Bang Arka terus menarik tanganku, menuntunku menuju mobilnya. Sesaat setelah kami sampai di depan mobil Bang Arka, tanganku dihempaskannya.
“Kamu kenapa diem aja sih, Mikha? Bantah dia, jawab pertanyaannya dengan angkuh! Berontaklah Mikha, jangan lagi dekat dengannya! Apa kamu masih berharap padanya?” Suara Bang Arka lebih menggelegar dari suara Danen tadi.
Kini dialah yang bertanya sambil membentakku. Ada apa lagi ini?
“Apaan sih Bang? Kok jadi Abang yang marah? Abang lupa minum obat ya?” Aku ingin memakinya tapi hanya ini yang ku bisa.
“Taulah! Pikir sendiri. Cepat masuk!” Perintah Bang Arka tegas, tak ingin dibantah. Sambil tangannya membukakan pintu penumpang untukku.
“Emang kita mau ke mana Bang? Aku belum gladi bersih untuk perpisahan Bang.” Ucapku.
Aku ragu untuk pergi dengan Bang Arka. Aku enggan masuk mobilnya tanpa tujuan yang jelas.
“Kapan acara perpisahanmu?” Tanya Bang Arka. Huh selalu saja menjawab pertanyaanku dengan pertanyaannya, dasar!
“Minggu besok Bang. Kenapa?” Tanyaku masih kebingungan.
“Masih ada waktu untuk latihan. Sekarang masuk mobil!” Desak Bang Arka, sambil mendorongku untuk segera memasuki mobilnya.
“Tapi Bang..” Aku mencoba untuk membantahnya lagi.
Braaakk..
Pintu sisi penumpang ditutup Bang Arka dengan sangat keras. Nyali memberontakku menciut. Ku tatap wajah keras Bang Arka saat berjalan menuju pintu pengemudi. Seketika tubuhku bergidik, ngeri melihat wajah Bang Arka yang marah. Ah lebih baik aku menutup mulutku, sebelum Bang Arka memuntahkan lahar panasnya.
Ku lihat Bang Arka masih mengatur nafasnya. Sangat jelas terlihat amarahnya belum mereda. Duh bagaimana ini? Aku tak tahu harus melakukan apa untuk meredakan gejolak panas di hatinya.
“Bang..” Lirih ku panggil namanya.
“Diamlah Mikha. Diamlah dulu dan jangan bertanya yang macam-macam. Aku masih ingin menghajar orang rasanya.” Jawab Bang Arka yang sukses membuat mulutku langsung terdiam.
Sekilas ku lihat senyum simpul terbentuk di bibirnya. Eh benar Bang Arka tersenyum? Atau aku yang mulai berhalusinasi?
Demi keamanan dan kesehatan jiwa raga, aku memutuskan diam. Mengikuti ke mana pun Bang Arka membawaku, sambil terus ku rapalkan doa agar Bang Arka tidak membawaku ke tempat yang aneh.
Satu jam perjalanan dalam diam, mulutku mulai gatal untuk bertanya. Aku melirik Bang Arka yang hanya lurus menatap ke arah jalanan. Aku menarik nafas panjang, baiklah aku harus bertanya, aku sungguh penasaran.
“Jangan tanya dulu!” Bang Arka menyelaku saat mulutku baru membuka dan mau bertanya.
“Hah? Apa Bang? Aku gak mau tanya apapun kok!” Elakku saat tertangkap basah Bang Arka.
Hah pembaca pikiran beraksi. Aku lupa pada kemampuan Bang Arka yang satu itu.
“Wajahmu itu gak bisa bohong, Mikha. Kamu udah nahan pengen tanya dari tadi.” Bang Arka menjawab pertanyaanku dengan senyum yang terlihat menghina di mataku.
“Dasar manusia aneh!” Gumamku lirih.
“Aku gak aneh Mikha. Dan aku masih bisa mendengar jelas omonganmu. Awas saja kalau kamu menyumpahiku!” Bang Arka mengancamku namun dengan senyum yang tak pernah lepas dari bibirnya. Apa dia lagi bahagia sekarang? Dari tadi senyum terus.
Aku memutuskan berdiam diri, sambil terus memikirkan keanehan dari Bang Arka. Lelaki aneh yang sudah menolongku kala itu dan juga baru saja dia menolongku lagi, dari sumber ancaman yang sama.

KAMU SEDANG MEMBACA
BERITAHU MEREKA!!!
RomanceSepertinya semesta masih ingin bermain-main denganku. Setelah mengoyak hatiku, kini membuat perjalanan hidupku terseok-seok tak tentu arah. Saat aku mulai merasa lelah dengan semua ini, bayangan wajahnya terus menghantui. Bahkan ternyata dirinya p...