XCV : - The Story of Twin Gods -

3.6K 207 12
                                    

Khusus Chapter ini saya akan menceritakannya lewat POV Kamito

"Ayah lihatlah... kami menemukan ini", jawab laki-laki berambut putih dengan mata birunya yang polos ke ayahku. Di tangannya ada seekor burung kecil bercicit dengan merdu.

"Iya.. Hirato. Itu adalah seekor burung. Seperti species mahluk baru terus bermunculan akhir-akhir ini", jawab Ayahku yang berambut hitam dan bermata hitam dengan tatapan biasa aja dan tidak terlihat kagum sama sekali.

Laki-laki itu pun berlari ke arahku. Menunjukkan kembali species yang namanya burung itu ke arahku dengan polosnya. Sayangnya aku tidak tertarik dengan binatang imut. Jadi aku hanya berpura-pura kagum sekedar untuk membuatnya senang.

Laki-laki bermata biru itu adalah kakak kembarku, Hirato. Aku lahir 1 menit lebih lambat darinya. Tapi aku tidak terlalu mempermasalahkannya.

Berbeda dengan dirinya yang berambut putih dengan mata sebiru langit. Aku sendiri berambut hitam dan bermata hitam. Jangan menatap mataku lama-lama karena terkadang saudara kembarku sendiri bilang kau bisa saja terhisap ke dalam kegelapan. Ya, begitulah aku. Putra dari Chaos. Jadi kegelapan tidak jauh-jauh dariku. Bisa dibilang aku dan ayahku sebelas dua belas alias ga ada bedanya.

Bagaimana dengan Hirato ? Dia lebih mirip Ibuku. Warna mata dan rambutnya sama. Ibuku adalah Kindness. Aku tidak mengerti juga kenapa mereka berdua bisa menikah padahal itu jelas-jelas bertentangan.

Oh iya.. satu hal lagi.. Begitu kami dilahirkan. Dunia ini masih kosong dan tandus. Ayah dan Ibuku lah yang menciptakan dunia ini dan segala binatang-binatang yang ada di dalamnya. Ayahku menciptakan monster (karena dia cuma bisa bikin monster) dan Ibuku menciptakan binatang-binatang kecil seperti burung kecil yang dipamerkan oleh Hirato tadi.

Namaku sendiri adalah Kamito. Kanjiku memang diambil dari kanji "kami" yang artinya dewa.

Aku dan keluargaku tinggal di Dunia Bawah karena ini adalah dunia yang pertama kali diciptakan. Belum ada surga maupun dunia manusia saat itu. Satu-satunya benar-benar hampa. Kami adalah keluarga pertama di neraka.

Aku tidak ingat persis bagaimana aku lahir atau bagaimana jiwaku terbentuk, yang jelas, aku melalui masa lalu yang normal. Seperti manusia pada umumnya, manusia juga belum ada saat itu. Hari-hari biasa, kami memburu binatang dan tanaman yang bisa dimakan meskipun mereka diciptakan oleh orangtuaku sendiri.

Aku dan Hirato ? Kami berdua nyaris tidak pernah bertengkar. Hari-hari biasa, kami memburu binatang dan tanaman yang bisa dimakan meskipun mereka diciptakan oleh orangtuaku sendiri. Meskipun dalam pertarungan aku lebih ahli darinya tapi dalam spell aku tidak sekuat dirinya. Kami memang kembar, tapi kami nyaris sempurna. Setidaknya itulah yang dibanggakan kedua orangtuaku.

Suatu hari , saat kami menginjak umur 12, ayah dan ibuku memutuskan untuk berpisah. Bukan karena mereka merasa tidak cocok satu sama lain, tetapi Ibuku memutuskan untuk menambah mahluk baru dan dunia baru. Ibuku pun pindah dunia atas atau yang kalian sebut surga dan memutuskan untuk membawa Hirato tinggal bersamanya disana. (Toh memang 3 dunia memang sudah ada pada saat kami berdua lahir).

Aku sendiri harus tinggal dengan ayahku di neraka yang panas terlebih aku juga merasa lebih cocok disini.

"Huwaa!! Aku tidak mau pindah !! Aku mau disini dan bersama dengan semuanya !!", ucap HIrato sambil menyeka air matanya.

Dengan tenang aku pun meletakkan tanganku diatas kepalanya dan mencoba bertindak dewasa walaupun aku ini adik kembarnya.

"Tenanglah.. Kita tidak pisah selamanya kok. Aku akan sering-sering mengunjungimu", kataku sambil mengusap-usap kepalanya meskipun di dalam hatiku juga tidak ingin kami berpisah. Tapi disisi lain, aku juga menghargai keputusan orangtuaku. Dunia seluas ini tidak mungkin ditinggali oleh kami saja.

"Janji ?", tanyanya

"Ya.. Aku berjanji akan mengunjungimu", jawabku sambil tersenyum.

Hari itu juga kami pun berpisah. Tapi ternyata, janji kami tidak semudah itu untuk ditepati.

Aku sempat mengunjungi surga beberapa kali dan melihat dunia atas mulai berisi, banyak mahluk yang ada di neraka juga berpindah ke sana mengikuti ibuku dan Hirato dan beberapa tahun kemudian, para dewa baru mulai muncul. Mereka lahir dari darah yang menetes dari bagian tubuh Hirato. Tapi tidak seperti aku dan Hirato, mereka lebih lemah.

Sementara itu, aku dan ayahku masih banyak menghabiskan waktu di neraka dan menciptakan dewa-dewa baru di neraka. Bukan dari darahku, tapi dari darah ayahku. Ayahku masih belum mengijinkanku untuk menciptakan apa-apa melainkan memintaku untuk belajar bertarung dan mempelajari sihir-sihir hitam, mulai dari sihir kebangkitan dan beberapa sihir-sihir yang sekarang sudah aku segel dan tidak diizinkan untuk digunakan lagi.

Aku pun semakin kuat saat itu dan tak lama, aku tidak lagi diizinkan untuk ke surga oleh ayahku. Setiap kali aku meminta izin darinya dia selalu berkata tidak.

"Tidak ! Kau tidak boleh pergi ! Kalau kau pergi, aku akan mengikat kaki dan tanganmu dengan ini !", ucapnya sambil menunjukkan sebuah borgol hitam buatan ayahku sendiri.

Melihat itu pun aku mundur teratur karena aku tidak pernah menang satu lawan satu melawan ayahku. Ditambah lagi dengan ekspresinya yang seperti itu, dia jelas terlihat marah dan pasti dia tidak akan mengampuniku kalau aku pergi. Aku pun kembali ke kamarku dan berpikir untuk mengirim surat kepada Hirato saja lewat seekor monster burung peliharaanku. Setelah selesai menulis, aku pun melepasnya terbang diam-diam sambil membuka portal yang membatasi ketiga dunia.

Dua hari, tiga hari, burung peliharaanku pun kembali.

"Weiss!", panggilku senang dan dengan penuh harap. Sedikit harapan kalau dia akan datang membawa surat balasanku. Tapi sayangnya, Weiss, burung peliharaanku kembali tanpa kaki dan kepala. Dengan tatapan shock aku pun berteriak.

"AAAAAAAAAAAAAA!!!!",, teriakku horror. Burung itu memang tidak ada manis-manisnya, tapi dia satu-satunya yang paling menuruti semua kata-kataku dan paling bisa diandalkan.

Mendengar teriakkanku, ayahku pun datang dengan tombak di tangannya seolah-olah bersiap-siap untuk membunuh sesuatu.

"APA YANG TERJADI ?!", teriaknya dan dia pun mendapati diriku yang masih shock melihat Weiss tanpa kaki dan kepala.

"We-weiss...", jawabku sambil menunjuk burung yang masih bisa terbang tanpa kepala dan kaki itu sementara darah masih mengalir dari leher dan bawah kakinya.

"Apa yang sudah kau lakukan ?!", tanya ayahku sekali lagi dan mengambil Weiss yang masih bisa terbang itu.

"A-Aku hanya mengirim surat ke Hirato", jawabku jujur sambil menahan tangis.

"Sudah kubilang jangan lakukan itu.. Surga sedang tidak stabil ! ", jawab ayahku yang malah marah.

"Bagaimana dengan Hirato dan ibu ?", tanyaku lagi sambil menyeka air mataku yang masih menetes sedikit walaupun aku masih menahannya.

Ayahku pun menghela nafas panjang dan meletakkan telapak tangannya yang besar ke kepalaku sambil berkata ,"Tenanglah, semuanya akan baik-baik saja. Kalau sudah stabil, aku akan mengizinkanmu kesana".

Seketika itu juga air mataku pun berhenti menetes dan dengan sedikit harapan aku pun menatap ayahku dengan berbinar-binar. Walaupun pada akhirnya janji itu tidak pernah ditepati oleh ayahku. 

Next Chapter 23 September 2016

HanagamiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang