"Kemana lagi kita sekarang?"
Suara Aldrich memecah keheningan yang terjadi diantara kami bertiga. Kami masih terlarut dalam pikiran yang menyelimuti rasa keingintahuan kami. Kini kami sedang duduk di pinggir perkebunan apel. Tanganku tak hentinya mencabut rumput yang berada disekitarku.
"Sebenarnya Kay hari ini berencana mau ngunjungin Kakak di kota X. Kay mau bikin surprise gitu, dari kemarin Kay hubungin Kak Farel tapi gak bisa mulu. Niatnya Kay mau tiba-tiba muncul gitu di depan rumah." Aku mengutarakan rencana awalku.
"Oh jadi nama kakakmu Farel ya Kay, bukan Arka." Aku mendelik menatap Aldrich, ia jelas sedang menyindirku.
"Gimana sih maksudnya Kak?" Miss kepo tidak bisa santai saat mendengar ada bahan gunjingan.
Aku memutar bola mataku dengan malas. Aldrich tertawa tanpa menjawab rasa penasaran Winda. Pikiranku melayang saat pertama kali Aldrich memegang ponselku, dia yang menemukan banyaknya panggilan telepon dari Bang Arka.
Ah lelaki itu, dimana dia sekarang? Kenapa aku sangat merindukannya. Memangnya dia keluar kota kemana sih?
"Ya udah, yuk kita ke kota X." Aldrich tiba-tiba saja membuatku terlonjak karena ucapannya.
"Yang benar aja Kak! Itu 3 jam perjalanan lho." Aku berseru. Masih tak percaya dengan pendengaranku.
"Eh mau ke kota X? Hayuk aja. Sekalian aku ajak jalan-jalan disana." Sahut Winda dengan antusias yang tinggi.
Aku dan Aldrich menatap Winda bersamaan.
"Aku kan asli dari kota X saudara-saudara!" Winda menjelaskan dengan mimik wajah lucunya.
Aku tersenyum saat menyadari bahwa aku belum sepenuhnya mengenal sahabat baruku ini. Padahal gadis ini sudah membantuku berkali-kali. Mungkin dulu dia pernah bercerita, namun aku tak terlalu memperhatikan. Mengingat awal masuk kuliahku dipenuhi emosi yang tak tentu. Tujuanku dulu hanya satu, menyingkir dan menjauh dari sampah dan selingkuhannya itu. Aku tidak peduli dengan lainnya.
"Aku baru tau kamu asli sana Win." Aku berujar.
"Udah pernah ku ceritain kan Kay, amnesia kamu?"
Nah benarkan? Winda sudah bercerita namun aku yang tak menyerapnya.
"Heheh maaf ya, aku terlalu fokus menata hati, sampai tak peduli dengan sekitar. Maaf." Aku tulus mengatakannya.
"Santai Kay. Setelah aku tahu masalahmu, aku pastikan akan stres jika ada di posisimu. Beruntung yang mengalami kamu, bukan aku. Jadi kamu masih bisa berdiri dengan tegap. Aku salut dan bangga padamu Kay." Winda merangkul bahuku.
Aku menatapnya dengan sendu. Oh mungkin kah di masa lalu aku pernah menyelamatkan sebuah negara, hingga aku bisa mendapat hadiah berupa sahabat seperti Winda ini? Terima kasih.
"Ya udah. Yuk berangkat. Kita nginep aja ya. Sekalian numpang makan di tempat Winda." Aldrich memutus situasi mengharukan antara aku dan Winda.
"Baju kita gimana dong?" Tanyaku.
"Aku bawa baju ganti di mobil. Selalu standby disana." Jawab Aldrich.
"Yeee itu sih Kakak. Kita mah belum siap-siap." Jawabku ketus.
"Gantian pakai bajuku aja Kay." Winda memberikan idenya.
Aku menimbang ucapan Winda. Dan ku putuskan untuk menyetujuinya. Pakaian dalamku bisa ku beli setibanya di sana. Baiklah, seperti itu saja.
"Oke deh. Yuk cuz." Winda berteriak penuh semangat.
Aldrich dan aku menatapnya. Semangat Winda rupanya menular padaku. Seketika aku melupakan sedikit rasa sakit fisik dan mentalku. Inilah saatnya aku menghibur diri.
KAMU SEDANG MEMBACA
BERITAHU MEREKA!!!
Roman d'amourSepertinya semesta masih ingin bermain-main denganku. Setelah mengoyak hatiku, kini membuat perjalanan hidupku terseok-seok tak tentu arah. Saat aku mulai merasa lelah dengan semua ini, bayangan wajahnya terus menghantui. Bahkan ternyata dirinya p...