DELAPAN PULUH ENAM

35 5 0
                                    

"Mikha, bangun."

"Bangunlah, Mikha."

"Mikha, sayang, bangunlah."

Sayup-sayup ku dengar suara memanggilku dan mengusap lembut pipiku. Aku mengerjap, menyesuaikan pandanganku dengan sinar yang datang.

Aku menatap sekeliling dan mendapati diriku telah tertidur di paha Bang Arka sebagai sandaran. Aku bangkit dan mendudukkan diriku. Kembali melayangkan pandangan pada sekitar.

"Di mana ini Bang?" Aku bertanya dengan suara serakku. Mataku masih berputar memproyeksikan keadaan.

"Turunlah." Suara Bang Arka kembali terdengar dingin dan sinis. Aku langsung menatapnya. Wah, dia memang berkepribadian ganda, cepat sekali berubah suasana hatinya. Sebentar tadi sangat lembut, sekarang sangat dingin.

Aku mengingat lagi kejadian terakhir kami, dan langsung menyadari di mana diriku saat ini. Mungkin ini lokasi apartemen Bang Arka dan kami sedang berada di tempat parkir.

Aku masih bergeming dan menyesuaikan dengan keadaan saat Bang Arka telah membuka pintu penumpang di sampingku.

"Kamu mau turun sendiri atau ku gendong?" Suara dingin itu menyapaku. Hah, dia mengajakku becanda!

"Gak mungkin Abang akan menggendongku." Aku mencibirnya, mencoba meremehkan gertakannya.

"Ya, aku bisa melakukannya Mikha."

"Gak mungkin Abang." Aku masih membantah.

Tanpa aba-aba Bang Arka langsung menarik tubuhku dan menggendongku. Aku memberontak dalam gendongannya.

"Turunin aku Bang, turunin!" Aku berteriak sambil menghentakkan kakiku ke udara.

Tanpa mengindahkan teriakanku, Bang Arka berjalan menuju lift yang ada di tempat parkir itu. Bergegas ia menekan tombol angka 8.

"Abang, Kay mau turun." Lagi-lagi aku tak mendapat jawaban.

Merasa tidak digubris, aku nekat melakukan gerakan pertama yang terlintas di otakku.

"Aaaww..." Bang Arka memekik seraya melayangkan tatapan tajamnya padaku.

"Kay bilang turunin, Bang. Mau Kay gigit lagi?" Ancamku sambil membalas tajam tatapan Bang Arka.

Namun lelaki itu tak terpengaruh, dia tetap menggendongku dalam diam hingga sampai di depan unit apartemennya.

"Tunggu, Abang ambil kartunya dulu." Hah akhirnya dia bersuara.

Bang Arka menempelkan kartunya dan menekan beberapa kombinasi angka hingga akhirnya terdengar bunyi 'bip' dan Bang Arka bisa membuka pintunya.

"Kodenya ulang tahunmu." Ujar Bang Arka sambil membawaku masuk. Aku mengekorinya sambil memikirkan apa yang baru saja ia katakan.

"Kode apa Bang?" Tanyaku menyuarakan penasaranku.

Dan dia tetap irit suara. Aku mendesah dengan kesal. Ia menggendongku lagi, membawaku masuk ke ruangan dengan sofa yang besar dan televisi yang tak kalah besar serta dilengkapi home theater. Aku terperangah menatap semua itu. Apa ini tempat persembunyian Bang Arka yang lainnya?

"Kamu tinggal di sini juga Bang?" Tanyaku saat Bang Arka mendudukkan diriku di sofa yang terlihat nyaman ini.

Beberapa menit berlalu dan tetap tak ada jawaban apapun dari Bang Arka. Aku menguap saat menatap Bang Arka dan kesal akan perlakuannya yang mendiamkan aku. Sedangkan Bang Arka sendiri tidak melakukan apapun. Dia juga mendudukkan diri tak jauh dariku dengan memejamkan matanya.

"Kalau gak mau ngajak ngomong Kay, kenapa tadi Kay di paksa ke sini Bang?" Aku membentak Bang Arka. Emosiku sudah meluap.

"Anter Kay pulang, atau ke tempat Winda! Kalau gak mau, Kay akan pulang sendiri." Aku benar-benar jengkel hingga tanpa ku sadari aku bisa berkata sekasar dan sekeras itu.

BERITAHU MEREKA!!! Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang