LXXVII.7 : - Don't Look Back -

4.1K 299 2
                                    

Sepulangnya dari bazzar itu, Junichi dan Ritsu disambut oleh pemandangan mengerikan. Sekumpulan orang berbadan besar yang membawa obor. Rumah mereka terbakar habis dan kedua teman mereka, Kudo dan Fei sedang di terluka parah karena pukulan yang keras dari sekumpulan orang itu.

Junichi dan Ritsu pun segera bersembunyi melihat pemandangan itu. Sebenarnya itu ide Junichi sih, Dia menahan Ritsu untuk tetap bersembunyi di balik tumpukan sampah itu.

"Berani-beraninya kalian melarikan diri dari pelatihan kami. Kalian sudah tahu konsekuensinya kan?", tanya seseroang berbadan besar itu.

Junichi dan Ritsu mengenal orang itu. Dia adalah orang yang melatih mereka dengan kejam selama ini. Kedua temannya tidak menjawab karena tidak sadarkan diri. Mereka hanya ditenteng seperti sampah saja. Ritsu sendiri menahan air matanya sambil menutup mulutnya. Dia berusaha untuk tidak teriak dan menyerang mereka semua.

Junichi sendiri tahu, jika dia maju dan menyerang mereka. Dia tidak akan menang. Itu akan menjadi pertarungan yang sia-sia. Bagaikan seekor kelinci masuk ke kawanan serigala yang lapar.

"Dimana 2 orang lagi ?", tanya orang yang berbadan besar itu.

Kedua temannya pun tidak menjawab. Kudo sendiri pun tampak mulai sadarkan diri dan mencoba untuk membuka matanya. Dia tetap tidak menjawab meskipun dia mendapat sedikit kesadarannya kembali.

"JAWAB !!!", teriaknya lagi sambil membantingkan wajah Kudo ke tanah.

Seketika itu, Ritsu yang tidak bisa menahan diri pun melompat keluar. Dia bergegas lari menyelamatkan Kudo. Tapi sayang, jumlah lawan Ritsu tidak sedikit. Ada 5 orang yang berbadan besar dan lebih kuat dari Ritsu seorang.

"TIDAAAAKKK!!", teriaknya sambil melemparkan beberapa pisau yang dicurinya kemarin.

Lemparan pisau itu tidak membuat mereka merasa sakit sama sekali. Mungkin karena badan mereka besar dan kebal. Junichi pun maju membantu karena dia ingin membantu Ritsu.

"La..ri..lah.. ka..li..an ..ber..du..a..", kata Kudo dengan nada kecil sambil menatap ke arah Junichi.

"DIAM !", bentak laki-laki itu lagi sambil membantingkan kembali wajah Kudo ke tanah.

Ritsu sendiri sedang sibuk menyerang ke 4 laki-laki lainnya. Perbandingan mereka bahkan terlihat sebagai semut yang mencoba untuk melawan manusia. Tidak ada serangan Ritsu yang berhasil melawan mereka. Kalau pun ada, rasanya bagaikan gigitan semut saja.

"Rit-su .. La..ri..lah", kata Fei yang juga mencoba memberi signal kepada Ritsu meskipun Ritsu tidak mendengar mereka berdua sama sekali. Yang mendengarnya adalah Junichi. Junichi tau itu adalah pertarungan yang sia-sia. Dia pun tidak mungkin bisa menyelamatkan temannya. Dia pun mengikuti perkataan Kudo dan menarik Ritsu lari.

Melihat itu, Kudo pun segera mengambil kesempatan untuk menggapai sebuah pecahan kaca dan menusukkan benda itu ke tangan salah satu laki-laki itu dengan dalam.

"AARRRGGGHHHH?!!!!!"teriaknya kesakitan.

"LARIII!!", teriak Fei lagi. Fei pun membantu mengigit tangan laki-laki yang menentengnya sampai berdarah dan memberikan kesempatan Junichi dan Ritsu untuk melarikan diri.

"TIDAK ! Lepaskan aku ! Lepaskan aku , Junichi !!", teriak Ritsu yang dibawa paksa oleh Junichi untuk melarikan diri secepat mungkin.

Dan saat Junichi membalikan badannya sekali lagi, kedua temannya telah dibunuh dengan sadis. Mereka dibakar hidup-hidup dengan obor yang ada ditangan laki-laki itu. Ritsu sendiri berteriak memberontak dan Junichi menariknya erat-erat dan melepaskan pandangan dari kedua temannya yang telah terbunuh dan membiarkan mereka berdua menyelamatkan diri.

Hari itu, untuk pertama kalinya Junichi menangis tanpa mengeluarkan air matanya. Dia berlari tanpa kembali berbalik belakang.

Beberapa hari setelah itu, Junichi dan Ritsu kembali bertemu dengan gadis yang memberinya roti di bazzar waktu itu. Gadis itu pun memperkenalkan dirinya sebagai Lily. Dia lah yang membawa Junichi dan Ritsu masuk ke dalam Numbers. Bukan sebagai pembunuh tetapi, menjadikan Numbers sebagai rumah mereka. 

Chapter LXXVIII menyusul nanti sore~

HanagamiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang