Wajah Bang Arka masih diliputi awan gelap setelah aku menceritakan semua yang ku lalui kemarin. Aku yang berstatus korban, merasa tidak aman. Aku ingin menangis saja melihat tangan Bang Arka yang terkepal rapat.
"Bang." Aku hanya memanggilnya, tanpa tahu harus mengucapkan apa setelah ini. Aku bingung dengan respon Bang Arka. Terlebih, setelah melihat wajahnya yang tegas, matanya yang merah menahan amarah dan bibirnya yang terkatup membentuk garis lurus.
"Aku akan mengantarmu pulang dan akan aku ceritakan pada orang tuamu semua itu." Bang Arka tegas memutuskan.
Wajahku pucat mendengar keputusan Bang Arka. Bagaimana bisa jadi seperti ini? Apa yang akan dikatakan Mama dan Papa nanti? Dan bagaimana aku harus menjelaskan pertemuanku dengan Bang Arka?
"Kamu diam saja nanti, aku yang menjelaskan, cukup ikuti omonganku." Bang Arka kembali menunjukkan tindakan otoriternya. Aku tertegun mendengar jawabannya, Bang Arka benar-benar bisa membaca pikiranku.
"Tapi Bang, aku kemarin kan izinnya nginap bersama teman-teman di vila, pergi dan pulang bersama, apa yang akan orang tuaku katakan kalau aku pulang bersamamu? Mereka pasti kaget dan mikir yang bukan-bukan Bang." Aku berusaha menjelaskan.
Lebih tepatnya aku berusaha menolak ajakannya untuk mengantarku pulang. Lebih baik aku pulang sendiri dan menjelaskan sendiri pada Mama Papa daripada Bang Arka yang menjelaskan. Melihat wajahnya yang sampai sekarang masih diliputi kemarahan, aku lebih takut lagi membawanya pulang. Entah apa yang akan dipikirkan Mama dan Papa.
"Karena itu kamu diam aja, Abang yang jelaskan semuanya." Dia masih bersikeras untuk mengantar. Aku hanya melongo. Ada ya orang yang baru kenal langsung bersikap seperti Bang Arka ini? Aku menggeleng-gelengkan kepala.
"Bang, aku ke sekolah dulu aja. Teman-teman di sana semua. Nanti kita pulang bareng-bareng. Emang Abang gak punya kerjaan lain apa? Eh Abang sendirian di sini?" Aku mencoba cara lain untuk lolos dari tawaran Bang Arka, berusaha untuk mengalihkan pembicaraan juga. Berharap semua cara ini ada yang membuahkan hasil.
"Baik kalau gitu maumu." Suara Bang Arka memberiku angin segar. Yes, dia setuju dengan usulku. Akhirnya..
"Setelah aku mengantarmu ke sekolah, aku antar kamu pulang."
Jediieeer..
Serasa petir menyambarku saat Bang Arka meneruskan kata-katanya. Ku lihat bibirnya menyunggingkan senyum manis di bibirnya yang tipis.
"Apa bedanya Bang?" Aku sudah lemas menjawab, tidak bertenaga lagi untuk membantahnya.
"Hari ini kamu tanggungjawabku, dan ya, aku sendirian di rumah ini, Bi Sumi akan pulang siang hari." Bang Arka menatapku tajam, tak ada gurauan dalam setiap kata-katanya. Aku menyerah mencari celah yang bisa ku bantah.
"Baiklah Bang." Aku bersuara lirih, menahan detak jantungku yang seakan berlari kencang. Membayangkan reaksi Mama dan Papa nanti.
"Buka kunci ponselmu, masukkan nomorku. Jangan berusaha lari dariku." Bang Arka menyerahkan ponselku yang segera ku buka kode sandinya. Dan secepat kilat ponsel sudah berada di tangan Bang Arka lagi.
Cih, lelaki ini suka sekali merebut barangku. Aku mengumpatnya dalam hati, ya, aku hanya berani mengumpat dalam hati. Aku terlalu penakut untuk menghadapinya. Aku melihat Bang Arka memasukkan nomornya di ponselku, dan nomorku di ponselnya.
"Aku belum sepenuhnya mempercayaimu untuk memasukkan sendiri nomormu di ponselku, mungkin kamu akan memasukkan nomor secara asal." Bang Arka sekali lagi mengagetkan aku dengan kemampuan membaca pikirannya. Aku bergidik ngeri sambil menerima ponselku yang disodorkan Bang Arka.
"Bang apa kamu ga ada kerjaan?" Aku mencoba bertanya.
"Ada dong. Tapi setelah mengembalikanmu ke orang tuamu." Bang Arka menjawab sambil menyelisik wajahku. Terlihat dia mengamati setiap kata yang ku ucapkan. Dia benar-benar seperti pembaca pikiran.
"Kenapa gak diselesaikan urusannya Bang? Kenapa malah ngurusin aku yang bukan siapa-siapa Abang?" Ah masa bodoh, lebih baik aku bertanya dan dihadiahi pelototan daripada aku menebak-nebak.
Nah, benar kan? Belum selesai aku menutup mulutku, dia sudah membulatkan matanya, melotot ke arahku. Semakin lama aku semakin hafal dengan kebiasaan Bang Arka.
"Kamu Mikhayla Putri Sanjaya, menjadi tanggungjawabku dari semalam. Apa kamu ngerti sekarang? Jangan banyak tanya dan jangan banyak membantah, cepat bereskan seragammu. Sepertinya sudah kering. Aku antar kamu ke sekolah." Bang Arka mengakhiri perbincangan dengan jawaban tegas yang tak mungkin ku bantah. Aku menyerah dan mengikuti alur yang dirancang Bang Arka.
"Baik Bang. Eh Bang, Abang gak punya keluarga? Kok sendirian di rumah sih? Jomblo ya Bang? Kok gak ada yang telpon Abang sih, atau nyamperin Abang ke rumah ini." Eh keceplosan! Duh mulut ini sepertinya tidak ada remnya. Segera saja ku tutup mulutku menggunakan tangan. Memasang wajah lugu, berharap Bang Arka meloloskanku.
Seketika Bang Arka bangkit berdiri, dalam diam dia beranjak menuju kamarnya. Benarkan, dia marah. Mulut, jangan suka keceplosan terus dong!
"Aku sudah menikah." Bang Arka membalik badannya setelah beberapa langkah. Menjawab tanpa ragu, dengan memasang wajah datar tak terbaca.
"APA????!!!!" Aku berteriak sekencangnya. Tenggorokanku tiba-tiba terasa perih, aku terbatuk tiada henti. Aku benar-benar kaget. Bang Arka sepertinya ingin menjahiliku lagi. Mataku menatap Bang Arka lekat, mencoba mencari raut bergurau di sana. Lama ku pandangi wajahnya.
Nihil.
Hasilnya benar-benar nihil.
KAMU SEDANG MEMBACA
BERITAHU MEREKA!!!
RomanceSepertinya semesta masih ingin bermain-main denganku. Setelah mengoyak hatiku, kini membuat perjalanan hidupku terseok-seok tak tentu arah. Saat aku mulai merasa lelah dengan semua ini, bayangan wajahnya terus menghantui. Bahkan ternyata dirinya p...