LIMA PULUH ENAM

35 6 0
                                    

Aku menoleh ke kiri dan kanan tanpa henti saat mobil Bang Arka memasuki halaman kampusku. Oh Gusti, rasanya hati ini tak tenang. Entah apa atau siapa yang akan memergoki dan menatap kami hari ini. Semoga saja tidak ada yang melihat kebersamaan kami. Aku sungguh masih belum siap jika hubungan terlarang ini harus terbongkar secepat ini.

Ini karena Bang Arka yang terlalu memaksakan kehendak. Aku terus merutuki keputusan Bang Arka yang ku anggap ceroboh. Bagaimana tidak ceroboh, dengan gampangnya tadi pagi dia menyuruhku berangkat bersamanya, meski memakai mobilnya yang lain, tapi kan, hah entahlah. Alasan yang dilanturkannya sederhana, akan sangat menyenangkan bisa berangkat bersama belahan jiwa. Cih! Aku yakin alasan sebenarnya adalah agar bisa mengawasiku dan menjauhkan aku dari hal-hal aneh yang dia takutkan. Si posesif!

"Bang, aku turun sini aja." Rengekku untuk kesekian kalinya saat melihat jalan setapak yang sepi, tak jauh dari gedung jurusanku.

"Kamu kenapa takut banget sih? Gak percaya sama Abang ya?" Balas Bang Arka dengan sewot.

Astaga Abangku sayang, bagaimana kamu bisa setenang ini? Padahal kini jantungku bertalu-talu tak tentu iramanya! Bagaimana aku harus menjelaskan pada mata yang menatap penasaran? Rasanya aku ingin menangis sambil berguling di tanah!

"Bang, ayolah. Kita jaga dulu hubungan ini. Aku hanya tak ingin menjadi duri dalam rumah tanggamu. Aku hanya berusaha melindungi nama baik kita Bang." Rengekku dengan suara yang ku buat selembut mungkin.

Lama tak ada jawaban hingga akhirnya mobil yang dikemudikan Bang Arka berhenti di jalanan sepi di belakang gedung lama jurusanku.

"Aku ingin membawamu hingga ke depan pintu masuk, tapi kamu sendiri yang memintanya. Tolong, jangan pandang aku sebelah mata karena masalah ini, Mikha." Oh lelakiku, kamu sangat bertanggung jawab. Ternyata, ini masalahnya kenapa Bang Arka tidak mau menurunkan aku sembarang tempat.

Ku tarik nafas panjang dan ku hadirkan senyum hangat yang ku harap bisa membuat hatinya tenang.

"Aku sayang Abang. Aku gak akan mikir macem-macem Bang. Aku yang meminta semua ini karena aku ingin menjagamu dan wibawamu. Karena aku cinta Bang Arka."

"Aku lebih mencintaimu sayang." Bang Arka selalu saja tak mau kalah. Dasar!

Aku turun dari mobil setelah memastikan keadaan aman. Ku cium tangan Bang Arka dengan jantung yang terus bergemuruh. Jadi seperti ini rasanya berangkat dan berpamitan dengan kekasih. Oh menyenangkan dan mendebarkan dalam satu waktu karena pasanganku pun bukan sepenuhnya milikku.

Aku melangkahkan kakiku dengan ringan. Tujuanku ke ruang himpunan. Aku ingin menumpang membuat laporan di sana.

Belum sampai kakiku melangkah memasuki gedung jurusanku, sebuah tepukan mengagetkan aku.

"Aaahhh.." Entah karena adrenalinku yang sudah dipacu sedari tadi, tepukan pelan di bahuku pun membuat aku berteriak sekuat tenaga dan refleks sedikit berlari menghindar.

"Kay!" Pekik pemilik tangan yang mengagetkan aku. Seketika tubuhku ada yang menahan dan mulutku ada yang membungkam.

Ah, aku mengenalinya. Suara dan bau parfumnya sangat ku ingat. Aku menoleh dengan segera karena aku pun ingin melihat dan...sedikit menyelesaikan kesalah pahaman kami. Jika bisa dan jika berani. Oh ayolah, jangan jadi pengecut Mikhayla!

"Kak Al! Ngagetin aja! Gak tahu aturan banget ih." Aku ikut berteriak setelah mulutku lepas dari bungkamannya, berusaha menetralisir rasa terkejutku.

"Lagian jalan lempeng aja. Ngelirik dikit napa? Awas nabrak lho!" Cerca Aldrich sambil merangkul bahuku dan tersenyum lebar. Aku berusaha melepaskan tangannya.

BERITAHU MEREKA!!! Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang