TCV 159 | Pria Gila Kaya Raya

60 12 2
                                    

TCV 159 | Pria Gila Kaya Raya

"Nona saya mohon," rengek Elowen sambil memasang wajah memelas di hadapan Sophia. Sophia mundur beberapa langkah saat gadis itu maju dengan bersemangat kepadanya.

"Nonaa..." Elowen memaksa Sophia untuk melukis potret dirinya pada seorang pelukis jalanan, yang melukis dengan begitu cepat dan indah. Sophia justru menarik Elowen dan Tia ke hadapan si pelukis. "Tolong lukis mereka," pinta Sophia sambil memaksa kedua pelayannya itu duduk.

Si pelukis langsung mengangguk bersemangat. "Aku akan mengunjungi toko pandai besi, kalian bisa menemuiku disana nanti." Elowen yang hendak mengejar ditahan oleh Tia.

"Kau makin bertingkah," tegur Tia sambil menatap lurus ke arah si pelukis. "Bagaimana bisa kita membiarkan nona pergi sendiri?" Tanya Elowen yang membuat Tia menoleh ke arahnya. "Alister mengawasi bahkan tanpa kita sadari." Tia meluruskan wajah Elowen agar menghadap ke arah si pelukis.

Keduanya akhirnya duduk diam dan di lukis seperti perintah sang nona.

Sedangkan Sophia berjalan menuju toko pandai besi. Sebelum mengunjungi toko itu, ia terlebih dahulu mampir ke sebuah toko tua yang menjual ramuan dan tanaman obat.

Sophia masuk dan duduk di hadapan seorang pria yang tengah sibuk mencatat beberapa hal pada buku kecilnya. Kacamata pria itu di betulkan saat menyadari kehadiran Sophia.

"Nona," pria yang tidak lain tidak bukan adalah Irman itu menyapa. Pria itu menatap Sophia dengan bersemangat dan tersenyum pada sang nona.

"Aku berhasil mendapatkan si penyihir," terang Sophia sambil mengeluarkan artefak yang sempat dikenakannya di leher, tersembunyi di balik gaun.

"Artefak apollo?" Irman menatap artefak itu dengan takjub. Pria itu buru-buru menyentuh artefak yang berbentuk kalung dengan batu liontin berwarna jingga dan ukiran indah yang menyangga liontin tersebut. "Anda benar-benar menemukannya," Irman mengusap liontin tersebut dan menatap Sophia tidak percaya.

"Aku mungkin bisa menyelamatkannya jika benda itu didapatkan beberapa tahun lebih cepat," gumam Sophia yang membuat Irman menatap sang nona dan diam selama beberapa saat. "Nona Drechsler mungkin sudah merasa tenang di atas sana." Perkataan Irman yang membuat Sophia memalingkan wajahnya menatap keluar jendela.

"Tidak ada jaminan, bagaimana jika dia terus terlahir dan mati dengan mudah seperti itu secara berulang?" Tanpa sadar Sophia mengeluarkan komentar seolah dirinya tengah mengeluh, membuat Irman berdehem kecil. "Bahkan meskipun hal seperti itu terjadi, nona Drechsler sepertinya dapat melalui semuanya dan hidup dengan baik."

"Sepertinya Anda benar-benar menyukai nona Drechsler." Irman jelas tengah menelisik air muka Sophia saat ini.

"Anda bahkan mencari penyihir itu susah payah selama ini," ujarnya yang membuat Sophia menunduk kecil. "Dia mirip seseorang yang ku kenal, dan aku mencari si penyihir bukan untuknya!" Sophia meralat perkataan pria itu sambi bangkit dari posisi duduknya.

"Semuanya berjalan lancar kan?" Tanya Sophia yang membuat Irman ikut bangkit dan berjalan mengekori Sophia, mengelilingi ruangan sambil memperhatikan setiap tanaman obat yang ada di sana.

"Tentu saja, rekonstruksi istana sudah hampir selesai. Saat ulang tahun kerajaan nanti, semuanya sudah sempurna." Perkataan Irman terdengar meyakinkan. Pria itu masih menggenggam artefak yang ada di tangannya dan berdehem kecil.

"Nona, mengenai apollo. Apa saya boleh meminjamnya selama beberapa pekan?" Tanya Irman yang membuat Sophia menoleh dan menatap artefak di tangan pria itu.

"Sepertinya keadaannya memburuk lagi," komentar Sophia diangguki oleh Irman.

"Kembalikan sebelum perayaan," pinta Sophia yang membuat Irman langsung menatap sang nona dan mengangguk dengan semangat.

"Saya tahu Nona ingin menemui saya untuk memberikan apollo kan? Bagaimana mungkin Nona sangat perhatian dan menyayangi saya sebesar ini?" Reaksi Irman membuat Sophia memalingkan wajahnya.

"Itu menggelikan!" Tegurnya sambil keluar toko, tidak peduli meski Irman memanggil-manggil dirinya.

Pertemuan singkatnya dengan Irman akhirnya berakhir, Sophia melirik Alister yang menatapnya tidak jauh dari posisinya saat ini. Sophia kemudian melirik ke dalam bangunan dan menatap Alister, memberi isyarat dan perintah bagi kesatrianya itu.

Apollo bukanlah jenis benda yang bisa dipinjamkan dengan mudah tanpa pengawasan, terutama untuk orang naif seperti Irman.

Setelahnya, Sophia kemudian mendatangi toko pandai besi. Gadis itu melihat-lihat beberapa pedang dan mendesah kecil saat tidak ada satupun pedang yang menarik perhatiannya.  Entah terlalu berat, tidak begitu cantik atau tidak suka saja. Sophia selalu menemukan titik ketidakpuasannya dan pada akhirnya tidak menemukan satu pedangpun yang diinginkannya.

Gadis itu keluar dari toko dan justru berpapasan dengan seorang tuan muda yang jelas dirinya kenali.

Surai hitam dengan mata biru tajam yang menatap Sophia dan dengan lancang, menarik tangan Sophia saat gadis itu hendak pergi menjauh.

Sekilas dia akan terlihat mirip dengan George, namun garis wajahnya terlihat lebih lembut sementara George terlihat lebih tegas dan karismatik. Berbeda dengan wajahnya yang manis, pria ini adalah iblis sejati.

"Siapa nama Anda Lady?" Tanyanya sambil mengecup punggung tangan Sophia dan menantikan jawaban Sophia.

Sophia terpaku selama beberapa saat, bukan terpesona namun justru merasa tidak percaya. Bagaimana bisa di ibu kota sebesar ini, dirinya bisa bertemu dengan salah satu bajingan sialan tanpa adab secara kebetulan? Padahal tempat ini jauh dari wilayah kekuasaan si tuan muda yang sudah menjadi pemimpin keluarga itu.

Apa dirinya harus melakukan pengusiran setan? Rasa-rasanya Sophia seperti menarik berbagai macam hawa negatif di sekitarnya.

Tanganya masih saja lancang dan kurang ajar seperti sebelumnya...

Tidak bisa dirinya lupakan, wajah-wajah bajingan yang pernah memperkosa tubuh Sophia di kehidupan sebelumnya, tentu atas perintah dari si bajingan peringkat satu George.

Sophia melepaskan genggaman tangan pria itu dan berlalu pergi.

"Tidak pernah!" Teriaknya dengan tajam dan tegas yang membuat Sophia menghentikan langkah tanpa menoleh. "Tidak pernah ada seorang lady yang memperlakukanku dengan begitu hina dan angkuh sepertimu!" Ujarnya yang membuat Sophia menoleh.

"Apa ada yang pernah berkata bahwa Anda adalah seorang bajingan tidak menarik?" Tanya Sophia yang tidak mendapat jawaban dari pria yang masih menatapnya dengan tatapan tajam dan senyuman sinis.

"Tentu saja tidak ada," gumam Sophia sambil berlalu pergi.

Di antara para cecunguk komplotan George. Ada satu nama yang sangat berbahaya dan jauh lebih gila dari yang lainnya.

Pria yang menjadi count di usia muda dan menjadi pemimpin keluarga, mewarisi semua harta keluarganya setelah melakukan pembantaian. Namun donasi besar yang dirinya berikan kepada kerajaan bahkan membuat kerajaan mengabaikan semua perbuatannya. Pria itu menjadi gudang harta bagi George, pria gila kaya raya yang tidak memiliki sedikitpun kewarasan.

Dilan D Armstrong.

'Apa aku terlalu memprovokasinya?'

'Sepertinya, aku melakukan sedikit kesalahan.'

~

Jangan lupa tinggalkan jejak, agar saya semakin semangat up yah ;)

Vote + Comment + Follow

The Crowned Villain'sTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang