LIMA

142 6 0
                                        

Aku tersenyum menatap lemari. Mencengkeram erat kemeja Bang Arka dengan jemari. Membayangkan bagaimana tadi Bang Arka memanggil namaku. Ah bodohnya aku, kenapa harus ku tanya seperti itu? Jelas dia tahu namaku, kan sudah tertulis di atas seragamku. Tapi tetap saja hatiku berbunga saat mendengar namaku disebutnya.

Ku pandangi kemeja kedodoran yang sedang ku kenakan. Tampak aneh ku kenakan. Tanganku tertutup tak kelihatan. Lututku pun hanya tertutup sebagian. Sambil membayangkan lagi bagaimana Bang Arka tadi mengizinkan aku memakai pakaiannya.

"Ambillah pakaianku di lemari, terserah yang mana yang kamu suka. Sambil nunggu seragammu kering. Maaf aku gak punya pakaian wanita di rumah ini."

Ah entah kenapa aku bisa sesenang ini membayangkan perkataan dan raut wajah Bang Arka tadi. Dia bilang, dia tidak mempunyai pakaian wanita. Tentu saja, dia kan seorang lelaki. Tapi di dalam hati kecilku berucap, ah benar saja dia tidak punya pakaian wanita di sini karena aku mungkin gadis pertama yang mendatangi rumahnya. Pikiran konyolku ini, entah bagaimana membuat hatiku jadi berbunga-bunga.

Oh bodohnya aku. Apa sih yang sebenarnya aku pikirkan? Aku memukul kepalaku, menggeleng-gelengkannya, berusaha menghalau pikiran aneh yang terus menyusup di otakku. Ku putuskan segera keluar kamar untuk menemui Bang Arka. Masih banyak yang ingin ku dengar sebenarnya.

"Bang." Aku memanggil Bang Arka saat melihatnya duduk di meja makan sambil menyesap kopinya. Dia sudah selesai sarapan sepertinya.

Bang Arka menoleh, tiba-tiba menatapku dengan tatapan tajam, dahinya berkerut dalam, menandakan hatinya sedang tidak senang. Oh ayolah, ada apa lagi ini? Aku ingin meneriakinya kembali.

"Apa yang kamu lakukan?" Bang Arka berteriak namun suaranya bergetar. Tatapannya masih setajam sembilu menusuk tepat di hatiku.

Apa? Apa lagi yang ku lakukan? Aku tidak melakukan apapun. Aku hanya menyapanya. Sumpah! Aku kebingungan, melirik ke kiri dan kanan, seolah di sana ada jawaban yang ku rindukan. Jawaban yang bisa menyelamatkan aku dari pertanyaan yang aku tidak pahami ini.

Aku masih terdiam. Memandang takut pada wajahnya. Aku ingin pulang, sekarang! Bisakah aku berteriak itu? Perasaan berbunga-bunga yang tadi sempat ku rasa, seketika hilang tak bersisa. Ku tarik lagi ucapanku yang mengatakan Bang Arka hangat dan penuh perhatian. Di depanku ini hanya terdapat manusia serigala siap menerkam. Papa, Mama, aku takut! Aku hanya berani berteriak dari dalam hati.

Melihat ku masih bergeming, Bang Arka langsung masuk ke kamar, tepat di sebelah kamar yang tadi ku tempati. Aku mendesah, ditinggalkan sendiri kini bukan lagi hal baru untukku. Mungkin takdirku memang tertulis untuk selalu ditinggalkan. Tak terasa air mataku menetes. Ah rasa sakit ini terasa lagi, aku belum terbiasa merasakannya. Mungkin tak akan terbiasa sampai kapan pun. Aku membalik badan, melangkahkan kakiku hendak masuk ke kamar. Baiklah, aku di kamar saja, agar kesehatan mental dan jiwaku terpelihara.

Baru beberapa saat kakiku melangkah, tanganku hampir mencapai gagang pintu, tiba-tiba aku rasakan kehangatan menjalar di punggungku. Aku terdiam, berusaha mencerna yang terjadi.

"Jangan berkeliaran dengan pakaian seperti itu di rumah ini." Suara Bang Arka lembut menyapa dari belakangku. Tangannya menyampirkan jaket di pundakku. Jaket yang tak kalah kedodoran di tubuhku.

Deg. Deg. Deg.

Seketika jantungku berdegup tak tentu. Ah ini orang, kenapa bisa membuat jantungku jadi kayak gini sih? Apa dia tidak tahu, jika setiap perkataannya itu membuat perasaanku tak tentu? Dia sungguh menakutiku setiap kali dia membuka mulutnya. Serasa akan diterkam serigala.

"Tadi Bang Arka sendiri kan yang bilang, aku boleh memakai pakaian manapun yang ada di lemari Abang? Aku cuma asal ambil aja Bang, aku gak tau kalau pakaian ini gak boleh ku pakai. Maaf Bang." Aku berkata lirih, suaraku bergetar.

BERITAHU MEREKA!!! Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang