TCV 139 | Kekacauan Pertempuran

100 19 1
                                    

TCV 139 | Kekacauan Pertempuran

"Nona di sebelah sini," panggil salah seorang kesatria yang sudah masuk lebih dulu dengan beberapa kesatria lainnya, untuk melihat situasi. Sophia datang menghampiri dan melihat ayahnya yang sudah duduk dalam keadaan terkulai lemas.

"Mereka masih bernafas meski kondisinya sangat buruk. Selain itu, mereka sepertinya juga benar-benar kehilangan fungsi gerak tubuh," terang kesatria itu dengan nada panik. Sophia melihat ayahnya yang masih duduk diam dengan mata terpejam. Kesadarannya hilang dan belum kembali. Mengenai kondisi ini, Sophia sudah mencari tahu dan tidak menemukan apapun.

Memang ada racun yang bisa menghilangkan fungsi gerak tubuh namun itu tidak akan bertahan sampai puluhan tahun lamanya, seperti yang dialami duke dalam kehidupan kedua Sophia. Jadi sejujurnya Sophia masih belum menemukan jawaban pasti akan kondisi yang ini.

"Apa ada jalan membuat mereka sadar dan kembali mendapatkan fungsi gerak tubuh mereka? Apa yang harus kita lakukan?" Tanya Fie pada Sophia yang masih diam memperhatikan kondisi ayahnya.

"Untuk saat ini, tidak ada cara yang aman. Kita akan keluar menggunakan pintu masuk pertama. Kau tolong terus coba buat duke mendapatkan kesadarannya." Sophia berjalan mendekati pintu, mengambil beberapa peluru di sana dan menyelipkannya di seluruh tubuhnya. Salah seorang kesatria yang juga memegang pistol, melakukan hal yang sama.

"Pintu masuk pertama? Bukankah akan lebih aman, dan menguntungkan menggunakan pintu masuk kedua?" Tanya salah seorang kesatria yang membuat Fie maju.

"Tidak, markas musuh, dekat dengan pintu masuk kedua. Meski samar aku melihat asapnya saat kita berjalan ke sini. Mereka juga pasti punya kuncinya jadi mereka akan datang dari sana." Fie kali ini memberikan penjelasan, melirik Sophia yang menatap pistolnya selama beberapa saat.

Beberapa kesatria yang sudah memapah masing-masing satu sampai dua kesatria, akhirnya mulai keluar. "Sepertinya kita harus kembali untuk membawa sisanya," gumam Fie yang membuat Sophia terdiam sesaat.

"Kita tidak bisa membawa semuanya sekaligus?" Fie langsung menggeleng sambil mempersilahkan beberapa kesatria keluar lebih dulu dari tempat itu. "Mereka yang masuk lagi tidak akan menemukan jalan dengan mudah, itu artinya aku harus masuk bersama mereka lagi." Gumam Sophia pelan yang membuat Fie semakin menatapnya heran.

"Apa ada masalah dengan itu?" Tanyanya yang membuat Sophia terdiam selama beberapa saat sebelum menyampaikan jawabannya.

"Tidak."

Para kesatria keluar lebih dulu, "saya akan berjaga di bagian belakang," putus Fie sambil mengeluarkan pedangnya. Sophia mengangguk setuju, mereka mulai berjalan keluar dengan Sophia dan beberapa kesatria berjalan di depan, kesatria yang memapah kesatria-kesatria Brunswick lainnya, berada di bagian tengah dan Fie yang berjaga di belakang.

Saat sudah mendekati bibir goa, suara bising tembak-menembak dan hantaman pedang terdengar begitu nyaring juga menggema. Sophia menahan pasukannya dan maju lebih dulu memastikan situasi, melihat musuh yang tengah berhadapan dengan pasukan yang dipimpin oleh Christ.

Sophia memperhatikan tumpukan peti yang ada di sana dan mengambil satu anak panah yang ada di punggung salah satu kesatrianya, melilit mata panahnya itu dengan kain, membasahi dengan minyak pada obor dan membakarnya. Sophia kemudian memberikan anak panah itu kepada si kesatria. "Tembak tepat di bagian bawah peti itu," pinta Sophia sambil berbisik yang di angguki oleh kesatria itu.

Saat anak panah di melesat, taburan bubuk mesiu yang ada di dekat peti membuat ledakan yang cukup besar hingga pasukan musuh yang berlindung di balik peti, porak poranda.

Sisa pasukan musuh yang ada langsung Sophia tembak satu persatu sambil berjalan dengan tenang dan melewati api-api yang masih menyala–menghampiri Christ yang menatapnya terpukau. "Kenapa lama sekali menghabisi mereka?" Tanya Sophia yang membuat Christ merapikan surai merahnya yang basah karena keringat. "Yang Anda habisi adalah sisanya Nona," ujarnya sambil tertawa kencang.

"Mulai dari sini, kalian bisa membawa mereka kan? Aku harus kembali dan membawa sisanya," perkataan Sophia langsung disetujui oleh Christ. Pasukan dua langsung membantu pasukan tiga memapah para kesatria Brunswick keluar dari tempat itu. Sedangkan pasukan tiga kembali masuk ke dalam labirin bawah tanah itu untuk kembali ke gudang dan membawa sisa pasukan Brunswick.

Sophia mengeluarkan arlojinya dan melihat jamnya dengan teliti. "Mulai dari sini kita harus bergerak cepat. Kalian lebih cepat dan lincah dari pasukan lain jadi kita pasti bisa menghemat waktu." Para kesatria lain mulai bersiap pergi.

"Ah kau, ikut dengan pasukan dua dan pastikan duke memiliki kesadarannya saat aku kembali. Dia harus sudah sadar, mengerti?" Titah Sophia pada kesatria yang membawa duke. Pria itu mengangguk sebelum ikut dengan pasukan dua keluar dari tempat yang membuat sesak itu.

"Kita kembali bergerak."

Sementara itu suasana di luar cukup riuh, dimana pasukan yang dipimpin oleh Peter terus menghadang pasukan lawan yang mencoba masuk ke dalam tambang.

Saat pasukan kedua keluar, Peter tersenyum senang, terlebih duke yang benar-benar ada diantara kesatria yang diselamatkannya. Meski keberadaan Sophia tidak ada di antara para pasukan yang terlihat, Peter terlalu sibuk menghabisi pasukan lawan yang tiada habisnya berdatangan, seperti yang sudah Sophia peringatkan.

Christ beserta kesatria lainnya berhasil keluar dengan membawa serta semua kesatria Brunswick yang masih tidak bisa menggerakan tubuh mereka, sebagian diantaranya bahkan tidak memiliki kesadaran sama sekali.

"Dimana Nona?" Tanya Alister yang baru saja sampai dengan menaiki kuda yang sudah bisa diyakini ia rebut dari musuh, yang mencoba masuk melalui pintu kedua.

"Memimpin pasukan ke tiga untuk mengeluarkan sebagian kesatria yang masih tersisa," jawab Christ yang langsung membuat Alister turun dari kudanya dan berteriak marah.

"KENAPA KAU BIARKAN SIALAN!" Teriaknya sambil berlari ke arah pintu masuk tanpa menghiraukan tembakan yang terarah kepadanya, dari berbagai musuh yang berada di dataran lebih tinggi.

"Apa ini? Kenapa dia begitu? Apa ada rencana lain yang tidak aku ketahui?" Tanya Peter yang baru saja mendatangi Christ sambil terus menebas pasukan lawan yang mendekat.

"Saya tidak tahu," Christ melirik Alister yang masih berlari menuju pintu masuk, sampai akhirnya...

BOOOOOOOOOMMMMMM

~
Jangan lupa tinggalkan jejak, agar saya semakin semangat up yah ;)

Vote + Comment + Follow

The Crowned Villain'sTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang