyum kecil.
"Dibutuhkan lima tahun lebih untuk menyempurnakan rencananya tanpa apollo, aku menandatangani kontrak dengannya bukan semata untuk mendapatkan apollo. Tapi untuk memastikan hari ini tetap terjadi, untuk memastikan bahwa pesta ini akan tetap berlangsung. Apollo hanyalah pelengkap bukan hidangan utama." Sophia menatap cincin yang menjadi penghubungnya dengan si penyihir dan melepaskan cincin itu.
"Dia tidak begitu berguna," keluh Sophia sambil menjatuhkan cincin itu di atas lantai. "Lagipula aku tidak berharap ataupun bergantung pada penyihir itu. Memastikan bahwa hari ini tetap berlangsung sudah lebih dari cukup." Tia memandangi cincin yang terjatuh dan berada di sudut ruangan. "Bagaimana jika penyihir itu justru menghalangi?" Tanya Tia yang membuat Sophia tampak berpikir. "Kalau begitu, aku harus membunuhnya. Ah sayangnya itu akan cukup sulit." Sophia mulai berjalan keluar dari ruangannya. "Gunakan benda dibalik gaun Anda," bisik Tia yang seolah mendukung pemikiran Sophia untuk menghabisi si penyihir.
"Sepertinya kau lebih ingin menyingkirkannya dibanding aku." Sindir Sophia, membuat Tia menampilkan binar mata yang khas. Tampaknya dia benar-benar terusik dengan kehadiran si penyihir yang diluar kekangan Sophia. Merasa was-was dan risih karena orang itu bisa diluar kendali.
Berjalan menuju kereta kuda yang sudah disiapkan, Sophia cukup dibuat terkejut kala bertemu pandang dengan Khaled yang rupanya tengah menunggu di depan kediamannya.
Khaled terpaku selama beberapa saat. Pria itu mengulurkan tangannya dengan wajah yang sedikit tersipu. "Ini bukan kereta kudaku," komentar Sophia sambil menatap Khaled yang berdehem pelan. "Aku tidak bisa datang tanpa pasangan ke pesta besar," ujar Khaled masih dengan tangan yang terulur. Sophia akhirnya meraih tangan itu dan masuk ke dalam kereta kuda diikuti oleh Khaled.
Sophia duduk berhadapan dengan Khaled dan kereta kuda itu akhirnya berjalan. Belum lama melangkah, secara tiba-tiba kereta kuda berhenti dan duke tiba-tiba masuk. "Anda tidak pergi dengan kereta Anda?" Tanya Khaled membuat Harald yang duduk di sampingnya berdehem kecil dan memalingkan wajah menatap keluar jendela. "Aku tidak bisa pergi sendiri ke pesta besar," ujarnya membuat Sophia tidak bisa percaya.
Dua orang ini memilih alasan konyol dengan wajah sok polos yang mereka pikir sangat meyakinkan. "Kalau begitu kalian harusnya pergi berpasangan," jawab Sophia kepada ayah dan kakak tertuanya, membuat Khaled ikut memalingkan wajahnya yang sedikit memerah karena malu.
Akhirnya ketiganya pergi bersama menuju istana...
Menuju pesta perayaan ulang tahun kerajaan...
~
Jangan lupa tinggalkan jejak, agar saya semakin semangat up yah ;)
Vote + Comment + Follow
![](https://img.wattpad.com/cover/370378027-288-k769632.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
The Crowned Villain's
Ficción históricaKetika kau yang merupakan seorang penjahat sejati, harus berpura-pura menjadi protagonis demi menghindari akhir tragis. Banyak cerita mengenai seorang protagonis yang masuk ke dalam tubuh penjahat wanita. Perubahan karakter sang penjahat, menarik ke...